Antara Petarung dan Penyatu, Ujian bagi Pemimpin Indonesia

Kamis, 23 Agustus 2018 | 20:21 WIB
0
763
Antara Petarung dan Penyatu, Ujian bagi Pemimpin Indonesia

Dunia terbelah oleh dua keutamaan sekarang ini. Di satu sisi, keutamaan petarung lahir dan berkembang. Di sisi lain, keutamaan penyatu juga tersebar di berbagai tempat. Di dalam kolomnya di New York Times, David Brooks menyebut kedua keutamaan ini sebagai keutamaan Athena (petarung) dan keutamaan Jerusalem (penyatu). (Brooks, 2018)

Keutamaan petarung adalah keutamaan kekuatan dan kekuasaan. Keberanian menjadi unsur utama di dalam keutamaan ini. Keberanian juga harus dibalut dengan kekuatan maupun kekuasaan yang besar. Tujuan utamanya adalah untuk mengalahkan musuh-musuh yang dianggap menganggu.

Sementara, keutamaan penyatu adalah keutamaan pencipta perdamaian. Segala perbedaan dicari titik temunya. Kedamaian dan ketenangan di antara berbagai perbedaan adalah tujuan yang ingin dicapai. Keutamaan penyatu penuh dengan welas asih dan sikap rendah hati.

Di dalam dunia yang ideal, kedua keutamaan ini berdampingan satu sama lain. Di hadapan musuh yang mengancam, keutamaan petarung muncul dan menjalankan tugasnya. Ketika mengelola hidup bersama, keutamaan penyatu muncul dan menjalankan perannya. Sayangnya, kedua keutamaan ini tidak seimbang sekarang ini.

Di Indonesia, keutamaan petarung berkembang pesat. Orang saling bermusuhan satu sama lain, terutama menjelang pemilihan umum ini. Isu agama dimainkan, bahkan dengan menginjak-injak kesucian arti agama itu sendiri. Saat ini, Indonesia butuh sosok penyejuk yang justru amat sulit ditemukan.

Di tempat lain, keutamaan penyatu berkembang tanpa arah. Sikap welas asih dan rendah hati memang baik di keadaan-keadaan tertentu. Namun, penindasan dan ketidakadilan tidak bisa dibalas dengan sikap diam dan menerima. Perjuangan untuk mengubah keadaan perlu untuk dilakukan.

Keutamaan petarung dan penyatu adalah baik di keadaan-keadaan tertentu. Kita membutuhkan kejernihan untuk tahu, jenis keutamaan apa yang sebaiknya diterapkan. Ketika keadaan penuh penindasan dan ketidakadilan, keutamaan petarung perlu muncul dan berjuang. Ketika konflik dan kebencian terlalu lama berkobar, keutamaan penyatu perlu tampil ke depan, dan mewujudkan perdamaian.

Siapapun pemimpin Indonesia di masa depan, mereka perlu untuk memahami hal ini. Di hadapan korupsi, radikalisme dan terorisme yang bernapaskan agama, seperti yang banyak tersebar sekarang ini, mereka perlu menjadi petarung yang berani dan kuat untuk melawan. Di hadapan kesalahpahaman yang memecah persatuan bangsa, mereka perlu menjadi penyatu yang lembut dan penuh welas asih.

Pemimpin yang bijaksana menari antara keutamaan petarung dan penyatu. Ia memainkan peran yang dibutuhkan oleh keadaan. Sikap terbuka, kejernihan berpikir dan kejelian melihat keadaan amat dibutuhkan disini. Semoga ini bukan harapan sia-sia.

***