Golongan Manusia Over Sensitif dalam Politik Indonesia

Sabtu, 14 April 2018 | 21:36 WIB
0
604
Golongan Manusia Over Sensitif dalam Politik Indonesia

Saya sudah hidup sejak dari Pemerintahan Soekarno sampai pada Pemerintahan Jokowi sekarang ini, hanya saja ada fenomena aneh yang terjadi sejak Pilpres 2014 berakhir, dengan kemenangan Jokowi dan kalahnya Prabowo dalam Kontestasi Pilpres, yaitu fenomena munculnya "Golongan Manusia Over Sensitif".

Golongan ini selalu memainkan isu agama, mempolitisir agama untuk kepentingan golongannya, bahkan isu tersebut dijadikan komoditi bagi kelompoknya, Isu penistaan agama dan penistaan ulama menjadi isu yang laku dijual di media online dan sosial media.

Ini adalah sebuah gejala hadirnya masyarakat yang sakit, yang rusak mindset-nya, bahkan mungkin seperti sebuah golongan masyarakat yang sudah dicuci otaknya lewat doktrin agama, sehingga beragama tidak lagi mengandalkan akalnya, tapi lebih kepada menggunakan nafsunya.

Kebenaran dalam pandangan mereka hanya berdasarkan kepentingannya, bukanlah menggunakan standar kebenaran yang universal, yang salah pun dalam pandangan kita belum tentu salah dalam pandangan mereka.

Selama argumentasinya mereka bisa diterima banyak kalangan mereka, maka yang salah pun menjadi sebuah kebenaran, sebaliknya juga begitu.

Golongan ini sangatlah sensitif, terlebih terhadap hal-hal yang menyangkut apa yang mereka anggap menista agama atau pun ulama. Mereka mempunyai standar penilaian sendiri, apa yang kita anggap sudah menista agama yang dilakukan seseorang yang merupakan bagian dari mereka, bisa dianggap tidaklah bagian dari penghinaan itu sendiri.

Tetapi sebaliknya, apa yang menurut kita sudah merupakan penistaan agama, bisa jadi tidak mereka respon berdasarkan standar penistaan yang umum di masyarakat.

[irp posts="14108" name="Pesan Rocky Gerung: Kita Mesti Sinis terhadap Kekuasaan"]

Yang masih hangat menjadi perdebatan sekarang ini tentang pernyataan Rocky Gerung, salah satu dosen Filsafat UI yang mengeluarkan pernyataan bahwa, "Kitab Suci itu adalah Fiksi" yang disampaikannya di acara Indonesian Lawyer Club (ILC) yang baru lalu.

Pernyataan tersebut mengundang kontroversi, dengan argumentasinya yang mampu meyakini banyak kalangan, maka pernyataan tersebut menjadi sebuah kebenaran, meskipun pihak yang berseberangan menganggap itu sebuah penistaan agama.

Di sinilah keberuntungan Rocky Gerung, karena dia ada dipihak yang biasa meneriakkan penistaan agama dan ulama, maka dengan pernyataan tersebut dia tetap ada diposisi yang aman, karena tidak mungkin dia akan dianggap menistakan agama. Argumentasinya tiba-tiba bisa diterima akal sehat golongannya, meskipun pernyataannya tersebut dianggap penistaan agama bagi golongan yang berseberangan dengan mereka.

Hal-hal seperti ini harus pandai disikapi oleh semua pihak, kalau tidak ingin ini menjadi bara api yang membakar kita bersama-sama. Pemerintah harus hadir untuk menengahi dan menyikapi, kalau hal ini tidak disikapi sejak dini akan menjadi jurang pemisah antargolongan, padahal kita sudah dipersatukan dalam kebhinekaan dan tidak ada lagi ruang untuk perpecahan.

Jangan ada ruang bagi organisasinya atau parpol memanfaatkan situasi ini untuk mencari keuntungan sesaat dan mengabaikan persatuan.

***