Ada yang belum tahu peraturan kemenangan Pilpres ?
Berdasarkan Pasal 6 A ayat 3 UUD 1945:
”Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden".
Berkaca ke Pilgub DKI yang lalu, calon dari petahana selalu diuntungkan oleh posisi dan langkah Partai Abu-abu.
Semua yang paham peta politik masa itu sudah menyadari ketika Partai Abu-abu memutuskan membuka "front" sendiri, yang mereka pecah adalah suara masyarakat yang menginginkan perubahan.
Saya yakin waktu itu petahana juga bersorak kegirangan karena menyadari peluangnya untuk menang kalau calonnya ada tiga dan hanya ada di putaran pertama.
[irp posts="12400" name="Untuk Kebaikan, Yang Semula Berseberangan Pun Dirangkul Jokowi"]
Syukurlah, kesolidan suara petahana tidak sampai 50% plus 1, karena kalau tidak, sejarah pasti belum berubah dan "ta*k... ta*k, nenek lo, bang*at dan makian lainnya", masih akan tetap bertebaran memenuhi dan membuat busuk udara Kota Jakarta.
Sebagai pegiat #ABJ2019, bagi saya dan kawan-kawan yang paling penting adalah perubahan kepemimpinan Nasional di Pilpres mendatang.
Saya mengakui kalau saya condong mendukung Prabowo untuk 2019 nanti.
Saya punya "feeling", kalau Jenderal Pecatan ini punya kemampuan dan ketegasan untuk memotong "invisible hand", yang selama ini mencengkram Istana Negara.
Ibarat Kapal, Negara ini hampir tenggelam di cengkram lengan monster Kraken. Kita mungkin bisa bertahan untuk tidak tenggelam, tapi perjalanan bangsa ini akan lambat dan akan terus-menerus dihambat menuju dermaga tujuan.
Dibutuhkan sosok Pemimpin tegas dan tidak mencla-mencle yang pagi ngomong tahu tapi sore-nya sudah berubah jadi tempe.
Menurut saya untuk saat ini sosok tegas itu diwakili Prabowo Subianto.
Tapi bagi #ABJ2019, tidak penting apakah Prabowo, Anies Matta, Aher, TGB, Gatot, AHY, Azwar Siregar atau bahkan Tiang Listrik sekalipun yang akan menjadi penantang petahana sekarang.
Sekali lagi paling penting adalah menggantikan petahana karena pemimpin yang sudah jelas dan terang-benderang gagal total tidak layak melanjutkan kegagalannya.
Kegagalan kok dilanjutkan, apa kata Wanda Hamidah...?
Karenanya langkah Partai Abu-abu menjadi hal yang paling menarik sekaligus sensitif untuk dicermati.
[irp posts="11560" name="Prabowo Subianto Yang Kini Sedang Galau"]
Untuk itu saya mohon maaf kepada kawan-kawan pendukung-nya, tapi mohon dipahami dan harus sama-sama kita sadari kalau strategi pemecah suara akan sangat berbahaya.
Analisa saya, suara petahana dan #ABJ2019 cukup berimbang. Tapi masalahnya suara #ABJ juga kuat dan tersebar diakar rumput Partai Abu-abu.
Kalau sampai Partai Abu-abu kembali membuka front baru, suara #ABJ2019 akan terpecah terbagi dua. Kemungkinan besar kedua calon penantang akan kalah suara dari petahana.
Karena suara petahana akan tetap solid dan kemenangannya sudah jelas membayang di depan mata, dia hanya butuh 50% + 1 ditambah ketentuan wajib 20 persen suara disetengah Provinsi di Negeri ini, cincaylah...itu masalah mudah.
Ayo #ABJ2019, mari kita suarakan dan dorong pertarungan Pilpres di 2019 dua calon, cukup antara petahana dan #ABJ2019.
Lagipula tiga putaran itu hanya membuang-buang waktu dan biaya.
Sebagai gambaran dari Pilpres 2014 yang lalu, KPU menganggarkan hampir 4 triliun untuk setiap putaran Pilpres.
Itu bukan jumlah uang yang sedikit, lebih baik dana untuk putaran ketiga kita gunakan untuk membeli sekop baru pengganti sekop lama yang sudah hilang dibanting Pak Lurah kemarin.
Opss...hampir lupa, sekalian Pak Lurahnya kita ganti yang baru juga.
Note: Tagar kita untuk ganti Lurah baru adalah #ABJ2019.
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews