Mempertimbangkan #2019GantiPresiden, Stop atau Lanjut?

Senin, 2 Juli 2018 | 23:07 WIB
0
588
Mempertimbangkan #2019GantiPresiden, Stop atau Lanjut?

Lanjuuut...!!!

Ketika tulisan ini dibuat, quick count pilkada Jawa Barat belum selesai. Tetapi perolehan suara pasangan nomor 3, Ajat - Syaikhu mencapai 29%. Capaian yang di luar perkiraan banyak orang.

Perolehan ini ada pengaruhnya dengan gerakan #2019GantiPresiden. Begini analisanya...

Hanya satu calon yang dianggap representasi cita-cita #2019GantiPresiden, dari 4 calon yang berlaga di Pilkada Jabar tahun ini. Yaitu Ajat-Syaikhu, nomor urut 3. Paslon nomor 2 bahkan terang-terangan bersorak "Hidup Jokowi" ketika debat. Paslon lain diusung partai pendukung Jokowi. Tetapi di tataran pemilih sebenarnya belum tentu mereka ikut pilihan partai.

Ketika pasangan yang dikenal dengan singkatan Asyik itu "ditempeli" slogan #2019GantiPresiden, sebenarnya saya was was. Pasangan ini elektabilitasnya rendah sekali. Nanti bisa bumerang. Kalau kalah, gerakan #2019GantiPresiden akan jadi cemoohan.

Ternyata kekhawatiran saya salah. Justru fenomena perolehan suara pasangan tersebut membuktikan taring gerakan yang digulirkan oleh Mardani Ali Sera.

Pertama kali booming sebagai representasi jargon #2019GantiPresiden adalah pada insiden debat pilkada tanggal 14 Mei 2018. Saat itu Sudrajat memberi closing statement: "Pilih nomor tiga Asyik (Sudrajat-Syaikhu). Kalau Asyik menang, Insya Allah 2019 mengganti presiden." Yang kemudian direspon oleh Syaikhu dengan mengangkat sebuah kaos bertuliskan '2018 Asyik, 2019 Ganti Presiden'. Sontak ricuh lah Gedung Balairung UI malam itu.

Sejak saat itu timses Asyik serta netizen membawa serta gelombang #2019GantiPresiden yang sudah viral sebelumnya di setiap kampanye Ajat-Syaikhu, di dunia maya dan nyata.

Perlu diingat, sebulan sebelum debat pilkada, perkiraan suara dalam survei menunjukkan angka yang jeblok untuk Asyik. Saya ambil satu survei saja, yaitu Indobarometer yang merilis hasil pemetaannya pada tanggal 19 April 2018.

Detik melansir: Pasangan Ridwan-Uu berhasil memperoleh suara sebesar 36,7 persen dalam pertanyaan tertutup simulasi surat suara. Perolehan suara itu kemudian disusul oleh pasangan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi sebesar 31,3 persen, Sudrajat-Ahmad Syaikhu 5,4 persen, dan TB Hasanuddin-Anton Charliyan 3,4 persen. Sementara itu, sebanyak 23,3 persen responden belum/tidak memilih.

Angka 5% sangat sulit diharapkan untuk kontestasi demokrasi yang berselang 2 bulan lagi. Hasil survei lain mirip-mirip. Pasangan ini terancam dipermalukan.

Lagi pula, siapa sih yang kenal Mayen Sudrajat? Siapa yang kenal Ahmad Syaikhu? Nama mereka jelas kalah jauh populer dibanding artis Deddy Mizwar dan Walikota Bandung Ridwan Kamil. Memang dari awal banyak yang pesimis dengan pasangan yang diusung Gerindra, PKS dan PAN tersebut.

Tapi sejak pertengahan Mei, setelah debat yang menghebohkan itu, ke akhir Juni ketika pencoblosan dilakukan, rupanya suara Asyik terkatrol lebih dari 5 kali lipat!!! (Berdasarkan quick count terkini) Berkat "mendompleng" gerakan #2019GantiPresiden.

Jelas ini adalah suatu yang booming bila kamera bisa dihadapkan ke fenomena ini dengan sudut yang pas. Rupanya slogan #2019GantiPresiden sangat sakti.

Sebenarnya saya penasaran dengan pilkada Jabar. Kalau diundur 3 bulan lagi, akan bagaimana konstelasinya?

Saya rasa kalau pun pasangan ini kalah di pilkada yang digelar 27 Juni 2018, paslon yang mengalahkannya itu menang karena "saved by the bell".

Simpatisan gerakan #2019GantiPresiden bisa semakin percaya diri sekarang. Paslon modal cekak popularitas saja bisa sebegitu mengejutkan. Apalagi bila yang diusung untuk pilpres 2019 nanti yang pernah punya modal 48% pada 2014 lalu, atau bahkan 58% di pilgub Jakarta kemarin.

Ditambah wakilnya yang sudah 2x menang pilkada Jabar dan punya segudang prestasi membanggakan selama memimpin Jawa Barat 2 periode barusan.

Saya yakin gerakan ini akan sukses.

***

Zico Alviandri