Banyak yang terkejut dengan pilihan Presiden Jokowi menetapkan K.H. Ma'ruf Amin sebagai pasangannya untuk pemilihan presiden tahun depan. Tak ada yang mengira. Karena beberapa jam sebelum pengumuman justru nama Prof. Mahfud M.D. yang menguat.
Bahkan, Pak Mahfud kabarnya sudah fitting baju segala. Toh, Pak Mahfud rela bila seniornya di NU itu yang terpilih mendampingi Jokowi saat kontestasi pada pesta demokrasi lima tahunan di negara kita tercinta ini.
Menurut pendapat saya, pilihan Jokowi ini merupakan sebuah upaya untuk menghentikan politik "dagang agama" yang beberapa tahun ini menjadi identitas beberapa partai politik yang kehabisan ide bagaimana menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang hebat.
Politik "dagang agama" ini menjual kehidupan surga dengan 72 bidadari meskipun ketika hidup di dunia kita itu koruptor, doyan fustun, tukang sebar fitnah dan hoax, intoleran, dan jadi teroris yang meledakkan bom saat orang-orang sedang beribadah.
Para politisi yang kehilangan akal menjadi pemimpin di sebuah negara yang beragam dengan santainya menjual agama sebagai komoditas dengan harga murah. Kabar terakhir harganya cuma Rp500 miliar untuk satu kursi cawapres.
Lalu dengan entengnya petinggi partai itu bilang bahwa cawapres ini sebagai post-islamisme padahal cawapres yang membeli kursi itu tidak pernah mondok di pesantren bahkan lebih banyak menghabiskan waktu belajarnya di luar sekolah agama yang dianutnya.
Kita bisa belajar dari Pilkada DKI tahun lalu. Ketika Ahok, dengan label double minority yang oleh para politisi penjual agama dicap sebagai non-muslim dan non-pribumi, dibantai habis-habisan.
Pidatonya di-edit lalu diviralkan sebagai sebuah penistaan agama. Lalu butuh tujuh juta orang dari seluruh Indonesia demo berjilid-jilid ke Monas untuk menjatuhkan seorang Ahok. Klimaksnya: siapa yang memilih Ahok kalau mati tak akan di-sembahyang-kan.
Bayangkan kerusakan apa yang akan terjadi bila politik "dagang agama" pada Pilkada DKI tahun diulang lagi pada Pilpres 2019?! Ongkos perbaikannya pasti jauh lebih besar, sementara kita tahu output hasil Pilkada DKI itu cuma menelurkan orang yang menangani masalah sepele seperti Kali Item saja tidak mampu!
Dalam sebuah pertemuan sebelum pengumuman cawapres Presiden mengatakan bahwa politik "dagang agama" sungguh berbahaya. "Saya sudah menggandeng Kyai Ma'ruf Amin dan ulama-ulama lainnya dalam berbagai kesempatan acara. Saya juga sering main ke pondok-pondok pesantren. Tapi fitnah anti Islam tidak berhenti," ungkap Presiden Jokowi.
Jokowi mau tidak mau butuh sosok yang bisa menghentikan politik dagang agama agar ia dapat melanjutkan tugas besarnya menjadikan Indonesia Hebat. Pilihannya pada Kyai Ma'ruf Amin pun dapat diterima semua pihak, terutama oleh partai pengusung, partai-partai pendukung koalisi, dan ormas-ormas. Apalagi Kyai Ma'ruf memiliki kekuatan nyata sebagai pemimpin agama mayoritas dari kalangan yang selama ini terbuka dan akomodatif dengan seluruh lapisan masyarakat.
Dengan demikian pada saat kampanye dan debat kandidat Pilpres 2019 nanti fokus bahasan perdebatan adalah bagaimana mengejar ketertinggalan dari bangsa-bangsa lain dan mempercepat kemajuan Indonesia dengan program-program kerja yang membawa kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Bukan kampanye di rumah-rumah ibadah pakai spanduk-spanduk yang menakut-nakuti rakyat dengan ayat-ayat mayat.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews