Akar terorisme adalah ketidakadilan. Tapi tidak adil dari apa? Ekonomi? Pelaku-pelaku teror tidak miskin, meski tak kaya benar.
Mereka hidup semenjana. Bahkan ciri-ciri kelas menengah melekat pada orang-orang ini: punya akses yang luas ke teknologi informasi, berpendidikan tinggi, berpergian hingga ke luar negeri -ke Malaysia, Singapura, Turki, Yaman, Libya, Irak, Suriah, dll.
Mabes Polri pernah menghitung, jumlah WNI yang terlibat dalam perang di Suriah dan Irak adalah 671 orang, terdiri atas 524 pria dan 147 wanita. Dan di antara mereka juga ada puluhan anak-anak.
Apakah semua masih hidup? Tentu tidak, mereka berperang bersama ISIS. Sampai tahun lalu, dalam catatan polisi, 95 pria dan dua wanita sudah tewas di medan perang. Entah mereka sudah bersama para bidadari atau sekadar mati konyol berkalang belatung tanah gurun, tak seorang pun tahu.
Perang melawan ISIS sudah berakhir, para foreign terrorist fighters (FTF) -- istilah untuk warga yang bertempur di negara lain -asal Indonesia ini sebagian kembali ke Tanah Air bersama kisah dan kelelahan dari medan tempur.
Di Tanah Air, mereka kembali berbaur dengan masyarakat biasa. Ideologi mereka tetap mengendap. Dan bersama orang-orang ini, juga ada para WNI yang pernah berangkat hendak bergabung dengan ISIS tapi tak sampai karena dicegat di negara Turki, Malaysia dan Singapura lalu dideportasi ke Indonesia. Jumlahnya tidak sedikit: sekitar 350 orang.
Perkiraan polisi pada tahun 2017 lalu, warga negara Indonesia dan warga negara asing yang terkait FTF di Indonesia ada sedikitnya 1.478 orang!
Ini data yang pernah dilansir oleh Detasemen Khusus Anti-Teror Mabes Polri atau Densus 88.
Jika benar pernyataan Kapolri Jenderal Tito Karnavian kemarin, beberapa dari mereka inilah yang mati meledakkan diri di Surabaya tempo hari membawa serta korban yang tak tahu apa-apa.
Tentu ada yang bertanya -sudah punya data, tahu jumlah, nama, alamat bahkan menduga-duga niat mereka- mengapa tak dicegah dan ditangkap semenjak pulang ke Tanah Air?
Jawabannya terang-benderang: Undang-Undang Anti-Terorisme yang kini berlaku tak memungkinkan untuk bertindak berdasarkan dugaan belaka. Bapak-bapak terhormat di Senayan itu begitu bersetia pada peribahasa: dalamnya laut bisa diduga, dalam hati orang siapa yang tahu. Meski mereka terbukti pulang bertempur dari Suriah.
Begitulah. Hari ini, Presiden Joko Widodo mengeluarkan semacam ultimatum: jika pada bulan Juni 2018 besok revisi atas UU yang mengekang langkah aparat itu tak juga direvisi, ia akan mengeluarkan Perppu.
Dan untuk itulah kita mendudukkannya di sana sebagai orang nomor satu di Republik ini. Untuk mengambil keputusan demi perlindungan atas rakyatnya. Apa pun taruhannya.
***
Madiun, 14 Mei 2018
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews