Pro Maling Kampung Kemalingan Kampung Soleram

Senin, 14 Mei 2018 | 13:27 WIB
0
525
Pro Maling Kampung Kemalingan Kampung Soleram

Dulu Kampung Soleram punya moto kampung yang manis. Maksudnya, kampung yang aman dan istimewa. Sekarang kampung Soleram terkenal sebagai kampung kemalingan karena seringnya kemalingan

Walaupun dikenal sebagai kampung kemalingan, kepala keamanan lingkungan tetap aman menduduki jabatannya sejak dulu. Dia adalah keturunan jawara. Kakeknya jawara yang bukan hanya dikenal di Kampung Soleram saja, tapi juga sampai ke kampung seberang. Bapaknya juga jawara, menjadi kepala keamanan seumur hidup kampung Soleram. Sekarang menurun ke anaknya.

Sekarang bukan lagi zaman jawara. Kalau dulu, iya. Baru denger nama jawara saja, maling langsung ciut dia punya nyali. Sekarang jawara banyak modelnya. Jawara silat, jawara ngibul, termasuk jawara maling. Maling punya keahlian indik-indik alias main kucing-kucingan dengan pihak keamanan.

Kalau misalnya ada empat maling kepergok oleh kepala keamanan kampung Soleram, nggak sampe lima belis menit maling maling itu bakal ngejoprak di tanah. Tapi maling punya keahlian yang tidak dimiliki oleh kepala keamanan. Ya, keahlian kucing-kucingan.

Segala macam upaya telah dilakukan. Dari mulai menambah anggaran keamanan alias kenaikan iuran keamanan karena personil keamanan ditambah lagi 2 orang. Masih tetap kemalingan juga.

Kampung Soleram termasuk kampung yang tingkat ekonominya di atas rata-rata. Mereka nggak keberetan ketika keamanan minta lagi naik lagi anggarannya, nambah lagi keamanan 3 orang. Tetap saja kemalingan. Sisi positifnya, kampung Soleram mengurangi pengangguran 6 orang untuk dipekerjakan sebagai tenaga keamanan kampung.

Padahal di antara personil baru itu ada satu dua mantan maling yang mestinya bisa membaca kucing-kucingan ala maling. Tapi rupanya teknik kucing-kucingan ala maling sudah berkembang pesat. Teknik yang dulu dipakai oleh mantan maling sudah out of date.

Tentu saja Pak Erwe menanggung malu , hatinya seperti tersayat sembilu, dikerjain maling-maling sialan. Untuk mengurangi rasa malunya, Pak Erwe menghembuskan isu. Keamanan sudah bekerja dengan baik, tapi kalau ada musuh dalam selimut, ya maling sulit diberantas.

Pak Erwe mengistilahkan musuh dalam selimut itu sebagai pro maling alias mata-mata. Entahlah apakah ada yang pro maling atau tidak, yang pasti sebagian warga kemakan sama isu yang dilemparkan oleh Pak Erwe. Sebagian warga mencurigai sebagian lainnya sebagai pro maling.

Pihak keamanan yang bertanggung jawab soal keamanan bisa bernafas lega. Kalau ada kemalingan tidak ada lagi yang menyalahkan pihak keamanan, bahkan warga tidak menyalahkan malingnya, tapi yang disalahkan adalah musuh dalam selimut, warga yang dituduh pro maling. Tapi sampai sejauh ini warga hanya bisa saling tuduh baik secara sembunyi maupun terang-terngan, belum dapat membuktikan apakah benar ada warga yang pro maling?

Pak Erwe mengumpulkan warga di gedung pertemuan warga. Pak Erwe mengutarakan maksudnya. Salah satu cara menanggulangi persoalan kemalingan yang tidak berujung ini.

Pertama, anggaran keamanan dinaikan kembali. Bukan untuk menambah personil keamanan, tapi untuk menambah upah personil keamanan. Mana mungkin bisa mengawasi rumah warga kalau beras di rumah tak punya? Konsentrasi penuh pada derap langkah keamanan kampung tergantung isi perut yang kenyang dan isi kepala yang tenang karena di rumah beras aman dalam sebulan.

Kedua, Pak Erwe curiga pada anak-anak dari kampung lain yang kerap bertandang ke rumah temannya di Kampung Soleram. Jangan-jangan mereka bukan hanya bertandang dan sekedar nongkrong-nongkrong, tapi mereka adalah mata-mata maling. Jangan-jangan malah bekerja sama dengan anak-anak sini.

Untuk menyelidikinya, Pak Erwe minta kerelaan warga jika nanti ada anaknya yang diciduk oleh pihak keamanan untuk diminta keterangan, jangan tersinggung. Bukan berarti menuduh. Cuma dimintai keterangan. Kalau nanti terbukti, baru kami serahkan pada polisi. Kami jamin cuma dimintai keterangan, ya paling-paling dicolek dikit lah. Kalau nggak dicolek mana mau ngaku… Kalau nggak terbukti akan kembali dipulangkan.

Warga yang belum punya anak dan yang punya anak kecil setuju saja. Warga yang punya anak remaja ada yang abstain, ada juga yang protes, “ Apa maksudnya cuma dicolek? Dicolek oleh pihak keamanan pastilah maksudnya minimal ditonjok! Saya tidak setuju! Ini jelas-jelas melanggar HAM!“

Ada satu dua warga mendukung protes itu. Tapi sebagian lagi malah menuduh yang protes sebagai pro maling. Tentu saja warga yang dituduh tidak terima. Dia maju depan Pak Erwe, menghadap ke warga.

“Kalian sudah tidak waras! Kita membayar iuran keamanan agar harta kita aman! Kita setuju kenaikan iuran uang keamanan berkali lipat agar harta kita aman! Tapi harta kita tetap tidak aman! Apakah saudara-saudara mempertanyakan apa saja kerja pihak keamanan? Tidak! Kalian malah saling mencurigai sesama warga! Saling bertengkar. Coba sekarang saya mau tanya, apa saja yang selama ini dikerjakan oleh pihak keamanan? Kalian nggak tahu kan?"

"Karena memang pihak keamanan belum pernah mempertanggung jawabkan apa yang dia kerjakan. Pihak keamanan hanya bisa menyalahkan kita yang dianggapnya lengah karena terlalu mengandalkan pihak keamanan. Pihak keamanan juga hanya bisa menuduh yang dicurigai malingnya anak kampung anu, orang dari desa anu setelah kejadian."

"Tapi apakah tuduhan itu terbukti atau tidak, kita tidak pernah bertanya lebih lanjut. Kita biarkan tuduhan itu menguap sebelum dapat dibuktikan kebenarannya. Hanya untuk menutupi kelemahan pihak keamanan saja! Sekarang anak-anak kita akan dijadikan uji coba analisa ngawur mereka! “

Warga yang punya anak remaja yang tadi abstain mulai menyuarakan protesnya. Warga yang tidak punya anak dan yang punya anak kecil menuduh yang protes sebagai pro maling. Kegaduhan di dalam ruang pertemuan warga terdengar sampai ke luar gedung.

Seandainya para maling mendengar kegaduhan itu, tentu mereka akan joget ala Nella Kharisma sambil menyanyi lagu Jaran Goyang.

***

14052018