Tradisi Karate (1): Kiprah Sabeth Mukhsin sampai Fauzan Noor

Sabtu, 28 Juli 2018 | 16:14 WIB
0
1247
Tradisi Karate (1): Kiprah Sabeth Mukhsin sampai Fauzan Noor

"Semua perguruan karate, awalnya berada dalam rumah yang sama, PORKI (Persatuan Olahraga Karate-do Indonesia)."

Jumat, 27 Juli 2018 ini, Banjarmasin ‘berkarate’. Sebuah perhelatan nasional karate digelar di Kota Bajarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel). Kejuaraan nasional karate Inkai (Institut Karate-do Indonesia) afiliasi FORKI (Federasi Olaraga Karate-do Indonesia) berlangsung pada 27-29 Juli ini.

“Sebagai organisasi karate tertua dan terbesar di Indonesia, Inkai harus memberi kontribusi nyata bagi perkembangan olahraga beladiri karate di Indonesia,” kata Ketua Pengurus Pusat Inkai, Letjen Agus Kriswanto saat pelantikan pengurus provinsi Inkai Jawa Barat di Markas Besar Angkatan Laut (Mabesal), Jakarta, akhir Juni lalu.

Selain pelantikan pengurus, atlet karate Inkai Jawa Barat juga melakukan pemusatan latihan di Mabesal. Mereka mempersiapkan diri untuk kejurnas Inkai di Banjarmasin.

Banjarmasin, pekan lalu hingga kini menjadi viral. Berita tentang karateka Fauzan Noor dari Federasi Karate-do Tradisional Indonesia (FKTI) memenangi kejuaraan kumite putra International Traditional Karate Federation (ITKF) di Praha, Republik Ceko, awal 2018 lalu.

Kemenangan Fauzan tentu saja sebuah kegembiraan bagi dunia karate, khususnya FKTI. Sebuah federasi karate yang didirikan Sabeth Mukhsin, DAN IX. Sabeth juga sebagai pendiri Inkai, bahkan salah satu yang membidani kelahiran FORKI (Federasi Olahraga Karate-do Indonesia).

Reuni

Kejuaraan nasional Inkai di Banjarmasin seperti reuni karate yang awalnya menyatu dalam ‘pohon’ Inkai. Inkai berdiri pada 15 Mei 1971. Para veteran karate Inkai yang tercatat sebagai majelis sabuk hitam (MSH) sejak 1971 hingga 1984, ijazahnya ditandatangani Sabeth sebagai ketua MSH Inkai.

Termasuk yang lulus ujian DAN pada 1985-2000, saat Sabeth Mukhsin membentuk Persatuan Karate Standar Indonesia (PKSI) pada 1985. Ia membentuk PKSI setelah Kongres FORKI di Lampung pada 1984. “Kami akan bertemu teman-teman lama di karate, seperti reuni,” kata Erwan Junuardi dari Korda FKTI Kalsel.

Cikal bakal Inkai, menurut Sabeth Muksin, diawali pada Pekan Olahraga Nasional (PON) VII 1969 di Surabaya. Bahkan semua perguruan karate, awalnya berada dalam rumah yang sama, PORKI (Persatuan Olahraga Karate-do Indonesia). PORKI berdiri pada 1964.

“Pada PON Surabaya tahun 1969 itulah ditampilkan karate tradisional sebagai ekshibisi oleh PORKI,” kata Sabeth (76 tahun) di sekretariat FKTI di Jalan Cibulan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (23/7) lalu.

Wawancara dilakukan setelah Sabeth pulang dari kantor Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) RI. Ia sebagai Ketua Majelis Karate Tradisional, bersama ketua umum FKTI Zudan Arif Fakrulloh, Sekjen FKTI Bachruddin diterima Menpora Imam Nachrawi.

Mereka mendampingi Fauzan Noor, dan pelatihnya, Mustafa dari FKTI Kalsel. Menpora memberikan hadiah pembinaan kepada Fauzan sebagai bentuk apresiasi pemerintah RI kepada Fauzan dan FKTI yang mengharumkan nama Indonesia di ajang turnamen internasional di Republik Ceko.

Lebih lanjut, Sabeth sebagai salah satu tokoh karate tertua di Indonesia, menceritakan. Sebagai perjanjian pemerintah Indonesia dan Jepang, dikirimkan sejumlah putra-putra terbaik Indonesia. Melalui seleksi ketat, sejumlah lulusan SMA dikirim sebagai mahasiswa di beberapa perguruan tinggi negeri Jepang.

Salah satunya, Sabeth Mukhsin, pemuda kelahiran Dompu, Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB, 13 Juli 1942. Pada 1962, ia diterima pada program studi manajemen, Fakultas Ekonomi Universitas Hitotsu Bashi, Tokyo. Universitas bergengsi di Negeri Matahari Terbit.

Sabeth mahasiswa angkatan ketiga. Angkatan pertama mahasiswa Indonesia yang dikirim sebagai bagian dari pampasan perang, di antaranya Ginandjar Kartasasmita. Pada 1962, Jakarta sedang menjadi pusat perhatian Asia, karena menjadi tuan rumah pesta olahraga bangsa-bangsa Asia, yakni Asian Games.

Setahun kemudian, Indonesia juga menjadi tuan rumah pesta olahraga negara-negara berkembang atau Ganefo (Games of the New Emerging Forces). Ajang olahraga yang didirikan Soekarno, sebagai tandingan olimpiade.

Ganefo menegaskan, politik tidak bisa dipisahkan dengan olahraga. Hal ini menentang doktrin Komite Olimpiade Internasional atau IOC yang memisahkan antara politik dan olahraga.

Pesta olahraga Ganefo dimanfaatkan JKA untuk memromosikan karate. Tim JKA, terdiri dari Masatoshi Nakayama, Enoeda, Kisaka, dan lain-lain, mendemontrasikan karate sebagai olahraga tradisional.

Mahasiswa Jepang

Setahun kemudian, berdiri PORKI, pada 10 Maret 1964. Baud Adikusumo yang pernah kursus di Jepang menjadi pelopor berdirinya PORKI. Ia juga berlatih karate Shotokan, seperti Sabeth Mukhsin. Awalnya Baud bersama Karianto Djojonegoro, Mochtar Ruskan, dan Ottoman Noeh mendirikan Jakarta Karate Club aliran Shotokan.

Pada 1965 berlangsung Pekan Olahraga Mahasiswa (POM). Tim karate mahasiswa Indonesia yang belajar di Jepang, hadir mendemonstrasikan karate di depan Presiden Sukarno, dan istrinya Dewi Sukarno, serta Panglima Angkatan Darat, Letjen Ahmad Yani.

Para mahasiswa itu menggunakan karategi (pakaian karate), antara lain; Sabeth Mukhsin, Koes Pratomo, Oloan, Suwito, Wono Sarono, dan Suwarto. Sabeth Mukhsin saat itu baru saja lulus ujian sabuk hitam DAN I JKA. Ia termasuk yang tercepat, meraih DAN I setelah menyeleaikan latihan selama 2,5 tahun.

Di sisi lain, ada juga mahasiswa yang belajar karate di jepang, seperti Setyo Haryono, Anton Lesiangi, dan Chairul Thaman yang juga mengembangkan karate di Tanah Air.

“Jenderal Yani merasa kagum dengan mahasiswa Indonesia yang belajar karate sampai tingkat mahir (sabuk hitam). Ia sampai turun dari mobilnya dan menyalami kami,” kenang Sabeth yang mempersunting gadis Jepang, Suraya Hiroko.

Tim karate tersebut diundang ke kediaman Kepala Staf ABRI Jenderal AH Nasution dan Ketua Umum pertama PORKI, Kolonel (Infanteri) Latif yang juga Komandan Brigif 1 Ibukota. Mereka diminta demonstrasi karate di Bandung, Solo, Yogyakarta, dan Semarang. Turut dalam demonstrasi Ottoman Noeh, Nico Lumenta, dan Bram Tanjung.

Ada pula orang-orang Jepang yang bekerja di Indonesia turut mengembangkan karate. Antara lain; Matsusaki (Kushinryu), Ishi (Gojuryu), Hayashi (Shitoryu), dan Oyama (Kyokushinkai).

Pada 1966, Indonesia sudah mengirimkan tim karate ke turnamen karate ke 9 JKA di Jepang. Turnamen bergengsi di dunia. Sabeth Mukhsin turun sebagai atlet dengan bendera Merah Putih.

Pada 1967, Sabeth menamatkan kuliahnya dan mendapatkan gelar sarjana ekonomi. Kemudian ditugaskan pemerintah Indonesia di Pertamina. Bukan cuma lulus kuliah saja, ia pun berhasil lulus ujian sabuk hitam, DAN II JKA. Ia beruntung, karena pelatihnya adalah Profesor Masatoshi Nakayama, kepala instruktur JKA.

Nakayama merupakan murid langsung dari Gichin Funakoshi. Funakoshi master beladiri yang menciptakan istilah karate. Funakoshi mengubah kanji Okinawa, yang semula disebut ‘tote’ yang berarti tangan Cina. Dalam kanji Jepang menjadi ‘karate’ artinya tangan kosong. (Bersambung)

***

Selamat Ginting