Petinggi Pemprov Jatim Bakal Terseret Kasus Blitar dan Tulungagung?

Jumat, 29 Juni 2018 | 15:04 WIB
0
418
Petinggi Pemprov Jatim Bakal Terseret Kasus Blitar dan Tulungagung?

Bupati Tulungagung petahana Syahri Mulyo yang ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) unggul dalam penghitungan suara sementara oleh KPU Tulungagung pada Pilkada Pilkada Tulungagung. Syahri Mulyo unggul atas lawannya Margiono.

Mengutip Tempo.co, hasil pemungutan suara sementara yang masuk ke KPU Tulungagung, paslon Syahri Mulyo – Maryoto Bhirowo meraih perolehan 60,1 persen. Sedangkan rivalnya paslon Margiono – Eko Prisdianto hanya mengumpulkan 39,9 persen suara.

“Alhamdulillah, ini sesuai target kami,” kata Heru Santoso, bendahara tim pemenangan PDIP kepada Tempo.co, Rabu (27/6/2018). Menurutnya, kemenangan ini menjadi bukti pengakuan warga Tulungagung atas prestasi dan kinerjanya selama menjabat Bupati Tulungagung.

Syahri Mulyo menjabat Bupati Tulungagung (2013 – 2018). Warga meyakini jika penahanan Ketua DPC PDIP Tulungagung oleh komisi anti rasuah beberapa hari menjelang pemungutan suara kemarin itu sebagai konspirasi politik.

Sehingga penahanan Syahri Mulyo sama sekali tidak mengubah penilaian masyarakat untuk tetap memilih. Selain itu, lanjut Heru Santoso, kepemimpinan Syahri Mulyo selama ini juga terbukti banyak membawa perubahan di Tulungagung.

Hal itulah yang membuat masyarakat tetap mempercayakan kepemimpinan kepada Maryoto Bhirowo, wakil bupati yang mendampingi Syahri Mulyo selama ini. “Syahri Mulyo itu sudah memberi banyak bukti, ini yang dipercaya masyarakat,” katanya.

Saat ini PDIP masih belum menentukan langkah terkait status Syahri Mulyo dalam penetapan dan pelantikan nanti. Tim pemenangan masih fokus mengawal penghitungan suara hingga penetapan oleh KPU Tulungagung mendatang.

Pada Pilkada Serentak 2018 lalu, paslon petahana Syahri Mulyo – Maryoto Bhirowo diusung oleh PDIP, NasDem, Perindo, dan PSI. Sementara paslon Margiono – Eko Prisdianto diusung PKB, Demokrat, Gerindra, Golkar, Hanura, PAN, PKS, PPP, dan PBB.

Syahri Mulyo ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK bersama Walikota Blitar Muhammad Samanhudi Anwar dalam kasus dugaan gratifikasi proyek infrastruktur di wilayahnya. KPK memastikan kasus Syahri Mulyo tidak berkaitan dengan Pilkada Serentak 2018.

KPK sudah membantah bahwa penetapan Syahri Mulyo tak berkaitan dengan pencalonannya yang kedua kalinya. “Jadi, nggak ada kaitan sama pilkada itu, bukti-buktinya sudah cukup,” kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang.

Menurutnya, KPK tak menghendaki bila Syahri Mulyo tetap bisa maju dalam Pilkada. Tapi, Saut Situmorang memastikan akan mengikuti aturan yang berlaku. “Kita tidak menghendaki itu, tapi kalau kemudian terpilih, dia dilantik di ruang tahanan,” ungkapnya.

“Seperti kan ada kejadian sebelumnya dilantik di ruang tahanan, dimana. Itu kan prosedur-prosedur itu aja,” sebut Saut Situmorang di Gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, seperti dilansir Detik.com, Minggu (10/6/2018).

Bersamaan dengan Syahri Mulyo, KPK juga menetapkan Walikota Blitar Muhammad Samanhudi Anwar sebagai tersangka gratifikasi. Meski tidak ditangkap KPK, kedua politisi PDIP ini akhirnya menyerahkan diri.

“Seperti yang sudah kami duga sebelumnya. Artinya, pasti akan datang (menyerahkan diri),” kata Saut Situmorang di Gedung Merah-Putih, Jakarta, Minggu dinihari, seperti dilansir dari Tempo.co (10 Juni 2018).

Libatkan Pejabat Pemprov

Gratifikasi proyek infrastruktur di Kota Blitar dan Tulungagung yang menyeret Samanhudi dan Syahri Mulyo ini melibatkan Susilo Prabowo, kontraktor yang diduga berperan sebagai penyuap untuk sejumlah proyek di dalam lingkungan pemerintah kabupaten/kota.

“OTT itu tindak lanjut dari informasi akan adanya penyerahan uang dari seorang kontraktor Susilo Prabowo kepada Agung Prayitno,” kata Saut Situmorang, Jum'at (8/6/ 2018). Susilo bukan kali pertama dijerat kasus hukum.

Direktur PT Moderna Teknik Perkasa itu pernah dijerat dengan dakwaan pelanggaran izin pengelolaan hasil tambang di Blitar. Tapi, ia dibebaskan PN Blitar karena tak terbukti. Di Blitar, KPK menduga Samanhudi menerima suap dari Susilo.

Dugaan suap itu terkait dengan izin proyek pembangunan SMP di Kota Blitar dengan nilai proyek Rp 23 miliar. Imbalan itu diduga bagian dari 8 persen, menjadi bagian walikota, dari total imbalan 10 persen yang disepakati.

Sebenarnya, nilai proyek pembangunan SMP itu totalnya Rp 55 miliar. Terbagi ke dalam 3 tahap anggaran: Rp 11 miliar, Rp 23, miliar dan sisanya anggaran tahun ini.

Hal serupa juga dituduhkan pada Susilo yang diduga menyuap Syahri Mulyo terkait imbalan dari proyek infrastruktur peningkatan jalan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Tulungagung.

KPK menyita sejumlah uang tunai yang digunakan Susilo untuk menyuap. KPK menyita uang Rp 1,5 miliar di rumah Susilo. Uang itu diduga akan diantarkan kepada Samanhudi melalui perantara Bambang Purnomo.

KPK juga menyita uang Rp 1 miliar, yang diduga akan dikirimkan kepada Syahri Mulyo melalui perantara Agung Prayitno. Keduanya adalah kader PDIP. Samanhudi adalah DPC Kota Blitar dan Syahri Mulyo, Ketua DPC Tulungagung.

Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto mempertanyakan OTT atas kedua kadernya tersebut. Sebab, ia menduga penangkapan ini berkaitan dengan kontestasi pemilihan kepala daerah 2018. “Kesan adanya kepentingan politik ini dapat dicermati pada kasus OTT terhadap Samanhudi dan Syahri Mulyo, calon bupati terkuat di Tulungagung,” katanya.

KPK membantah OTT itu terkait dengan pilkada. “Khusus untuk yang terakhir ini (Syahri), kan sudah penyerahan uang ketiga. Jadi, tidak ada kaitan sama pilkada itu. Bukti-buktinya sudah cukup," ujar Saut Situmorang.

KPK tak langsung menangkap Samanhudi dan Syahri dalam OTT itu. Keduanya tidak berada di lokasi penangkapan saat operasi berlangsung. KPK hanya menangkap Susilo Prabowo dan istrinya, Andriani.

Bambang Purnomo dan Agung Prayitno sebagai perantara dan Sutrisno, pejabat pemerintah Kabupaten Tulungagung, juga ditangkap. Samanhudi dan Syahri Mulyo menyerahkan diri dua hari setelah operasi.

Samanhudi dan Syahri Mulyo dijerat dengan pelanggaran yang sama, keduanya melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Ancaman hukuman penjara minimal 4 tahun atau maksimal 20 tahun dengan pidana denda minimal Rp 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar.

Sumber Pepnews.com menyebutkan, dari pengakuan kontraktor bernama asli Embun yang lebih terkenal dengan nama alias Susilo Prabowo atau Susilo Embun ini ternyata juga telah menyetor ke pejabat tinggi Pemprov Jatim sekitar Rp 5 miliar.

“Berdasarkan pengakuannya di KPK, dia sudah setor lebih kurang Rp 5 miliar sebagai bagian komitmen sekitar 20 proyek infrastruktur jalan dan konstruksi bangunan pada titik-titik yang telah disepakati antara SP dengan Pemprov Jatim,” ungkapnya.

Kabarnya, Susilo Prabowo juga setor ke pejabat tinggi Pemprov lainnya dengan nilai yang lebih rendah. Yang terkena OTT senilai Rp 1,5 miliar itu rencana Susilo Prabowo setor ke Samanhudi dan Syahri Mulyo Rp 2,5 miliar.

Bahkan, sumber tadi menyebut, Susilo Prabowo juga telah menyetor ke pejabat daerah yang lain terkait dengan proyek infrastruktur di wilayahnya. “Cuma berapa nilainya masih belum terungkap,” lanjut sumber Pepnews.com tadi.

***