Sekarang di Amerika, Islam tidak lagi ditampakan sebagai wajah yang kasar dan terbelakang, tapi Umat Islam berwajah teduh dan menyejukan
---ooOoo---
Episode : Dialog dan Kebersamaan
Kehidupan keIslaman di Amerika semakin semarak baik seiring membaiknya pola pikir masyarakat Amerika terhadap Islam itu sendiri. Meraka melihat, mencermati dan mendiskusi karakter keseharian Umat Islam yang menampakan kedamaian, jauh dari kata keras apalagi radikal.
Dalam satu kesempatan, Ustad Shamsi Ali, Imam Besar Masjid New York asal Indonesia, memimpin doa di tempat terbuka yang diikuti oleh ribuan jamaah. Setelah doa sang Ustad di colek oleh seseorang dari belakang dan dia berkata, “I’m Moslem too".
Dalam kesempatan lain, ada orang kulit putih yang menghujat Islam. Ustad Shamsi Ali mendengar dan melihat langsung peristiwa itu. Secara nuraniyah, tidak ada satupun Muslim yang tak terusik jika Baginda Rasulullah SAW dihina, dinistakan, tak terkecuali Ustad Shamsi Ali, Tokoh Muslim terkemuka di Amerika dan berasal dari tanah leluhur yang memiliki tradisi keIslaman yang kuat, Bulukumba Sulawesi Selatan.
Namun kala itu beliau merenung memikirkan seandainya saat itu Rasulullah hadir di tempat tersebut, apa yang akan Rasulullah lakukan. Akhirnya Ustad Shamsi Ali mendatangi orang yang menghujat Islam, sambil tersenyum mengenalkan diri bahwa beliau adalah seorang Muslim.
[irp posts="8971" name="Pesan Penting Imam Besar Masjid New York, Tokoh Pejuang Toleransi"]
Dan banyak lagi peristiwa yang mewarnai kehidupan kaum Muslimin di Amerika, yang sebagian besar dihadapi dengan santun dan bijak, termasuk kekerasan dan teror yang dialamatkan kepada masyarakat Muslim di sana.
Kondisi tersebut membuat masyarakat Amerika tersadarkan bahwa Umat Islam bukanlah warga Negara yang harus ditakuti, apalagi dimata-matai dan diintimidasi. Masyarakat Muslim merupakan sebuah keniscayaan, menjadi bagian resmi dari kehidupan Amerika itu sendiri.
Selain itu, intensifnya Ustad Shamsi Ali dan jajarannya membangun dialog dengan pemerintah Amerika, Tokoh dan Organisasi Agama lain hingga komunitas–komunitas lain menjadikan wajah Islam yang muncul di benak Masyarakat Amerika adalah wajah yang teduh dan menyejukkan menggantikan stigma masa lalu tentang Islam yang digambarkan dengan Orang Arab bersurban berdiri di dekat onta di padang pasir dengan pedang terhunus, sebuah penggambaran atau stigma bahwa Islam adalah Arab yang keras, terbelakang dan jauh dari kemajuan.
Masyarakat Amerika bantu Muslim
Kedekatan Masyarakat Amerika terhadap komunitas Muslim terlihat jelas ketika Islamophobia dimunculkan kembali, khususnya pada masa kampanya pemilihan presiden Amerika Serikat. Sejak awal kampanye hingga terpilih sebagai presiden, Donald Trump menebarkan rasa ketakutan dan kebencian kepada Islam. Puncaknya adalah dikeluarkannya "Executive Order" atau aturan melarang pendatang dari tujuh negara mayoritas Muslim untuk masuk Amerika. Keputusan pelarangan tersebut segera menyulut protes, tidak saja warga Muslim Amerika tapi meluas ke hampir sebagian besar unsur di Amerika.
[caption id="attachment_8993" align="alignright" width="439"] Muhammad Shamsi Ali (Foto: lampung-online.com)[/caption]
Keputusan pelarangan tersebut memicu ‘konflik’ di kalangan petinggi Amerika sendiri. Acting Attorney General atau Jaksa Agung Amerika menentang untuk melaksanakan keputusan pelarangan itu dan berakhir dengan pengunduran diri, lalu disusul pemecatan oleh Presiden Donald Trump. Pada akhirnya memang keputusan Trump (Executive Order) itu dibatalkan oleh Hakim Tinggi Amerika. Permintaan banding Trump ditolak kembali oleh Hakim Agung untuk kedua kalinya.
Dukungan dan solidaritas teman-teman non Muslim di Amerika tidak saja resistensi terhadap keputusan pelarangan Donald Trump terhadap Muslim dari tujuh negara itu. Tapi memang sejak lama ketika fenomena Islamophobia dan anti Muslim meninggi di Amerika.
[irp posts="8874" name="Islam Nusantara Ala Nahdlatul Ulama, Sebuah Kritik Historis"]
Pada hari minggu, 19 Februari 2017, bertempat di Times Square, New York, yang diikuti oleh ribuan orang Amerika Muslim dan Non Muslim, termasuk Walikota New York serta berbagai tokoh lain. Dengan mengibarkan bendera Amerika demonstrans meneriakkan “I am a Moslem too” atau “Today I’m Moslem too”.
Masyarakat Amerika menyatakan bahwa hari itu mereka merasakan bagaimana menjadi seorang Muslim yang mejadi obyek kebijakan Islamophobia. Mereka meneriakan bahwa hari itu mereka dalah seorang Muslim.
Buah yang manis. Ustad Shamsi telah memulai, bahwa menampakan Islam yang santun, cerdas dengan dasar dan rujukan Al-Qur’an berhasil menuai benih keberhasilan.
Salam ukhuwah
elha, pengamat social pinggiran.
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews