Mahathir, Erdogan dan Jokowi

Rabu, 27 Juni 2018 | 09:01 WIB
0
774
Mahathir, Erdogan dan Jokowi

Ketika Dr M, panggilan akrab saya kepada Bapa Uda Mahathir Muhammad memenangkan kursi Perdana Menteri Malaysia, rakyat Indonesia heboh.

Sebelumnya mari saya ceritakan sebuah kisah rahasia kenapa saya memanggilnya Bapa Uda atau Paman.

Mahathir Muhammad itu sebenarnya bermarga Siregar, dia memang kelahiran Alor Setar, Kedah-Malaysia.

Nah Alor Setar itu nama awalnya Alor Siregar atau Kampung Siregar, lama kemudian jadi Alor Setar. Anda tau sendiri kalau orang Melayu sangat hobby menyingkat kata dan mengubah nama biar gampang diucapkan lidah mereka yang doyan gulai balemak.

Bayangkan nama Seagung Muhammad Syamsuddin dilidah Melayu cukup jadi "Mat Din", dan nama itu akan kekal bahkan sampai di Batu Nisan kelak karena tidak jarang orang sudah lupa nama aslinya. Kalau ngga salah pernah saya baca di Bukunya Bang Andrea Hirata.

Bersyukurlah Indonesia, Jayakarta cuma mereka singkat jadi Jakarta.

Sama dengan ketika Bang Erdogan yang memenangkan pemilihan Presiden Turki, sebagian rakyat Indonesia bersuka-cita.

Saya terpaksa memperjelas kata sebagian itu, karena akibat perpecahan politik di Negeri ini sampai mempengaruhi dukungan ketokoh-tokoh politik luar negeri.

Bang Erdogan adalah tokoh politik yang diidolakan kelompok anti Pemerintah yang lazim dipanggil Kampret. Tidak heran ketika beberapa tahun lalu beliau dikudeta, banyak pendukung Pemerintah di Negeri ini yang biasanya disebut Cebong bahagia kepagian dengan mengucapkan selamat kepada militer pengkudeta.

Sayangnya kudeta digagalkan rakyat Turki dan para Cebong pun kembali menyelam ke dasar Comberan.

Ngomong-ngomong Erdogan juga bermarga Siregar, makanya saya panggil abang. Kalau ini tidak perlu dicari akar sejarahnya, karena marga Siregarnya langsung saya yang menganugerahkan.

Tidak usah ada yang protes, terimalah kawan kalau Pemimpin-pemimpin Negara jaman Now banyak yang bermarga Siregar termasuk Presiden kita yang mulia Haji Jokowi Siregar.

Malaysia, Turki dan Indonesia sama-sama mempunyai benang merah, yaitu negara-negara yang dianggap mewakili Negara muslim moderat non Arab.

Banyak yang berpendapat, ketiga negara ini akan menjadi mercusuar kebangkitan kembali peradaban Islam di masa depan. Makanya peristiwa-peristiwa politik di ketiga negara ini selalu menjadi sorotan intelijen-intelijen hampir semua negara.

Suksesi kepemimpinan di ketiga negara ini juga menjadi sorotan khusus karena kesamaan polarisasi akibat pertarungan politik antara Kelompok Muslim dan religius agama lain melawan kelompok Sekuler.

Belum lama suksesi kepemimpinan di Malaysia berhasil menumbangkan Najib Razak yang dianggap pro kepentingan asing, khususnya Tiongkok. Tentu saja kemenangan Dr M disambut meriah Para Kampret Tanah Air. Karena diakui atau tidak, salah satu poin yang sering dianggap kelemahan rezim berkuasa sekarang adalah terlalu longgar dengan kepentingan Tiongkok juga, mulai dari TKA Tiongkok sampai disapu bersihnya berbagai proyek infrastruktur oleh Tiongkok.

Sekarang kemenangan Bang Erdogan juga disambut dengan Sholawat yang meriah oleh para di Kampret Tanah Air.

Sebaliknya menjadi cerita pilu nan menyayat hati oleh Para Cebongers, karena kemenangan Erdogan artinya adalah kekalahan telak sekulerisme di Turki. Sementara kelompok sekularisme termasuk Islam Nusantara adalah pendukung berat rezim berkuasa sekarang.

Banyak yang mencoba memaksakan kesamaan Bang Erdogan Siregar dan Pak Jokowi Siregar.

Misalnya kedua pemimpin ini dikenal sama-sama hobby membagi-bagikan hadiah sepeda. Bedanya Erdogan Siregar memberi hadiah sepeda untuk anak-anak Turki yang bisa konsisten 40 hari sholat berjamaah di Masjid, maka Pak Jokowi Siregar juga memberikan hadiah sepeda kepada anak-anak yang mampu menyebutkan lima nama Ikan.

Kalau Erdogan membangun Tol Laut di bawah selat Bosphorus yang menghubungkan Benua Asia dan Eropa, maka Pak Jokowi juga menciptakan Tol Laut dalam bentuk yang lebih praktis, Kapal Laut cukup ditulis Tol Laut.

Sungguh sama-sama Pemimpin berkelas hanya saja berbeda kualitas.

Satu lagi, Erdogan mampu melunasi hutang-utang Negara Turki dan menaikkan pendapatan perkapita rakyat Turki dari 3.500 Dolar ke 11.000 Dolar pertahun. Ekonomi Turki juga melompat dari peringkat 111 Dunia ke peringkat 16.

Kurang lebih sama dengan Indonesia, cuma berbeda posisi aja. Kita uutang negara dan harga-harga yang melompat tinggi dan Rupiah kita yang makin terpuruk jauh....

***