Bukan Jokowi kalau tidak digoyang. Apapun gerak langkahnya selalu akan dicela lawan politik. Sebaik apapun langkahnya, pasti dinyinyirin. Dan lawan politik Jokowi pada Pilpres 2019 kali ini bukan lagi isu agama, akan tetapi “isunya emak-emak”...
Kemasan politik “Isu Emak-emak” ini bahkan sudah mulai resmi disemburkan melalui pidato resmi, pidato kenegaraan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan dalam Pembukaan Sidang Tahunan MPR 2018 di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis 16 Agustus 2018) lalu.
Pemerintah didesak agar menjaga harga-harga barang kebutuhan rumah tangga agar daya beli masyarakat miskin tidak tergerus. “Pak Presiden, ini ada titipan dari emak-emak agar harga bahan pokok terjangkau,” kata Zulkifli Hasan, dalam pidato resminya.
Celah Jokowi apalagi yang harus diserang di Pilpres kali ini. Korupsi? Tiada korupsinya Jokowi, kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD yang kini anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dalam acara diskusi Indonesia Lawyer Club (ILC) yang ditayangkan TV One pada 14 Agustus 2018 lalu. Bahkan kata Mahfud, anak-anaknya pun tak dilibatkan dalam bisnis politik negeri ini.
Mau menyerang pakai jurus agama apa lagi? Sudah tertepis dengan terpilihnya Ma’ruf Amin sebagai Cawapresnya Jokowi untuk Pilpres 2019. Sementara kubu lawan politik Jokowi, Prabowo, justru lebih memilih Sandiaga Uno yang “millenial dan disukai kaum ibu karena gantheng dan kaya rayanya”, sebagai Cawapres. Sebuah pilihan yang berlawanan dengan saran para ulama oposan Jokowi. Dalam sebuah pertemuan ulama (Ijtima Ulama), para ulama oposan menganjurkan agar Prabowo hendaknya memilih ulama sebagai pendampingnya.
Eh, ternyata malah Jokowi –yang pada Pilpres 2014 memainkan peran milenialnya- justru memilih ulama sepuh Ma’ruf Amin (75). Selain Ma’ruf Amin adalah ketua Majelis Ulama Indonesia dan Ketua Rois ‘Aam Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU), dia adalah juga pemimpin ulama yang ikut menjebloskan salah satu mitra politik Jokowi, Ahok Basuk Tjahaja Purnama ke penjara dengan label “penista agama”. Ma’ruf Amin adalah juga salah satu penggerak gerakan massal Persatuan Alumni (PA) 212...
Kalau di Pilpres 2014 gagal diserbu dengan isu Jokowi keturunan Cina, Jokowi keturunan PKI, dan bahkan Jokowi “anti Islam”? Kali ini pun tiada celah dirinya korupsi, termasuk anak-anaknya (tidak seperti beberapa pemimpin politik lainnya, mengerahkan kroni untuk berkorupsi). Apalagi merekrut ulama senior Ma’ruf Amin sebagai pendampingnya. Jurus serangan apalagi?
Nah..., giliran jurus “emak-emak” kini digulirkan. The Power of Emak-emak, kata kubu oposan. Tentunya emak-emak penyuka brondong gantheng sasarannya. Karena, Sandiaga Uno – yang rela melepas posisi Wakil Gubernur DKI yang baru setahun dijabatnya – adalah sosok millenial yang serba punya. Pendidikan luar negeri. Wajah? Gantheng meski tidak macho, bahkan suka pakai lip-balm. Tetapi, ia memiliki apa yang jadi idaman ibu-ibu – lelaki super kaya, dan trendy...
Isu emak-emak -pengganti jurus agama- dinilai efektif untuk jadi tombak penyerang bagi Jokowi, lantaran emak-emak ibu rumah tangga memang merupakan ujung tombak masyarakat. Tak hanya masyarakat kecil, akan tetapi juga ibu-ibu millenial adalah potensi untuk meraup suara masyarakat. Ini tentu pilihan cerdik...
Jangan remehkan emak-emak, hai “Pakdhe” Jokowi. Lantaran emak-emak ini mulutnya tajam. Telur, bumbu, beras, pangan dan bahan pangan, bahan sandang adalah makanannya. Tidak percaya? Belum lama ada demo emak-emak – yang tentu saja digerakkan politisi oposan –yang berteriak lantang: “Emang kita mau makan infrastruktur?”
Teriakan emak-emak yang “nggak doyan” infrastruktur ini tentunya untuk menepis ‘prestasi’ Jokowi membangun secara kilat, dalam empat tahun menyelesaikan berbagai proyek mangkrak pemerintahan sebelumnya, baik dari pembebasan jalan tol, pembangunan tol-tol baru, maupun pembangunan bandara baru yang tentunya duit sudah terkucur pada pemerintah sebelumnya. Jokowi bahkan tengah menyelesaikan 15 bandara baru pada awal 2019 ini. Tetapi harga telor naik pesat.
Apa jawaban kubu sebelah tentang infrastruktur? Suara lantang dari koalisi Prabowo, Partai Demokrat (melalui eks Menpora Roy Surya dalam sebuah dialog di televisi), bahwa “Jokowi hanya meneruskan program SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) meresmikan proyek pemerintah sebelumnya,” Artinya, tiada hal baru satupun yang dilakukan pemerintahan Jokowi selain meneruskan proyek infrastruktur SBY...
Ada lagi mantan Menteri Komunikasi dan Informatika, Tifatul Sembiring yang juga Anggota Majelis Syuro partai oposan, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menyuarakan keluhan ibu-ibu: “Harga-harga naik, makan telur ceplok pun sekarang nggak berani...” (Viva.co.id, 16 Agustus 2018).
Astaga. Muka Jokowi yang penuh pembangunan infrastruktur itu ditableg pakai telor ceplok? Emang emak-emak mau makan infrastruktur? Tanpa peduli, bahwa pada gilirannya nanti, transportasi telur yang mau diceplok itu juga perlu jalan mulus antar-kota?
Biar nggak gedubrak pecah ketika diangkut truk. Emak-emak nggak urusan dengan tol. Urusannya nontol saja..
Jokowi memang harus siap menghindar dari hujatan dan serangan telor ceplok dari Emak-emak....
***
Jimmy S Harianto, wartawan senior tinggal di Jakarta
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews