Sepanjang 2018, Sembilan Bupati dan Walikota Kena Cokok KPK

Jumat, 8 Juni 2018 | 22:55 WIB
0
744
Sepanjang 2018, Sembilan Bupati dan Walikota Kena Cokok KPK

Semakin dekat hari Lebaran, semakin kencang pula radar KPK berputar, menangkap sinyal-sinyal persekongkolan di seantero negeri dengan aneka siasat dan kata sandi.

Semalam, pada hari ke-20 Ramadan, tim kecil KPK kembali melakukan penangkapan di Blitar dan Tulungagung dan mengamankan lima orang, ada kepala dinas, ada pengusaha. Duit sebanyak dua miliar rupiah ditemukan dalam operasi senyap ini.

Dari gambaran orang-orang yang terlibat, mudah diduga, ini uang suap proyek pembangunan di daerah. Tender proyek yang di dalamnya ada pembagian-pembagian kepada kepala dinas, dan mungkin saja kepala daerah. Dan kita tak perlu kaget jika dalam beberapa hari ke depan, nama kepala daerah — walikota atau bupati — disebut-sebut sebagai ujung perjalanan uang suap itu.

Baru beberapa hari lalu, Bupati Purbalingga Tasdi dicokok tim KPK karena menerima suap dari pelaksana proyek pembangunan Purbalingga Islamic Center sebanyak Rp100 juta sebagai uang muka Rp500 juta, dari proyek dengan nilai Rp22 miliar itu.

Sebelum Tasdi, sepanjang tahun 2018 ini sudah ada sembilan kepala daerah yang ditangkap karena suap.

Di Kalimantan ada Bupati Hulu Sungai Tengah Abdul Latif, di Pulau Jawa Timur ada Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko dan Bupati Bandung Barat Abubakar, dari NTT ada nama Bupati Ngada Marianus Sae, dari Jawa Barat ada Bupati Subang Imas Aryumningsih, dari Sumatera KPK mencokok Bupati Lampung Tengah Mustafa dan Bupati Bengkulu Selatan Dirwan Mahmud lalu dari Sulawesi ada Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra dan Bupati Buton Selatan Agus Feisal Hidayat.

Sembilan bupati dan walikota, sembilan tokoh terhormat di daerah, tertangkap KPK di tahun 2018 ini. Mereka menerima suap dari kontraktor-kontraktor, pengusaha yang mengurus perizinan, pengadaan barang dan jasa, dan sebagainya. Semua sama adanya: menjadikan anggaran pembangunan di daerah sendiri sebagai bancakan.

Dan kejadian seperti ini sudah begitu merata sedari dulu, hanya kini mencuat begitu menonjol karena sepak terjang yang begitu trengginas dari lembaga anti-rasuah KPK. Jika uang proyek pembangunan tiris dan mengalir ke mana-mana seperti itu, tak sulit membayangkan kualitas jalan, jembatan, bangunan, rumah sakit, dan lain-lain dengan anggaran terpangkas sana-sini.

Rentetan kejadian ini juga menjawab keluhan besar kontraktor kecil di daerah: mengapa mereka tak begitu dilibatkan dalam pekerjaan infrastruktur berbiaya triliunan yang kini digeber di hampir setiap pelosok negeri?

Karena menjadikan proyek-proyek itu sebagai bancakan akan menurunkan mutu bangunan dengan pengurangan sana-sini sebagai pengganti uang suap. Proyek-proyek besar yang digarap langsung perusahaan negara raksasa seperti Adhi Karya, Waskita Karya, PP, dan lain-lain, dapat diawasi langsung sampai ke satuan terkecil ongkos-ongkosnya.

Pemilihan kepala daerah serentak tinggal dua pekan lagi di 171 daerah. Sila dicermati, di daerah Anda, adakah nama yang terlihat menjanjikan untuk tidak melanjutkan “tradisi” kongkalikong duit proyek ini?

Jangan beri kekuasaan kepada orang yang terlalu menginginkannya. Yang menjajakan dirinya sebegitu rupa demi meraih jabatan itu. Dia tentu punya tujuan lain di luar soal rakyatnya.

Baru empat hari lalu Presiden Joko Widodo memberi penegasan, bahwa: “uang negara, uang rakyat, harus digunakan sepenuhnya untuk kepentingan rakyat dan dibersihkan dari tangan-tangan kotor.”

Pernyataan halus dan seolah-olah berupa slogan, tapi terasa benar ancaman di baliknya. Sepuluh kepala daerah di tahun 2018 ini sudah merasakan akibatnya.

***