Menyembuhkan Penyakit Pendidikan yang Akut

Rabu, 15 Agustus 2018 | 20:32 WIB
0
615
Menyembuhkan Penyakit Pendidikan yang Akut

Anda terkena demam dan sakit kepala. Anda juga batuk, pilek, dan sakit saat menelan. Anda merasakan keluhan ini sejak 5 hari lalu. Apa yang akan Anda lakukan?

Anda mungkin langsung menggunakan parasetamol ketika demam. Karena Anda tahu, parasetamol adalah obat penurun panas, juga bisa meredakan sakit kepala. Anda menggunakan obat batuk sirup yang biasa digunakan ketika Anda merasa tidak nyaman dengan batuk pilek yang Anda alami. Anda malas ke dokter, jadi hanya menggunakan obat-obatan itu.

Namun, apakah itu cukup?

Perhatikan bahwa Anda merasakan keluhan itu sejak 5 hari yang lalu. Ini cukup untuk kecurigaan bahwa sakit ini bukan sakit karena virus, yang tidak perlu obat khusus untuk sembuh, hanya perlu obat seperti tersebut tadi untuk meringankan gejala. Bisa jadi sakit itu disebabkan infeksi bakteri.

Kasus ini, Anda harus ke dokter untuk pemeriksaan dan pengobatan lanjut, terutama untuk penggunaan antibiotik. Bahkan sebenarnya, kalau tiga hari demam, seharusnya sudah harus periksa ke dokter.

Anda tidak sedang mengobati penyakit Anda dengan cara begitu. Anda hanya mengobati gejalanya saja. Anda mungkin terbebas dari demam, pilek, selama beberapa lama. Namun, selama Anda tidak meminum antibiotik sesuai petunjuk dokter, Anda akan terus sakit. Gejala itu akan terus berulang. Mengapa? Ya karena bakteri yang menyebabkan sakit itu tidak ditangani.

Negara kita memiliki berbagai permasalahan. Terutama di bidang kesehatan dan pendidikan, dua bidang yang penting bagi kesejahteraan rakyat. Nah, di kedua bidang ini, pemerintah kita sering hanya berusaha menyelesaikan apa yang terlihat, namun tak menyelesaikan apa yang menjadi penyebab utama masalah tersebut. Parahnya, sudah orientasinya begitu, paket kebijakan yang dilakukan juga kurang tepat sehingga tak ada yang selesai.

Ambil contoh ketika pemerintah mencanangkan program Dokter Layanan Primer (DLP). Pemerintah saat itu menganggap bahwa pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan primer (contoh: Puskesmas) tidak prima. Dokter di sana dianggap tidak kompeten. Maka solusinya, dokter harus sekolah lagi, sekolah DLP.

Padahal, faktanya permasalahan di layanan primer lebih banyak karena kurangnya pemerataan sarana prasarana kesehatan. Ada puskesmas yang bahkan tidak punya dokter dan stetoskop. Obat-obatan, peralatan medis, seadanya. Mau dokter spesialis sejago apa pun, tanpa sarpras yang memadai, bisa apa?

Maka seharusnya alih-alih mendadak mencanangkan program DLP, pemerintah fokus pada pemerataan sarpras di layanan primer. Itu baru mengobati penyakit.

Penyakit yang muncul di pendidikan adalah rendahnya kualitas. Ranking PISA Indonesia selalu berada di bawah. Tingkat literasi masyarakat rendah. Menanggapi ini, pemerintah meningkatkan tingkat kesulitan soal UN.

Apa sih yang harus dibenahi? Pertama, sistem pembelajaran. Selama ini kebanyakan hanya mengajarkan 'kalau soal ini caranya begini', tidak mengajarkan konsep dasar materi. Siswa hanya diajarkan menghafal rumus, menghafal tipe soal dan cara cepat menjawabnya, namun tidak mengerti esensi materi pembelajaran. Kurikulum pun sering berganti-ganti, tanpa fokus untuk jangka panjang.

Selain itu, hampir sama dengan kesehatan, hampir tidak ada upaya serius dari pemerintah untuk pemerataan kualitas pendidikan. Kualitas SDM (guru dan siswa) belum rata, baru kali ini sistem zonasi diterapkan dan semoga bisa berdampak pada pemerataan kualitas siswa di setiap sekolah. Namun, untuk sarana prasarana pendidikan, sejauh ini pemerintah masih jalan di tempat juga.

Meningkatkan soal UN terlihat sebagai upaya mengobati gejala yang timbul (ranking PISA rendah, dsb) namun tidak mengobati permasalahan yang mendasarinya, yaitu amburadulnya sistem pendidikan kita. Toh, kenyataannya soal UN makin sulit, gejalanya tak sembuh juga kan?

Saya menunggu ada calon pemimpin yang berani memiliki visi jangka panjang, khususnya di bidang riset, pendidikan, dan kesehatan. Membuat program dengan pendekatan mengobati penyakit, bukan mengobati gejala. Semoga 2019 besok, presiden yang terpilih tidak hanya ambis berkuasa, namun juga ambis mengobati penyakit bangsa ini.

Dari pojokan kelas, 15 Agustus 2018

***