Pengakuan Bondan Winarno di Facebook sebelum Meninggal

Rabu, 29 November 2017 | 13:43 WIB
0
435
Pengakuan Bondan Winarno di Facebook sebelum Meninggal

Pakar kuliner yang juga presenter kondang Bondan Winarno meninggal dunia pada Rabu, 29 November 2017 pagi di Rumah Sakit Harapan Kita, Jakarta. Kabarnya, Bondan mengalami beberapa komplikasi penyakit yang ia sembunyikan sejak tahun 2005.

Dalam laman Facebooknya, Bondan menyampaikan permohononan maaf kepada komunitasnya atas apa yang selama ini disembunyikan dari mereka. “Mohon maaf bila selama beberapa hari ini saya menyembunyikan sebuah rahasia besar dari Anda semua. Saya ceritakan sejak latar belakangnya,” tulis dia.

Pada tahun 2005, Bondan dalam satu penerbangan dari SIN-JKT merasakan ujung-ujung jari kanannya kesemutan. Begitu mendarat di CGK, dia langsung meminta advis dari Dr. Sindhiarta Mulya dan oleh dokter itu disarankan menuju RS yang dekat dengan rumahnya untuk kemudian menjalani pemeriksaan MRI.

“Karena waktu itu saya masih tinggal di Bintaro, saya langsung ke RS Premier Bintaro. Eh, ternyata Dr. Sindhi sudah menunggu saya di sana. Setelah MRI, saya disarankan observasi di RSP Bintaro selama 3 hari,” tulisnya.

Pada waktu itu, ia mendapatkan kesimpulan bahwa tubuhnya sedang mengalami penyumbatan arteri jantung dan harus segera menjalani kateterisasi. Namun pada saat bersamaan di rumah sakit itu, seorang neurologist mengatakan kepada dirinya bahwa yang dia alami sama sekali bukan penyakit jantung. “Waktu itu, Saya mencari second opinion di RSPI. Kesimpulan sama: cardiologist bilang harus kateterisasi segera. Neurologist RSPI juga bilang: bukan masalah jantung,” tulis dia.

Bimbang dengan diagnosis antara bukan masalah jantung, Bondan akhirnya tak menjalani kateterisasi yang disebut-sebut harus dilakukannya segera. Waktu itu, dia mengaku hanya meminum Plavix (pil pengencer darah) untuk menghindari penyumbatan arteri. Setahun setelah minum Plavix terus-menerus, saya nyaris pingsan di rumah Yohan Handoyo setelah minum wines dan makan steaks masakan Adi Taroe,” tulis dia.

Namun, saat itu ia masih menganggap dirinya untuk karena rumah Yohan di Bogor tersebut dekat dengan RS Azra. Saat sampai di sana, seorang dokter yang berpengalaman di rumah sakit itu menenemukan sebuah diagnose: tekanan darah terlalu rendah krn darah terlalu encer. “Sejak saat itu saya ke HSC di Kuala Lumpur untuk annual check up. Di sana dikonfirmasi dengan MSCT bahwa saya memang tidak mengidap penyakit jantung,” kata dia lega.

Dia mengatakan, pada April 2015 pada saat dirinya melakukan Annual Medex di HSC KL, dokter di sana menemukan dilatasi (pengembungan) tahap awal pada oartanya. Menurut Dr. Soo, kata dia, penyakit tersebut dikenal dengan oarta aneutysm, yang perlu diawasa setiap tahunnya apakah membesar dan perlu tindakan operasi.

“Kata Dr. Soo, saya seperti membawa bom waktu yang setiap saat bisa pecah dan mematikan saya. Dr. Soo juga mengaku bahwa dia bukan ahlinya di bidang aneurysm. Bila perlu pembedahan, dia harus mengundang dokter bedah dari Jepang. Biaya diperkirakan Rp 600-700juta,” kata dia.

Pun begitu, Bondan tidak menyerah. Pada April tahun 2016 dia kembali membuat janji dengan Dr. Soo di HSC KL. Tapi, kata dia, waktu ia Dr. Soo yang malah dilarikan ke RS untuk menjalani sebuah operasi. Pada saat bersamaan, ia mengaku tak puas dengan info yang diberikan tim dokter yang menangananinya terkait aneurysm yang diidapnya.

Pada bulan April tahun 2017, Bondan lagi-lagi membuat janji bertemu dengan Dr. Soo, tapi ternyata waktu itu dia kembali sakit. Akhirnya dia memutuskan untuk jalan-jalan ke tempat adiknya di Penang. Di sana, kata dia, dirinya mengaku mendapatkan semacam pencerahan. “Kenapa saya pasrahkan masalah kesehatan saya kepada orang yang bukan ahlinya?” tanyanya pada dirinya sendiri.

Dr. Soo, kata dia, adalah salah satu ahli kateter di Asia, tapi bukan ahli aneurysm. Menyadari ada kesalahan tersebut, akhirnya Bondan segera berkomunikasi dgn Dr. Sindhi yang langsung saja membanjiri dirinya dengan berbagai info bagus dan penting. “Saya putuskan untuk mengikuti saran Dr. Sindhi,” tulisnya.

Pada bulan Juli 2017, ia sempat jalan-jalan dengan Dr. Sindhi di Tangerang yang diakhiri dengan makan siang kuliner Betawi di Mpok Kuni. Namun, Dr. Sindhi rupanya mengantar dirinya ke RS Siloam untuk kemudian dipertemukan dengan Dr. Iwan Dakota, ahli vaskuler, yang tak lain adalah adik dari Kapolri Tito Karnavian. “Saya bahkan disambut oleh Dirut RS Siloam Karawaci, sahabat Dr. Sindhi.”

Dalam pemeriksaan itu yang hanya menggunakan stetoskop, Dr. Iwan waktu itu menemukan masalah lain dalam tubuhnya, yakni katup oartanya bocor. Bondan diminta untuk segera ke Harapan Kita keesokan harinya untuk pemeriksaan echo. Dalam pemeriksaan itu echo di Harkit, dia mengaku bahwa 65 persen katup oartanya benar bocor. “Saya kemudian menjalani TEE (endoscopy) untuk mendapatkan 90 persen konfirmasi. Demikianlah, dalam waktu singkat tim dokter Harkit menemukan kelainan lain yang perlu segera ditangani,” tulis dia.

Dengan begitu, Dr. Iwan segera me-refer dirinya kepada tim bedahnya yang beranggotakan Dr. Vicky Alighiery Hartono, ahli bedah vascular lulusan Korea Selatan. Menurut Bondan, pemebedahan yang akan dilakukannya saat itu adalah pembedahan paling berat, rumit, dan sulit, berlangsung 5-6 jam. “Mumpung Pak Bondan sedang fit, kita lakukan segera, ya?” ajak Dr. Iwan waktu itu.

Septermber 2017 adalah hari yang melelahkan bagi Bondan. Saat itu dia harus menjalani dua operasi sekaligus. Pergantian katup oarta dan pergantian oarta yang telah mengalami dilatasi. Operasi yang berlangsung lima jam itu dinyatakan berhasil. Bondan siuman di ICU sore harinya dan dirawat selama 24 jam di ICU.

Dari ICU, dia dipindahkan ke Intermediary Ward. Normalnya, bila operasi berhasil, 24 jam sesudah di Intermediary Ward, maka akan dipindahkan ke kamar perawatan biasa. Dalam operasi besar seperti itu, tulis dia, ada 2 hantu komplikasi: 1. perdarahan, 2. aritmia (denyut jantung tidak beraturan).

“Saya terbebas dari perdarahan. Tapi, Sabtu dini hari saya kejang-kejang dalam tidur saya. Ternyata saya mengalami komplikasi aritmia. Saya dipasangi TPM (Temporary PaceMaker) sambil dimonitor penyebabnya (biasanya karena peradangan),” kata dia.

Komplikasi aritmia yang dialami Bondan ditangani Dr. Dicky Hanafy lulusan Jerman. Namun, karena setelah 72 jam tidak tampak progress dari TPM, Selasa siang Dr. Dicky memutuskan utk memasang TPM lain di pangkal paha. Terus terang, dia mengaku sangat ketakutan. “Miracle happens. Selasa malam, ketika perawat sdg mempersiapkan saya untuk didorong ke kamar operasi, tiba-tiba denyut nadi saya berirama kembali. Operasi dibatalkan. Saya lega setengah mati,” tulis dia.

Demikianlah semua kejadian yang dialami Bondan sang maestro kuliner Indonesia. Dia sempat membuka kunjungan dengan para sahabatnya untuk 10 orang di lobby Wisma Fits, di dalam komplek RSIB dan Harapan Kita untuk sesi Bezoeksutra (komunitas Jalan Sutra) pada Minggu, 8 Oktober 2017 lalu.

Sebagaimana ditulis CCO Selasar, situs berbagi pengetahuan, Arfi Bambani, Bondan Winarno sangat mengenal masakan padang karena pernah menghabiskan masa kecil di Kota Padang, sehingga sedikit banyaknya tumbuh dengan cita rasa masakan Minangkabau.

Bondan menurutnya bahkan sudah pernah meneroka masakan-masakan unik di Sumatera Barat, menjajal dendeng baracik di Solok sampai rendang lokan di Tiku, Sumatera Barat, kampung saya. "Khazanah pengetahuannya tentang masakan negeri kami jauh melampaui saya sekalipun," katanya.

Namun, fenomena Pak Bondan bukan fenomena Minangkabau saja, lanjut Arfi, dia adalah fenomena nasional di mana restoran dan rumah-rumah makan dengan bangga memajang fotonya saat berkunjung makan. Fotonya itu seolah-olah sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk kelezatan atau kenikmatan.

"Tak banyak anak-anak muda zaman now yang mengenal Pak Bondan sebagai seorang jurnalis. Karirnya sebagai jurnalis paripurna dengan sebuah buku hasil jurnalisme investigasinya yaitu Bre-X: Sebongkah Emas di Kaki Pelangi. Pak Bondan adalah jurnalis yang membongkar skandal emas Busang yang membuat Indonesia diperbincangkan dunia," kata Arfi lagi.

Dan pagi ini, 29 November 2017, Bondan Winarno telah berpulang. Berikut biodata Bondan Winarno yang berhasil di himpun oleh PepNews.com dari berbagai sumber:

Nama lengkap: Bondan Winarno

Tempat, tanggal lahir: Kota Surabaya, Jawa Timur, 29 April 1950

Pendidikan

- SD, Semarang (1962)

- SMP, Semarang (1965)

- SMA, Semarang (1968)

- Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro (Undip), Semarang (tidak selesai)

Karier:

- Staf Bank Dunia untuk Urusan Eksternal

- Juru Kamera Departemen Pertahanan dan Keamanan (1970-1971)

- Spesialisasi Komunikasi Perusahaan Periklanan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (1971-1973)

- Advertising Manager PT Union Carbide Indonesia (1975-1979)

- General Manager Sinar Harapan PT Sinar Kasih (1979-1983)

- Redaktur Pelaksana Mutiara PT Sinar Kasih (1979-1983)

- Direktur Utama PT Mitra Balita (1983-1987)

- Wakil Pemimpin Redaksi Majalah Swasembada (1985-1988)

- Board of Marketing Committee Ika Muda Group (1987-1997)

- President Mitra Inc., Los Angeles, USA (1989-1991)

- President Ocean Beauty International Inc., Sattle, USA (1991-1994)

- Konsultan External Affairs Bank Dunia, Jakarta (1998-1999)

- Executive Director the International Pharmaceutical Manufacturers Group, Jakarta (1999-2001)

- Pimpinan Redaksi Suara Pembaharuan, Jakarta (2001-2003)

- Penulis Kolom di berbagai media serta presenter TV (2003)

Kegiatan lain:

- Ketua Pelaksana Phinisi Nusantara Jakarta-Vancouver (1986)

- Ketua Pelaksana Konferensi Nasional Kesejahteraan Anak (1987)

- Pendiri Komite Kemanusiaan Indonesia (1998)

- Pendiri Komite Masyarakat Transparasi Indonesia (1998)

- Ketua Pelaksana Indonesia Forum (1998)

Keluarga:

- Yvonne (istri)

- 1. Marisol (anak)

- 2. Eliseo (anak)

- 3. Gwendoline (anak)

***