Kunjungan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo ke negara-negara Asia Selatan, menarik untuk diikuti. Terutama kunjungannya ke negara Afghanistan, negara penuh konflik hingga saat ini.
Bahkan pengamat luar negeri mengusulkan, apakah perwakilan Taliban yang sekarang ini ada di Qatar dipindahkan saja ke Jakarta?
Usulan ini menarik untuk dikaji, karena bukankah dengan memindahkan perwakilan itu posisi Indonesia semakin rumit?
Kelompok Taliban dibentuk pada September 1994, mendapat dukungan dari Amerika Serikat dan Pakistan.
Yang menjadi permasalahan, Dewan Keamanan PBB mengecam tindakan kelompok ini karena kejahatannya terhadap warga negara Iran dan Afghanistan. Taliban dianggap melakukan berbagai aksi pelanggaran hak azasi manusia di Afghanistan.
Pemerintahan Taliban digulingkan oleh Amerika Serikat karena dituduh melindungi pemimpin Al Qaedan Osama Bin Laden yang juga dituduh Washington mendalangi serangan terhadap menara kembar WTC, New York pada tanggal 11 September 2001 bekerja sama dengan kubu Aliansi Utara.
Invasi ini dimulai pada bulan Oktober sampai dengan bulan November 2001 dengan secara mengejutkan sehingga pihak Taliban langsung keluar dari ibukota Afganistan, Kabul sehingga pihak Amerika relatif cepat dan mudah menguasainya.
Akan tetapi beberapa tahun setelahnya Americana Free Press mengungkapkan hal sebaliknya, yaitu keterlibatan CIA dan agen intelijen Israel, Mossad, dalam peristiwa serangan 11 September 2001 hanyalah skenario untuk mengakuisisi negara-negara arab, dalam hal ini Irak dan Afghanistan.
Ini belum lagi kita berbicara tentang masuknya Rusia yang dahulunya disebut Uni Soviet hingga menarik pasukannya dari wilayah itu. Saya menganggap, usul perwakilan Taliban di Jakarta perlu dikaji lebih mendalam.
Tulisan pernah dimuat di wartamerdeka.net
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews