Dilema Prabowo di Antara Dua Tekanan Besar; PKS dan Demokrat

Jumat, 3 Agustus 2018 | 09:54 WIB
0
383
Dilema Prabowo di Antara Dua Tekanan Besar; PKS dan Demokrat

Prabowo sangat dilematis, mau anggap persoalan di koalisi sebagai hal yang enteng, namun kenyataannya gak enteng. Menyatukan persepsi 4 Partai koalisi, yaitu Gerindra, Demokrat, PKS, dan PAN  dengan masing-masing ambisi, dan dengan harga mati, padahal tujuan berkoalisi adalah untuk menyatukan persepsi.

Salah-salah kelola -kasarnya Prabowo salah pilih cawapres- bisa-bisa ada "Poros Islam" dengan anggota koalisi PKS, PAN, PBB, dan PKB. Akhir-akhir ini PKB menunjukkan gelagat menekan terus Jokowi agar segera memilih Cak Imin. Katanya, dukungan kepada Jokowi baru akan diberikan setelah izin para ulama.

Berbagai upaya lewat pertemuan sudah dilakukan, namun jalan buntu pun sudah di hadapan. Maju tidaknya Prabowo tinggal menunggu kesepakatan, tapi tetap saja Prabowo yang harus memutuskan. PKS tetap berpegang teguh pada rekomendasi Ijtima GNPF, namun Cawapres PKS tersebut tidak berpengaruh besar untuk meraih dukungan kemenangan.

Demokrat dengan SBY nya jelas tidak Akan bisa menerima begitu saja rekomendasi tersebut, karena secara hitungan Politik sangat tidak menguntungkan. Biar bagaimana pun posisi cawapres harus memperhitungkan tingkat keterpilihannya, karena akan mempengaruhi elektabilitas Capres.

Tidak mudah mempersatukan Demokrat dan PKS, kalau PAN sih tidaklah menjadi persoalan, karena semua sudah tahu PAN kemana arah angin bertiup. Jalan tengah yang harus diambil Prabowo adalah, membujuk Ustadz Abdul Somad (UAS) untuk menerima rekomendasi GNPF. Atau sama sekali mengabaikan rekomendasi GNPF, itu artinya Prabowo menerima Cawapres Demokrat, dengan berbagai resiko.

Hitung-hitungan Politik itu adalah hitungan untuk menang, bukan cuma memilih Cawapres untuk menyenangkan hati banyak orang. Buat apa juga kalau cuma semua senang tapi kenyataannya kalah dalam pertarungan. Prabowo harus berani mengambil kebijaksanaan untuk memutuskan siapa yang layak menjadi Cawapresnya, sebab ia Juga harus berhitung kekuatan lawan.

Prabowo cuma punya dua pilihan, menerima rekomendasi Ijtima GNPF, atau menolaknya. Berhitung secara matang baik buruknya menerima atau menolak rekomendasi tersebut. Pilpres 2019 ini pertarungan terakhir bagi Prabowo, menang berjaya, kalah jadi Abu.

Tidak ada lagi peluang bagi Prabowo untuk maju di Pilpres 2024, karena itu bukan lagi Pilpres generasinya Prabowo.

***