Ulama Kultural Nahdlatul Ulama Lebih Memilih Prabowo

Senin, 10 September 2018 | 14:54 WIB
0
914
Ulama Kultural Nahdlatul Ulama Lebih Memilih Prabowo

Tidak semua ulama-kiai Nahdlatul Ulama (NU) itu sejalan dengan ulama struktural Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Buktinya, meski KH Ma’ruf Amin, Rois Aam PBNU, maju sebagai cawapres petahana Joko Widodo, tidak otomatis mendukungnya.

KH Imron Rosyadi, misalnya. Pengasuh Ponpes Al Mimbar Sambong, Jombang, secara terus terang mendukung paslon Prabowo Subianto – Sandiaga Uno. Dukungan itu disampaikannya saat Prabowo silaturrahim ke ndalem KH Hasib Wahab, Jum’at (7/9/2018).

Melansir Duta.co, pengasuh Ponpes Al Mimbar yang akrab dipanggil Abah Rosyad itu punya jawaban sendiri, mengapa ia harus menjatuhkan pilihan kepada Prabowo – Sandi pada Pilpres 2019 mendatang? Abah Rosyad menyebutnya sebagai pilihan lahir dan batin.

“Gubernurku Khofifah, Presidenku Prabowo. Ini bukan pilihan ujuk-ujuk, tapi sudah melalui renungan dalam, lahir-batin. Jatim kalau ingin maju, percayakan pada Bu Khofifah. Indonesia kalau ingin maju, keluar dari krisis, percayakan kepada Prabowo Subianto,” jelasnya.

Ditanya perihal alasan lahir batin, mantan pengurus GP Ansor Jatim ini, menegaskan bahwa secara lahir penjelasannya mudah dipamahi umat, tetapi ada pula reasoning yang hanya bisa dipahami orang-orang tertentu.

“Seperti disampaikan Pak Prabowo bahwa negeri ini salah urus, dan salah kelola. Kesalahan memang tidak bisa ditimpakan kepada Presiden Jokowi saja. Tapi, faktanya sampai detik ini, kita belum menemukan arah kebijakan politik maupun ekonomi pemerintah seperti keinginan para pendiri negeri ini,” jelasnya.

Masih menurut Abah Rosyad, hari ini, kita punya presiden, nyatanya, tidak lebih dari sekedar petugas partai. Menentukan wakilnya saja tidak kuasa. Dia harus patuh dan tunduk kepada pimpinan partai.

“Anda bisa bayangkan, kalau presiden kita petugas partai, maka seluruh urusan negara juga bersandar kepada kepentingan partai. Padahal, kita semua tahu, bagaimana mental politisi kita. Mengerikan bukan?” tambahnya.

Menurut mantan Ketua Tim Pemenangan paslon Khofifah Indar Parawansa – Emil Elestianto Dardak di Kabupaten Jombang ini, Indonesia butuh orang kuat, tegas, jiwa raganya teruji untuk NKRI, dadanya Merah Putih.

“Hanya orang yang berpihak kepada rakyat yang bisa menuntaskan persoalan negeri ini. Bukan politisi yang suka janji-janji kosong. Katanya tidak impor beras, nyatanya berjuta-juta ton beli ke luar negeri, padahal Bulog bilang gudang penuh. Ini dagelan macam apa? Maka, jangan kaget, kalau petani kita semakin merintih,” jelasnya.

Ditanya soal masuknya KH Ma’ruf Amin, Rais Aam PBNU sebagai cawapres Jokowi, Abah Rosyad bergeming. “Itu bukan keputusan NU, itu urusan pribadi, kepentingan politisi yang hanya untuk mengamankan partai. Warga NU sudah paham soal Khithah-26,” tegasnya.

Kiai Rosyad membuka sedikit alasan batin, mengapa harus mendukung Prabowo – Sandi. “Anda perlu tahu bahwa para pendiri NU ini, tidak merestui jamiyah NU dipakai untuk kepentingan politik praktis. Masih ingat Pilgub Jatim?” lanjut Abah Rosyad.

“Ini akan terulang pada Pilpres 2019, NU dijadikan alat kepentingan politik praktis. Mereka menghalalkan segala cara. Sekarang kembali kepada Anda, masih cinta NU atau tidak? Cinta NKRI atau tidak? Cinta bangsa Indonesia atau tidak? Itu saja,” tegasnya, serius.

Dilema Khofifah

Gubernur Jatim Terpilih, Khofifah Indar Parawansa memang berkali-kali telah menyatakan kalau dirinya mendukung paslon Jokowi – Ma’ruf pada Pilpres 2019. Tapi bukan berarti para relawannya, termasuk Muslimat NU, juga ikut mendukung.

Melansir Merdeka.com, pernyataan ini ditegaskan Khofifah saat diberondong pertanyaan oleh wartawan seputar dukungannya untuk Jokowi-Ma’ruf. “Tunggu-tunggu! Saya menyampaikan kalau saya berseiring dengan Pak Jokowi,” jawab Khofifah.

Hal itu disampaikan usai acara Selamatan Relawan Khofifah – Emil di JX International, Jalan A Yani, Surabaya, Sabtu (8/9/2018) siang. Namun, untuk menyamakan misi itu (dukungan ke Jokowi), jika masih butuh komunikasi secara intens dengan semua elemen relawannya ketika Pilkada Jatim 2018 lalu.

“Nah, relasi-relasi, aliansi-aliansi, afiliasi-afiliasi, tentu kita akan membangun komunikasi kembali. Interaksitas dan interaksi komunikasi itu akan ter-update ke teman-teman, insya’ Allah dalam waktu dekat,” katanya.

Menurut Khofifah, ia tidak bisa mengklaim bahwa semua relawan, termasuk Muslimat NU, merepresentasikan dukungan ke Jokowi-Ma'ruf. “Beri kesempatan saya untuk berkomunikasi dengan seluruh elemen-elemen Muslimat NU,” tegas Ketum PP Muslimat NU ini.

Khofifah memang harus piawai dan cerdas dalam menentukan sikapnya terkait Pilpres 2019 nanti. Meski sebelumnya, ia menyatakan dukungannya terhadap Jokowi pada Pilpres 2019, tapi sebagai Gubernur Jatim Terpilih, Khofifah harus mementingkan rakyatnya.

Alangkah eleknya jika Khofifah tidak “ikut-ikutan” menyatakan dukungan politiknya pada salah satu paslon. Pasalnya, begitu ia dinyatakan sebagai Gubernur Jatim Terpilih, setelah dilantik, Khofifah menjadi milik rakyat Jatim, bukan lagi milik parpol pengusung.

Sebelumnya, pasca dinyatakan sebagai Gubernur Jatim Terpilih, saat diwawancarai Kompas TV menyatakan dukungannya kepada Jokowi pada Pilpres 2019. Bahkan, Emil Dardak juga “sepakat” mendukung Jokowi pada Pilpres 2019 mendatang.

Bersamaan dengan Khofifah, Gubernur Jabar Terpilih Ridwan Kamil, secara terbuka juga sudah menyatakan dirinya bakal mendukung Jokowi pada Pilpres 2019. Dukungan Kang Emil kepada Jokowi untuk Pilpres 2019 mendatang adalah wajar.

Seperti halnya Khofifah, karena salah satu parpol pengusung Kang Emil, NasDem, adalah parpol pengusung Jokowi pada Pilpres 2019 mendatang. Semoga Gubernur Terpilih pada Pilkada Serentak 2018 lalu bisa menempatkan dirinya sebagai Gubernur Rakyat.

Mereka harus bisa menjadi contoh bahwa dirinya bukan lagi milik parpol pengusungnya, melainkan Gubernur Rakyat, bukan Gubernur Parpol! Sehingga, selama menjabat nanti, ia bukan lagi “petugas partai”, melainkan pemegang amanat rakyat!

Jangan ikut-ikutan menjadi Tim Sukses paslon capres-cawapres. Karena, salah satu paslon sudah cukup banyak mendapat dukungan dari pejabat Kantor Staf Kepresidenan, Menteri, bahkan, Wakil Presiden yang masuk dalam Tim Kampanye Nasional (TKN).

Di TKN sudah ada nama Moeldoko sebagai Wakil Ketua. Jusuf Kalla, Pramono Anung, Sri Mulyani, dan Puan Maharani sebagai Dewan Pengarah. Di Dewan Penasehat ada Airlangga Hartarto. Juga Juru Bicara Johan Budi. Mereka masih aktif sebagai pejabat negara!

Pendek kata, asupan “vitamin politik” sudah di tangan Jokowi-Ma’ruf. Haruskah perlu suplai asupan lainnya dari para Gubernur Parpolnya? Inilah yang perlu disikapi dengan cerdas oleh para Gubernur, bahkan Bupati/Walikota Terpilih pada Pilkada Serentak 2018 lalu.

***