Niat Nurdin Halid Tarik Setnov dari Ketua DPR Itu Cuma Isapan Jempol

Minggu, 26 November 2017 | 10:56 WIB
0
490
Niat Nurdin Halid Tarik Setnov dari Ketua DPR Itu Cuma Isapan Jempol

Ketua DPR RI Setya Novanto dinilai telah melanggar sumpah dan jabatannya sebagai seorang ketua atau Pimpinan Dewan pada saat melaksanakan tugas dan kewenangannya. Novanto diduga kuat terindikasi melakukan pelanggaran Pasal 2 dan Pasal 3 kode etik DPR. Pasal 2 Ayat (2) tentang kepatuhan hukum dan pasal 3 terkait integritas anggota dewan.

Di samping itu, ia juga telah melanggar Pasal 81 Huruf (g) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) tentang kewajiban menaati tata tertib dan kode etik sebagaimana mana disebutkan dalam Pasal 237 dan Pasal 238 dalam UU MD3.

Ahli tata hukum negara, Bivitri Susanti menilai apa yang ditunjukkan Novanto kepada masyarakat ketika kabur dari rumahnya saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendatangi rumah Ketua DPR RI itu merupakan bobroknya etika seorang anggota dewan. “Bisa saja diberhentikan sebagai anggota dewan karena tidak melaksanakan tugasnya sebagai anggota dewan,” kata Bivitri seperti dilansir Kompas.com, Minggu 18 November 2017.

Karena itu, Bavitri menilai Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) seharusnya sudah bergerak cepat untuk menindak anggotanya yang melakukan pelanggaran sebelum masyarakat justru disesatkan. MKD, kata dia, seharusnya dapat memproses dugaan pelanggaran kode etik Novanto, bukan malah tidak melakukan apapun.

[irp posts="4278" name="Setya Kenakan Rompi Oranye, Kursi Ketua DPR Jatahnya Puan Maharani"]

Ia mengatakan, wacana publik (publik discourse) yang dimilik MKD harus terus digulirkan guna mendapatkan hasil. Misalnya, kata dia, dengan melaporkan pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi dan dokter yang menangani Novanto atas dugaan pelanggaran kode etik profesi. “Walaupun kita pesimis hasilnya. Tapi jangan berorientasi pada hasil. Kegilaan ini harus dilawan,” kata dia.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan Syarifudin Sudding mengatakan, pihaknya saat ini telah mendapatkan pandangan awal untuk menindak lanjuti indikasi pelanggaran yang dilakukan Setya Novanto sebagai Ketua DPR RI.

“Kalau boleh saya katakan, dengan ditahannya yang bersangkutan, kuat indikasi bagi kami di MKD bahwa telah terjadi pelanggaran sumpah dan jabatan, janji seorang ketua atau pimpinan Dewan pada saat melaksanakan tugas dan kewenangannya,” kata dia di Gedung DPR, Selasa 21 November 2017.

Sudding menilai, ditahannya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi KTP Elektronik oleh KPK membuat Ketua DPR itu tak lagi bisa menjalankan tugasnya sesusai sumpah jabatan. Novanto, kata dia, dikenakan Pasal 87 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) dan Pasal 37 Tata Tertib DPR.

Ia juga mengatakan, pelanggaran kode etik yang dilakukan Novanto bisa diproses oleh MKD tanpa adanya laporan dari masyarakat. Ia berkesimpulan bahwa, persoalan yang menjerat Novanto menyangkut institusi DPR. “Ini masalah ketua dan ini diberitakan banyak media, dan ini juga merespons desakan tentang suara-suara masyarakat yang ada di luar,” kata Sudding.

Namun, walaupun telah banyak desakan dari berbagai pihak untuk mengambil langkah cepat dan tepat terkait kasus Novanto, sikap MKD belum juga menghasilkan keputusan yang nyata. MKD justru menggelar rapat konsultasi terlebih dulu dengan seluruh fraksi.

"Ya ini kan dugaan pelanggaran etiknya menyangkut kelembagaan DPR dan pimpinan DPR. Lebih bagus kami minta pandangan fraksi-fraksi itu secara bersamaan gitu loh,"  ujar Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad, Jakarta, Rabu 22 November 2017.

[irp posts="3258" name="Akhirnya Dua Nurdin" Ini Harus Bertempur di Pilkada Sulawesi Selatan"]

Padahal, sehari sebelumnya, Ketua Harian Partai Golkar Nurdin Halid telah memberikan kepastian dalam rapat pleno Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar bahwa rapat tersebut memutuskan untuk menarik Novanto dari posisi ketua DPR RI. Sebab, posisi ketua DPR yang dipegang Novanto tak lagi bisa dijalankan karena sudah ditahan KPK.

“Hari ini pasti kita putuskan untuk menarik Pak Setya Novanto dari jabatan ketua DPR," kata Nurdin seperti dilansir Kompas.com di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Selasa 21 November 2017.

Nurdin mengatakan bahwa, bisa saja Golkar mengikuti azas hukum yang ada dan mengedepankan azas praduga tak bersalah hingga proses hukum terhadap Novanto bersifat hukum tetap.

Namun, kata dia, ada kepentingan lain yang lebih besar daripada itu. Adapun maksud Nurdin adalah, jabatan ketua DPR merupakan jabatan strategis untuk pentingan rakyat, terkait fungsi anggaran dan legislasi.

“Kita tidak mungkin membiarkan DPR, sekalipun di sana juga ada mekanisme dengan ada wakil ketua yang bisa melaksanakan, tetapi Golkar tidak mau menyandera,” kata dia.

***