Gubernur NTB Tuan Guru Bajang(TGB) Zainul Majdi mengeluarkan pernyataan yang cukup mengagetkan yaitu mendukung Presiden Jokowi untuk dua periode.
Alasannya menurut TGB Zainul Majdi yaitu demi maslahat yang lebih besar dibanding mudarat dengan mendukung Jokowi untuk maju dua periode. Kalau satu periode akan menimbulkan stagnasi di dalam banyak program pembangunan infrastruktur, termasuk di antaranya yang sedang berlangsung diwilayahnya , Nusa Tenggara Barat.
Tetapi dampak atau akibat dukungan politik TGB Zainul Majdi kepada presiden Jokowi telah menimbulkan guncangan di kalangan simpatisan atau pendukungnya. Belum sampai tsunami sih, namun tidak sedikit di antara mereka mereka yang mengalami "kram otak" secara mendadak.
"Kram otak" di sini maksudnya kecewa berat atas pernyataan TGB sehingga bicara pun tidak terkontrol. Banyak yang kecewa dan kemudian menuduh TGB sebagai oportunis politik. Hilanglah rasa kagum yang dulu sering di dengung-degungkan oleh pemujanya. Tapi, ada juga yang berpikir bahwa semua itu hak TGB dan ia tetaplah seorang ulama.
Banyak yang menuduh TGB Zainul Majdi mengkhianati aspirasi umat Islam karena mendukung presiden Jokowi yang dianggap sering mengkriminalisasi ulama. Banyak umat Islam yang dulunya memuja-muja TGB sebagai calon presiden masa depan mewakili umat Islam, berubah mencela, nyinyir, bahkan ada yang memaki-maki kepada yang bersangkutan. Hal itu dilakukan oleh orang-orang yang dulunya memuja-mujanya, bukan oleh orang-orang yang dari awal tidak suka kepadanya.
TGB Zainul Majdi bukan hanya sebagai seorang gubernur tetapi dianggap sebagai tokoh agama atau ulama oleh para pengagumnya atau simpatisannya.
Bahkan ada yang berharap TGB semoga mendapat hidayah akibat keputusannya tersebut. Banyangkan, orang sekaliber TGB yang mendapat gelar doktor ilmu agama dari Al-Azhar Mesir dan hafiz Al-Quran hanya gara-gara mendukung Jokowi untuk dua periode, padahal Jokowi juga seorang muslim, masih didoakan supaya mendapat hidayah. Seakan-akan keputusan TGB ini keputusan yang salah. Padahal dalam politik wajar dan sah-sah saja.
Bukan hanya pengagum TGB yang kecewa atau hilang respeknya, tetapi tokoh-tokoh partai politik seperti PKS, PBB, PAN juga kaget mendengar keputusan TGB ini. Mereka menuduh TGB mencari atau bermanuver untuk mencari jabatan atau kekuasaan. "Biarlah umat mencatat dengan baik," kata seorang tokoh partai politik.
TGB Zainul Majdi adalah kader Demokrat dan tentu TGB tahu risiko yang diterima dari keputusan mendukung Jokowi untuk dua periode. TGB sendiri sudah siap dengan segala resiko akibat keputusannya tersebut jika Demokrat akan memberikan sanksi kepadanya.TGB beralasan sebagai putra daerah ia merasa perlu untuk mendukung Jokowi.
Dan TGB juga membantah kalau dukungan kepada presiden Jokowi dilatarbelakangi oleh deal-deal politik tertentu dan demi kemaslahatan umat dan bangsa.
[irp posts="18116" name="Menyikapi Pilihan Politik Tuan Guru Bajang"]
Sekedar informasi, pada Pilpres 2014 TGB mendukung Prabowo dan itu dibuktikan dengan kemenangan suara Prabowo yang mencapai 70% di NTB. Kalau sekarang TGB mendukung Jokowi tentu sebagai tokoh agama dan tokoh putra daerah, bisa jadi pada Pilpres 2019 suara untuk Jokowi akan meningkat.
Tentu sebagai tokoh agama atau ulama yang terjun dalam dunia politik tidak akan bisa memuaskan banyak pihak, termasuk di mata para pemujanya atau pengagumnya. Mustahil ia bisa mencitrakan dirinya bersih dari percikan atau kotoran di jalanan. Nama besarnya tidak akan selalu harum, bisa jadi nama besarnya akan bau anyir. Beda dengan tokoh agama atau ulama yang tidak terjun dalam dunia politik.
Janganlah memuja-muja seseorang yang saat ini nampak sempurna karena bisa jadi orang yang dipuja-puja itu akan dicaci-maki dan dihempaskan dalam kubangan jalanan. Bahkan ia dianggap sebagai pengkhianat.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews