Apa salahnya bermimpi? atau apa salahnya mempunyai impian? Dua pertanyaan ini selalu ada didalam kehidupan umat manusia. Saya termasuk yang sering bertanya kepada banyak kawan mengenai mimpi dan impian. Kawan-kawan yang sering ngopi, seringkali bertanya arti mimpi mereka. Ah... itu bunga tidur, itu jawaban standar saya. Saya bukan ahli primbon yang bisa menafsirkan mimpi. Mimpi buat saya tetaplah berbeda untuk tiap orang.
Berbeda lagi dengan mimpi Nabi Yusuf, sewaktu kecil Yusuf pernah bermimpi sebelas bintang, matahari, dan rembulan. Semua sujud kepadanya. Dia pun menceritakan mimpi itu kepada ayahnya. "Wahai, Ayah! Sesungguhnya saya bermimpi melihat sebelas bintang dan matahari dan rembulan. Saya melihat semuanya sujud kepada saya." (QS Yusuf {12}:4).
Yusuf merupakan buah kasih atau anak dari Yakub dan Rahel, yang mengalami serangkaian proses pembentukan dan persiapan dari Allah untuk menjadikan dia pemimpin dan penyelamat bagi bangsa Israel dan bangsa-bangsa lain. Yusuf menjadi orang kedua atau orang kepercayaan dalam Istana Raja Firaun dengan jabatan Perdana Menteri/Mangkubumi/Pangeran Mesir/Raja Muda.
Awal mulanya pada usia 17 tahun, ABG (Anak Baru Gede) lho alias Usia Sweet Seventeen, Yusuf bermimpi dan menceritakan mimpi-mimpinya pada semua saudara-saudaranya bahwa mereka semua akan sujud menyembah kepada Yusuf termasuk ayah dan ibunya. Itulah cerita mimpi Nabi Yusuf yang sangat terkenal, bisa ditemukan di Al-Quran maupun Alkitab.
Pilkada serentak 2018 sebagaimana layaknya sebuah Pesta Demokrasi di Indonesia, sudah selesai pelaksanaannya, meriah, seru, dibumbui berbagai macam atribut dari PPS, ada TPS bola, TPS hantu, begitulah kreativitas anak bangsa.
Setelah quick count tayang, muncullah reaksi dari para peserta. Ada yang legowo, yang menerima, ada yang masih ngotot, ada yang mulai sebar hoax juga. Biarlah ini berjalan sebagaimana mestinya. Kalau hasil putusan final dari KPU nanti ngak disukai, ada proses berikutnya yang bisa dijalankan. Gugatan. Ya begitulah seharusnya pendidikan yang berjalan. Pendidikan berpolitik sehat dan waras. Inilah mimpi pertama saya.
Masa sekarang ini adalah masa seru berikutnya, yaitu pendaftaran Calon Anggota Dewan yang Terhormat, baik itu DPRD tingkat 2, DPRD tingkat 1 maupun DPR Pusat sampai 17 Juli 2018, dan bisa dipastikan hampir semua dari 14 Partai Politik peserta Pemilu mendaftarkan calonnya di hari Penutupan. Selalu begitu.
Ngak berubah, 4-17 Juli 2018 kelamaan, kasih waktu 1 hari sajalah tanggal 17 Juli 2018, atau kalau ngak mau repot dibagi saja 2 hari pendaftarannya. Ini mimpi saya yang kedua, terpilihnya caleg yang bersih, cinta Indonesia, sanggup membangun Indonesia, bukan jadi pemakai rompi orange.
Sudah 2 mimpi, sudah banyak kan. Ah... belum, masih tersisa 1 lagi mimpi. Mimpi dihapusnya "Presidential Threshold", dijadikan 0%, bukan 20 persen seperti yang berlaku sekarang ini.
Kalau dilihat lagi ke belakang, sebenarnya apa susahnya sih, atau apa sih keberatan dari Mahkamah Konsitusi (MK) mengabulkannya. Alasan saya sih sederhana saja, kala saya mau jadi Presiden, kan ngak perlu juga melobi partai, sibuk kumpulin KTP segala. Kalau program atau ketenaran kurang 'kan otomatis juga ngak akan terpilih. Yang mau memilih saja tidak kenal. Itu dasar pemikiran sederhana saya.
Coba lihat saja sekarang, partai-partai yang ber-kursi di DPR mulai kutak katik angka, macam undian SDSB jaman dulu, partai A sama partai B, terus partai C D E gabung, dan macam-macam kombinasi lain. Logika berpikir sederhana kita coba dipakai, anggota Dewan terpilih nanti, kalau mengacu pada timeline yang diberikan oleh KPU, tidaklah mungkin partai-partai itu sesuai komposisi Presidential Threshold lagi. Ini jadi mainan lobi-lobi partai. Tugas MK hanya sahkan saja jadi 0%, beres, ngak ribet lagi.
Siapa mau maju jadi Presiden boleh, syaratnya sehat jasmani rohani. Dalam gugatan pertama awal tahun ini, putusan MK juga tidak bulat, ada 2 hakim MK yang berbeda pendapat.
Saya kutip bagaimana Hakim Suhartoyo berujar, "Bahkan, Amerika Serikat yang juga menggunakan sistem presidensial sama sekali tidak mengenal aturan ambang batas dalam pencalonan presiden dan wakil presiden. Negara Amerika Latin yang juga menggunakan sistem presidential dengan sistem kepartaian majemuk seperti Indonesia juga tidak mengenal presidential threshold".
Kalaupun misalnya akan muncul ratusan orang yang mau terkenal dengan maju jadi calon Presiden, tinggal diubah saja persyaratannya. Bisa saja ditambahkan misalnya batas atas umur capres dibuat 92 tahun, supaya bisa seperti Malaysia, atau dikasihlah kesempatan menjadi capres atau cawapres boleh menjadi 3 kali, supaya SBY dan JK bisa maju. Ehem... begitu ya.
Kalau cuma Jokowi dan Prabowo saja seperti sekarang ini, malah mengesankan, apa ngak ada manusia lain yang bisa memimpin Indonesia?
Sekarang proses gugatan sedang berjalan. Biarlah nanti hakim MK yang menjawab mimpi saya ketiga. Capres Alternatif yang akan muncul, yang Cinta Indonesia, Mandiri, NKRI Garis Lurus, Terpercaya.
Semoga.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews