Kyai "Sarung" Ma'ruf

Jumat, 10 Agustus 2018 | 18:41 WIB
0
508
Kyai "Sarung" Ma'ruf

Awal 2018, empat kali secara khusus kami menemui KH Ma'ruf Amin (75 tahun). Saya bersama Anif Punto Utomo dua kali mengunjungi Ma'ruf Amin di rumahnya kawasan Koja, Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Dalam hati, rumah kyai besar, ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Rais Aam PBNU, kok tinggal di kawasan seperti ini. Untuk parkir mobil pun susah. Biasanya kami parkir di ujung jalan atau dekat masjid.

Kami pun melihat kiprahnya memimpin sidang-sidang di kantor MUI, kawasan Jl Proklamasi, Jakarta Pusat. Bagaimana dia menghadapi ulama-ulama yang 'agak keras' seperti Sekjen MUI Ustadz Bachtiar Nasir, dan Ustadz Tengku Zulkarnaen.

Ia menanggapi perbedaan dengan caranya yang simpatik. Sesekali diajak bergurau. Suasana menjadi cair dan bisa tertawa riang.

Kami juga mengunjungi pesantren Kyai Ma'ruf di Ponpes An-Nawawi Tanara, Serang, Banten.

"Pesantren An-Nawawi mengambil nama dari Syeikh Nawawi yang lahir di sini. Guru dari seluruh ulama, guru dari pendiri Nahdlatul Ulama, pendiri Muhammadiyah, Tarbiyah, Matlaul Anwar," kata KH Ma'ruf Amin.

Banyak hal dari empat pertemuan itu yang kami gali. Dari masalah pribadi, keluarga, pendidikan, agama, hingga politik. Termasuk ketika pendukung Ahok dengan kejam membully-nya.

Bagi Ma'ruf, kasus Ahok selesai ketika vonis hakim telah diketuk di meja hijau. Ia meminta masyarakat menghentikan demo-demo berkepanjangan, karena dapat memicu perpecahan bangsa.

Dalam beberapa kali demo besar-besaran hingga sejumlah kasus yang berpotensi konflik, sejumlah petinggi negara kerap mendatangi rumah Ma'ruf. Meminta saran untuk meredakan konflik.

Dari sejumlah peristiwa itu, Ma'ruf menjadi penengah konflik. Ia bisa diterima sejumlah pihak, baik yang pro maupun anti terhadap pemerintah.

Karena itu pula, sejak awal 2018, kami memprediksi Ma'ruf bisa menjadi bakal cawapres dari kubu mana saja.

Dan benar saja, nama Ketua Umum MUI KH Ma'ruf Amin masuk dalam daftar sepuluh nama kandidat yang sudah dikantongi Joko Widodo (Jokowi) sebagai bakal calon wakil presiden.

Ma'ruf sebagai pimpinan tertinggi pada lembaga yang menaungi ormas-ormas Islam, suaranya kerap dijadikan rujukan bagi para ulama.

Kyai Ma'ruf juga tidak mendapatkan resistensi dari parpol-parpol pendukung Jokowi. Sebab selama ini ia cenderung menjaga jarak dengan kelompok oposisi.

Sebagai orang yang sepuh, dia juga diyakini tidak akan merecoki urusan 'sharing power'.

Itulah mengapa Ma'ruf Amin menjadi salah satu alternatif yang menjembatani seluruh interest group. Bukan hanya karena dia pemimpin tertinggi ormas Islam moderat terbesar di Indonesia, yaitu Nahdlatul Ulama. Ia menjabat sebagai Rais Aam PBNU.

Selain itu, ia dianggap punya kemampuan di bidang ekonomi syariah.

Maka, sosok Maruf dikenal sebagai ulama sekaligus politikus. Ia juga berasal dari keluarga ulama ternama di Indonesia.

Sejak muda ia menjadi aktivis pergerakan Islam. Pada awal Orde Baru, pernah menjadi Ketua Fraksi Golongan Islam DPRD DKI Jakarta. Kemudian Ketua Fraksi PPP DPRD DKI Jakarta. Pimpinan Komisi A DPRD DKI Jakarta.

Di awal refornasi, ia menjadi orang pertama sebagai Ketua Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Anggota MPR RI dari PKB, Ketua Komisi VI DPR RI dari PKB. Lalu Ketua Komisi Fatwa MUI Pusat.

Lulusan Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang Jawa Timur dan Universitas Ibnu Chaldun Jakarta tersebut, kemudian menjadi Ra'is 'Aam PBNU (2015-2020).

Ia akhirnya didaulat sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (2015-2020).

Maruf diterima oleh seluruh presiden, termasuk Presiden SBY. Ia pernah dipercaya sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Hubungan Antar Agama (2010 – 2014), anggota Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Kehidupan Beragama (2007-2009).

Di era Presiden Jokowi dia juga diminta menjadi anggota pengarah Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP).

Kini, Ma'ruf resmi menjadi bakal cawapres pasangan bakal capres Jokowi.

Dengan posisi seperti itu, ada baiknya Ma'ruf segera mundur dari jabatannya di NU maupun MUI. Sebab dua jabatan itu bukan bawahan presiden.

Apakah kehadiran Ma'ruf dapat mengatrol suara Jokowi di kantong-kantong Islam?

Kita tunggu saja kiprah kyai sarung itu.

***