Kiai Ma'ruf, Sebuah Biografi Serba Singkat

Senin, 13 Agustus 2018 | 06:37 WIB
0
590
Kiai Ma'ruf, Sebuah Biografi Serba Singkat

Anda kaget, Mahfud MD kaget, banyak orang kaget. Saya tidak kaget, dan karena itulah sepanjang hari ini, saya tak menyambar kabar Jokowi-Mahfud MD di media sosial. Kenapa? Tak perlu saya ceritakan. Cukuplah kita sama-sama dengar alasan Jokowi yang disiarkan langsung di televisi tadi bahwa: "Kami saling melengkapi, Nasionalis-Religius."

Tapi mengapa Kiai Ma’ruf Amin, lelaki sepuh berusia tiga perempat abad itu?

Mari bedah melalui gelar-gelar yang tersampir di pundaknya.

Kiai Ma’ruf Amin adalah Rais Aam Nahdlatul Ulama, organisasi Islam terbesar negeri ini. Seorang Rais Aam, pemimpin tertinggi, jabatan yang diduduki pertama kali oleh sang pendiri NU, Kiai Mohammad Hasyim Asy'arie. Tak ada keraguan di dalamnya. Segenap kalangan NU bernaung di bawahnya.

Ia Ketua Majelis Ulama Indonesia, yang fatwanya pernah dibela dalam bentuk aksi berjilid-jilid di tanggal-tanggal cantik oleh -katanya- berjuta-juta umat.

Ia cucu langsung seorang Imam Masjidil Haram -masjid utama kaum muslimin, tempat Kakbah berdiri. Dalam perjalanan sejarah, dari Indonesia- setidaknya dari wilayah yang kini bernama Indonesia -- ada tiga ulama Indonesia yang pernah menjadi Imam Masjidil Haram.

Salah satunya adalah Syaikh Nawawi Al-Bantani alias Syekh Tanara. Dari namanya, ia jelas orang Banten. Ia lahir di Desa Tanara, Serang, Banten di tahun 1813 lalu merantau mencari ilmu sampai ke Mekkah.

Ia diangkat menjadi imam besar di Masjidil Haram di usia 45 tahun. Muridnya yang terkenal di negeri ini adalah K.H. Hasyim Asy'ari dan K.H. Ahmad Dahlan, dua ulama yang masing-masing mendirikan organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.

Nah, Kiai Ma’ruf Amin adalah cucu Syaikh Nawawi Al-Bantani alias Syech Tanara. Sampai kini, Kiai Ma’ruf masih mengasuh Pondok Pesantren An-Nawawi di Desa Tanara, Serang -- pesantren dengan ribuan santri yang namanya diambil dari nama sang kakek, Imam Masjidil Haram dari Indonesia.

Alasan lain terpilihnya Kiai Ma'ruf tentu dari kaca mata politik. Jokowi adalah politisi handal, padanya selain melekat idealisme seorang negarawan, juga pragmatisme seorang politisi yang perlu mengatur strategi kemenangan.

Begitu handalnya Jokowi, orang-orang jadi lupa, bahwa ia tak pernah kalah setiap kali terjun dalam kontestasi politik. Dua kali memenangkan pemilihan walikota, sekali di pemilihan gubernur, dan puncaknya jadi Presiden.

Ia memporak-porandakan elit Jakarta dengan gayanya yang sedikit kemayu, berbicara pelan dan santun, dan tak begitu pandai bersilat kata. Ia bisa menaklukkan partai-partai besar yang dulu berseberangan dengannya.

Lalu mengapa Kiai Ma’ruf yang sepuh? Ya karena sepuhnya itu.

Sang kiai tak akan menjadi duri dalam daging Jokowi karena kesempatan yang terbuka di akhir periode, tak membuat Muhaimin Iskandar dan PKB-nya lari dari koalisi, tak membuat Megawati Soekarnoputri khawatir soal nasib PDIP dan trah Soekarno di tahun 2024 nanti.

Lalu bagaimana cerita di balik layar Kiai Ma’ruf Amin jadi calon wakil presiden mendampingi Jokowi di Pilpres 2019? Saya juga ingin tahu.

***