Sorban Ngabalin dan PT Angkasa Pura

Minggu, 22 Juli 2018 | 06:24 WIB
0
488
Sorban Ngabalin dan PT Angkasa Pura

Saya tidak tahu apa hubungannya Sorban Ngabalin dengan PT Angkasa Pura Satu.

Kalaupun misalnya kita semua mencoba berhusnudzon bahwa pengangkatan Ngabalin menjadi salah satu Komisaris di PT Angkasa Pura Satu bukan sebagai balas budi, lantas kira-kira alasan apa yang masuk akal menjadikan orang ini sebagai salah satu petinggi di Perusahaan Plat Merah yang mengurusi bandara dan pelayanan penerbangan untuk wilayah Indonesia tengah dan timur?

Saya merasa masih lebih masuk akal kalau Ngabalin menjadi Komisaris di PT Garuda Indonesia. Paling tidak kita masih bisa menghubungkan Sorbannya dengan kisah Karpet terbang ala Aladin, bukankah Aladin juga pakai sorban?

Mungkin dengan masuknya Ngabalin jadi Komisaris di Garuda, Sorbannya bisa menghentikan catatan jelek Garuda yang tahun lalu rugi hampir 3 triliun perak.

Kalau Aladin dengan bantuan Jin-nya bisa menciptakan keajaiban, saya yakin Ngabalin juga tidak kalah sakti dari Aladin.

Tidak usah kita cari siapa yang jadi Jin-nya Ngabalin. Tinggal pilih kalau mau model jin cakep ada Dilan. Mau model Jin jelek, si Adian masih hidup, kan?

Berulangkali saya membaca berita BUMN kita yang selalu merugi.

Lucu juga ya? Mosok Negara bikin Perusahaan kok bisa merugi terus-menerus? Ruginya malah sampai triliunan lagi setiap tahun.

Tolong sampaikan ke Menteri Rini Sumarno, uang segitu dikasih ke saya buat modal buka Perusahaan akan membuka lapangan kerja dengan 100.000 karyawan plus keuntungan 10 persen buat Pemerintah setiap tahun!

Seharusnya para Komisaris, Direktur, dan bila perlu menterinya Rini Sumarno itu datang ke Ujung Gang depan rumah saya.

Di ujung gang itu ada mbok Sari yang cuma jualan bermacam gorengan, mulai dari singkong, pisang, tahu sampai bakwan.

Angkringannya bahkan masih menyewa tempat di halaman rumah orang dan dia harus bayar bulanan.

Rugi...?

Ngga tuh. Bahkan setelah berkali-kali tepung, minyak sampai pisang harganya melonjak naik-turun di pasaran, mbok Sari tetap bisa untung dan menyekolahkan anak dari jualan gorengan.

Mbok Sari memang pernah cerita, usahanya rugi dan hampir kolaps ketika dua keponakan suaminya datang dari kampung dan diperbantukan. Tapi mereka tidak tahu kerja kecuali senyam-senyum menggoda pelanggan. Mereka memang tidak bersorban, tapi harus tetap digaji bulanan, bukan?

Akhirnya mbok Sari mengambil sikap tegas. Tidak perduli keponakan suami sendiri karena tidak berguna dan tidak bisa bekerja, ya pecat.

Usaha gorengannya pun kembali normal dan membukukan keuntungan buat makan dan menyekolahkan anak.

Mungkin kisah BUMN kita juga sama. Terus merugi karena banyaknya orang titipan yang sama sekali tidak punya kemampuan kecuali jual tampang dan jual sorban.

Bedanya para Direktur dan pengelola BUMN kita tidak bisa asal pecat atau menolak para komisaris titipan. Singkatnya BUMN kita memang diplot buat menampung para politisi dan relawan "berprestasi", jadilah BUMN kita jadi bancakan.

Saya jadi teringat saudara tuaku yang berjanji tidak akan bagi-bagi kursi dan jabatan.

Kita tertipu...

***