Ketika Keburukan Diternakkan

Minggu, 1 Juli 2018 | 21:02 WIB
0
446
Ketika Keburukan Diternakkan

Bangsa ini memasuki fase pendewasaan yang terlambat, usia menua kelakuan pancaroba. Ibarat rumah tangga ada pola asuh yang salah dalam proses pembentukanya. Tahun 1945 merdeka, masih diganggu agresi belanda. Tahun 1955 pemilu pertama ulur tarik kepentingan mulai terasa bersamaan adanya pemberontakan yang mengganggu kesetabilan negara.

Tahun 1965 bencana nasional luar biasa, PKI menjadi alat propaganda, jutaan nyawa sesama saudara jadi tumbal sia-sia. Soeharto berkuasa katanya ada tangan Amerika dibelakangnya. Yang pasti 32 tahun kita dididik dengan jalan yang licik. Keluarganya, kroninya, piaraannya semua kaya. Kita yang merana.

Mental menjadi dangkal, silih berganti presiden tidak terlalu bermakna. Hanya saat SBY berkuasa 10 tahun kita diajak bernostalgia 90% gaya orba kemasan agama. Kepintarannya hanya subsidi dimana-mana, yang lainnya mangkrak semua.

Sekarang dia cuap-cuap seolah-olah dia pernah benar saat dia berkuasa. Benar pasti ada tapi nilainya tidak terasa. Ibarat minum kopi gak jelas rasanya tau-tau digigi kita nyangkut ampasnya. Ternyata meburukan itu telanjur menjadi budaya

Tahun 2014 Jokowi memenangi kontestasi, membawa perubahan yang luar biasa berarti. Berjalan di atas duri caci maki, menapaki niat dan janjinya kepada bangsa dan negaranya. Keluhuran akhlak dan akal budinya mengalahkan terpaan ketidaksukaan dari lawan yang memposisikan dirinya bak Tuhan dan Jokowi dianggap setan, hanya demi kekuasaan dan balas dendam.

Terus... akankah sosok seperti itu yang akan disebut pahlawan sekaligus negarawan. Hanya manusia yang cacat jiwa yang mau mendengarnya. Sayang faktanya memang banyak yang jenisnya sama.

Kontra opini ini dibangun untuk membuat kebohongan, kebejatan, kesalahan menjadi biasa. Dan pada saatnya akan terbentuk budaya pembenaran, bahwa yang dikatakannya dipaksa menjadi fakta.

Sebanyak 63 juta suara pada Pilpres 2014 memilih Prabowo-Hatta. Apakah mereka tetap di sana atau telah sadar kebenaran yang dilakukan Jokowi. Atau yang dulu bersama Jokowi malah pindah ke lain hati karena mereka lebih suka fiksi dari pada fakta yang ada.

Kita yang waras harus tetap terjaga. Membiasakan yang benar, bukan membenarkan yang biasa. Karena Keburukan yang dibiarkan akan merusak kejiwaan.

Indonesia harus tetap dijaga jangan sampai dirusak kaum durjana. Mari Jokowi saja, jangan pernah berubah. Jadilah lebah penghasil madu, jangan rubah pemakan madu.

***