Menanti Akhir Cerita Pasangan "Unyu-unyu" yang Kena KO Kotak Kosong

Sabtu, 30 Juni 2018 | 23:49 WIB
0
801
Menanti Akhir Cerita Pasangan "Unyu-unyu" yang Kena KO Kotak Kosong

Dalam pilkada serentak yang baru saja dilaksanakan pada 27 Juni kemarin ada 16 pasangan calon tunggal di tingkat kabupaten dan kota. Sebagai contoh: Tangerang, Kota Tangerang dan Kota Makassar.

Biasanya terjadinya calon tunggal dalam pilkada adalah karena petahana gubernur, bupati atau walikota yang ingin maju untuk periode kedua terlalu kuat untuk bisa dikalahkan. Karena perhitungan yang rasional maka banyak calon yang tidak berani melawan atau mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Mereka cenderung menunggu sampai jabatan habis dua periode dari sang petahana. Pragmatis.

Dalam aturan calon tunggal yang sudah ditetapkan Undang-undang, petahana melawan kotak kosong dan kalau kotak kosong yang unggul maka berakhirlah jabatan sang kepala daerah. Tetapi kalau bisa mengalahkan kotak kosong, maka jabatan periode kedua akan berlanjut.

Hanya kalau yang menang kotak kosong, maka untuk mengisi jabatan sementara adalah seorang Plt, pelaksana tugas. Dan calon tunggal yang kalah bisa mencalonkan lagi pada pilkada berikutnya. Begitu garis besar aturannya.

Ada yang menarik dalam pilkada serentak 2018 kemarin soal calon tunggal yang sifatnya kasuistik atau case yang tidak sama. Sebagai contoh: calon tunggal kota Tangerang dan Tangerang terjadi karena sang petahana terlalu kuat dan susah untuk dikalahkan. Dan sebagai buktinya kedua kepala daerah tersebut memang menang melawan kotak kosong!

Pasangan calon tunggal pasangan Arief R Wismansyah-Sachrudin dalam Pilkada Kota Tangerang, sementara memperoleh suara sebesar 502.563 (85,95 persen). Ini berdasarkan real count KPUD kota Tangerang dan pasangan petahana ini menang dengan persentase yang mutlak melawan kotak kosong.

Pasangan calon tunggal Kabupaten Tangerang juga dimenangkan oleh petahana, yaitu pasangan Ahmed Zaki Iskandar-Mad Romli melawan kotak kosong dengan perolehan suara 83,83% berdasarkan real count KPUD Tangerang.

Kasus Kota Makassar

Nah,untuk Kota Makasar terjadi calon tunggal bukan oleh sang petahana yaitu walikota Makasar Danny Pomanto tetapi oleh pendatang baru yang terbilang masih "unyu-unyu" dalam blantika politik setempat, yaitu pasangan Munafri Arifuddin-Andi Rachmatika Dewi alias Appi-Cicu.

Pasangan ini disebut-sebut masih kerabat pejabat tinggi di negeri ini dan punya bumper orang kuat dan berpengaruh. Secara berseloroh, ada 13 parpol pendukung pasangan ini padahal hanya ada 10 parpol saja di sana. Boleh jadi, karena ada orang kuat di belakang pasangan "unyu-unyu" ini, maka kotak kosang nanti yang akan dikalahkan setelah KPU setempat menghitungnya. Asyik buat taruhan, nih!

Sinyalemen kotak kosong bakal di-KO pasangan walikota "unyu-unyu" ini sudah santer terdengar dari pernyataan Wakapolri Komjen Pol Syafruddin lewat pemberitaan sebuah berita media online nasional, bahwa menangnya kotak kosong di Pilkada Kota Makassar itu hoaks. Kemudian media online nasional yang memuat berita itu menghapus beritanya sendiri. Keanehan yang lain!

Belakangan Syafruddin membantah dirinya pernah mengemukakan pernyataan tersebut kepada media.

"Enggak ada, hoaks itu, berita itu yang hoaks. Polri netral, apalagi saya. Sulawesi Selatan itu saya sangat netral, karena kenapa? Di Sulsel itu kontestannya bersaudara semua," kata Syafruddin sebagaimana diberitakan Tirto.id.

Walikota Makasar Danny Pomanto bukan tidak mencalonkan atau maju dalam pilkada periode kedua, tetapi pasangan Danny Pomanto-Indira didiskualifikasi oleh KPUD Makasar berdasarkan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

Masalah atau penyebab pasangan Danny Pomanto-Indira didiskulifikasi karena pada bulan Desember 2017 Danny Pomanto sebagai walikota membagikan handphone kepada RT/RW sebanyak 5.971 dan pengangkatan tenaga kerja kontrak dan tagline "2x+baik".

Menurut pengakuan walikota Danny Pomanto sebenarnya program pembagian handphone untuk RT/RW sudah ada sejak bulan Juni 2017, namun karena terkait anggaran, baru terealisasi pada bulan Desember 2017.

Rupanya kebijakan yang dilakukan oleh walikota Danny Pomanto menjelang pendaftaran pilkada serentak itu menjadi peluang dan dimanfaatkan oleh tim Appi-Cicu untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara karena dianggap kebijakan tersebut melanggar undang-undang menjelang pendaftaran pilkada.

Sesuai aturan atau undang-undang seorang walikota, bupati dan gubernur dilarang menggunakan kewenangan atau programnya untuk menguntungkan atau merugikan salah satu calon lainnya.

"Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih,” demikian bunyi ayat dalam pasal 73 ayat 3 tersebut.

Dan gugatan yang dilakukan oleh tim Appi-Cicu dikabulkan oleh pengadilan dan sampai dengan kekuatan hukum tetap. Karena keputusan ini pasangan petahana Danny Pomanto-Indira harus gugur dan terpental dari perebutan bursa walikota Makasar.

Karena merasa didzolimi dan ada upaya penjegalan terhadap dirinya supaya tidak bisa maju dalam pilkada, maka sebagai seorang walikota yang punya pengaruh kuat di masyarakat, ia memerintahkan untuk memilih kotak kosong. Biasanya masyarakat memilih kotak kosong karena keinginan atau niatnya sendiri. Tetapi dalam pilkada di kota Makasar agak lain. Ada ajakan dari calon yang merasa didzolimi.

Menurut pengakuan dari walikota Makasar Danny Pomanto, upaya penjegalan terhadap dirinya sudah dilakukan 12 kali supaya tidak bisa maju dalam bursa pemilihan walikota Makasar. Ini bisa dilihat dari partai yang mendukungnya tiba-tiba beralih mendukung pasangan Api Cicu, pasangan ini didukung 10 partai politik. Tapi tetep kalah.

Dan berdasarkan versi hitung cepat dari sekian lembaga survei dan real count KPUD kota Makasar, pasangan Appi-Cicu kalah melawan kotak kosong.

Dari data hasil hitung cepat KPU berdasarkan entri model C1, kotak kosong unggul dengan raihan 52,5 persen atau 236.785 suara. Sementara itu, pasangan Appi-Cicu meraup 214.219 suara dengan persentase 47,5 persen.

Tentu ini tamparan untuk pasangan Appi-Cicu kalah sama kotak kosong, sekalipun di balik atau di dalam kotak kosong itu ada penunggunya, bukan Jin atau dedemit,tetapi masyarakat pemilih Danny Pomanto yang sengaja ada pihak tertentu yang tidak ingin maju atau menang dalam bursa pilkada.

Bahkan Danny Pomanto sempat mendapat teguran dari Plt Gubernur Soemarsono karena mengekspresikan kemenangan kotak kosong dengan bersujud syukur secara ramai-ramai yang melibatkan pegawai kota Makasar. Kalau dalam Pilpres 2104 orang kalah malah sujud syukur!

Itulah Adek-adek, jangan menghalalkan segala cara demi mengejar kekuasaan dan jabatan, apalagi dengan cara menjegal pasangan lain untuk tidak bisa maju dalam pilkada. Dikiranya kalau jadi calon tunggal sudah pasti menang, apa!?

Cuci kaki dulu sana sebelum bobo!

***