Setelah meneliti puisi Sukmawati Soekarnoputri "Ibu Indonesia", dari unsur fisik puisi (intrinsik ) maupun ekstrinsik, saya berkesimpulan puisi Sukmawati yang kita bicarakan ini adalah kegundahan beliau pada serbuan budaya Islam yang menggeser budaya lokal.
Dari soal busana sampai suasana, atmosfir budaya yang hilang (yang dilambangkan dengan suara tembang) yang berganti dengan atmosfir Islam (yang dilambangkan dengan suara adzan). Puisi ini lebih banyak puja puji pada budaya lokal yang dibenturkan dengan budaya Islam.
Di situlah SARA-nya. Padahal budaya 'kan bisa berkompromi, saling melengkapi. Dia tidak ingin ada daerah yang belum masuk budaya Islam ikut "terjajah".
Puisi itu dibacakan Sukmawati dalam acara 29 Tahun Anne Avantie Berkarya di Indonesia Fashion Week 2018. Nah, nyambung, kan? Itu kalau mau jujur.
Tapi kan Sukmawati bilangnya bukan itu maksud puisinya? Dia mengatakan, “Di dalam puisi itu, saya mengarang cerita. Mengarang puisi itu seperti mengarang cerita. Saya budayawati, saya menyelami bagaimana pikiran dari rakyat di beberapa daerah yang memang tidak mengerti syariat Islam seperti di Indonesia Timur, di Bali dan daerah lain."
[embed]https://youtu.be/p73l7ZnsVj0[/embed]
"Soal kidung Ibu Pertiwi Indonesia lebih indah dari alunan azanmu, ya boleh aja dong. Nggak selalu orang yang mengalunkan azan itu suaranya merdu. Itu suatu kenyataan. Ini 'kan seni suara ya. Dan kebetulan yang menempel di kuping saya adalah alunan ibu-ibu bersenandung, itu kok merdu. Itu 'kan suatu opini saya sebagai budayawati," ujar Sukmawati.
Itu 'kan cara Sukmawati mengalihkan perhatian publik, mempersempit bahasan puisinya hanya pada soal adzan. Kalau itu soalnya, konteks ( hubungan ) puisi itu yang dibacakan di acara “Fashion Week 2018“ dengan adzan itu apa? Malah nggak nyambung, 'kan?
Buat pengamat Sastra saya usul, kalau unsur ekstrinsik puisi itu biasanya terdiri dari unsur biografi, sosial, dan nilai, bagaimana kalau ditambahkan satu lagi. Unsur ngeles!
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews