Gus Ipul Diduga Palsukan Ijazah, Khofifah Diisukan Korupsi

Senin, 25 Juni 2018 | 07:22 WIB
0
705
Gus Ipul Diduga Palsukan Ijazah, Khofifah Diisukan Korupsi

Empat hari sebelum pencoblosan Pilkada Jatim, Rabu, 27 Juni 2018, beredar luas di media sosial soal foto salinan ijazah Saifullah Yusuf alias Gus Ipul yang dikeluarkan Universitas Nasional, Jakarta. Ijazah itu diduga palsu.

Keganjilan ijazah Gus Ipul terlihat dari tahun dikeluarkannya ijazah serta gelar sarjana yang diperoleh Calon Gubernur Jatim yang berpasangan dengan Calon Wakil Gubernur Jatim Puti Guntur Soekarno tersebut.

Gus Ipul diketahui menempuh pendidikan sarjananya di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP), Universitas Nasional, Jakarta pada 1985. Namun, dalam foto ijazah yang tersebar di media sosial itu Gus Ipul baru meraih gelar sarjananya pada 2003.

Artinya, Gus Ipul menempuh pendidikan sarjananya selama 18 tahun. Gelar sarjana yang diperolehnya adalah Sarjana Ilmu Politik (SIP). Sementara, selama ini Gus Ipul meletakkan gelar Dokterandus (Drs) di depan namanya menjadi Drs. H. Saifullah Yusuf.

Seperti diketahui, dalam sejumlah literatur gelar doktorandus terakhir kali diberikan pada 1993 bagi lulusan program S1 dalam Ilmu Sosial, matematika dan ilmu pengetahuan alam, seni, ilmu pedagogi atau pendidikan. Sementara Untuk wanita dibuat pembedaan dengan pemberian gelar Doktoranda (Dra).

Setelah itu, berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 036/U/1993 gelar akademik yang diberikan terdiri dari sarjana (bachelor), magister (master), dan doktor (doctor).

Atas hal tersebut, KPU Jatim dinilai tidak cermat saat melakukan verifikasi terhadap ijazah pasangan calon. Begitu kata Ketua Masyarakat Transparansi Jawa Timur (Matra Jatim) Holili ketika mendatangi Bawaslu Jatim, Jum’at (22/6/2018).

“Gus Ipul, seharusnya menggunakan gelar Sarjana Ilmu Politik (S.IP) sesuai dengan yang tertera di ijazahnya, bukan

Drs. Kami menduga Gus Ipul memalsukan ijazahnya untuk mendaftar sebagai Calon Gubernur,” ungkap Holili.

Menurut Holili, sebagai pemilih masyarakat Jatim berhak mengetahui rekam jejak calon. Termasuk diantaranya riwayat pendidikan, organisasi, jabatan yang pernah diemban, dan lain sebagainya. Hal tersebut, lanjut dia, menjadi dasar dalam menentukan pilihan.

“Melihat keganjilan tersebut, kami berharap Bawaslu segera menindaklanjuti dengan meneliti ulang keabsahan ijazah tersebut,” tuturnya. Sementara, sejumlah warga masyarakat mengaku kecewa dengan tersiarnya kabar soal dugaan penggunaan ijazah palsu oleh Gus Ipul.

Mayoritas mempertanyakan integritas Gus Ipul sebagai pejabat publik. Sebelum menjabat sebagai Wakil Gubernur, Gus Ipul pernah menjadi Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal era pemerintahan SBY meski akhirnya di-reshuffle.

“Jika memang tudingan tersebut betul dan terbukti tentunya amat disayangkan karena sedari awal sudah tidak jujur,” ungkap Mukhlis (45), warga Asemrowo, Surabaya. KPU seharusnya segera melakukan verifikasi kembali mengenai keabsahan ijazah Gus Ipul tersebut.

Dan menginformasikan kepada masyarakat. Sehingga, masyarakat tak bingung. Fitriani (35), warga Bubutan, Surabaya mengatakan polemik ini menjadi bahan pertimbangan baginya dan juga keluarga dalam menentukan siapa yang akan dicoblos pada Rabu, 27 Juni 2018.

Sebelumnya, seperti dikutip Duta.co, Kamis (21/6/2018) beredar ‘undangan media’ tentang pelaporan kasus dugaan korupsi Khofifah Indar Parwansa di Kemensos RI ke KPK, Kamis (21/6/2018) pukul 13.30 Wib di Gedung KPK, Jakarta.

Undangan tersebut atas nama Forum Komunikasi Masyarakat Sipil (FKMS) dengan kontak person, Sutikno (DPD LPAI Jatim) dan Nasir (KORNAS RENAS 212 JPRI). “FKMS ini orangnya Gus Ipul,” ungkap sumber Pepnews.com.

Laporan ke KPK itu terkait biaya verifikasi dan validasi data penerima Program Perlindungan Sosial senilai Rp 337 M lebih. “Berdasarkan kajian kami, di sini terjadi dugaan korupsi, mal administrasi, dan salah perencanaan,” kata Nasir.

“Sehingga, pelaksanaan proyek ini menjadi ajang rente kelompok tertentu di Kementerian Sosial saat dipimpin Khofifah sebagai kuasa pengguna anggaran. Di sini negara dirugikan 55 miliar rupiah,” kata Nasir kepada Duta.co, Kamis (21/6/2018).

Nasir kemudian membuka salah satu item yang disoal. Pengadaan kantor dan ATK di daerah. Menurutnya, semua itu tidak ada, alias fiktif. Selain itu, biaya validasi data tersebut kelewat mahal. “Kalau menggunakan jaringan birokrasi sampai desa, hanya membutuhkan 40 sampai dengan 50 miliar saja,” tegasnya.

Ketika ditanya mengapa baru sekarang berteriak? Bukankah itu proyek pada 2015 yang, tentu sudah dilakukan kajian mendalam dari berbagai instansi terkait? Nasir berkilah, bahwa, untuk memperoleh data dari 512 kabupaten/kota, tidaklah mudah. “Kita butuh waktu 3 tahun untuk itu,” katanya.

Begitu juga saat ditanya, apakah kedatangannya ke KPK ini bagian dari upaya menggoyang Khofifah di Pilkada Jatim, yang posisi sangat kuat? Anehnya, Nasir justru mengaku tak tahu kalau ada Pilkada Jatim. Ia malah tidak tahu, dan tidak ada urusan dengan Pilkada Jatim.

Saat dijelaskan bahwa hampir seluruh lembaga survei menempatkan paslon Khofifah Indar Pawawansa – Emil Elestianto sebagai pemenang Pilkada, dan ini yang membuat langkah FKMS sangat politis, Nasir berjanji kalau ada dugaan koruspi Gus Ipul, dirinya siap untuk melaporkan ke KPK.

“Kalau ada data dan fakta soal korupsi Gus Ipul, kami siap untuk menindaklanjuti,” tegasnya. KH Zahrul Azhar, juru bicara paslon Khofifah – Emil tidak kaget dengan aksi FKMS yang melaporkan Khofifah ke KPK.

Menurut Gus Hans, panggilan akrabnya, hasil hasil survey dari seluruh lembaga kridebel memang sangat tidak menguntungkan mereka. “Fakta ini bisa bikin jebol iman sesorang, lalu melakukan segala cara demi ambisinya,” ujarnya.

“Logis saja, apalagi ini sudah lepas bulan suci ramadhan, setan sudah tidak lagi dibelenggu. Fitnah seakan menjadi halal,” lanjut Gus Hans kepada Duta.co. Menurutnya, upaya untuk menggoyang Khofifah – Emil sudah dilakukan dengan berbagai cara.

Soal KPK tersebut sudah pernah dimunculkan jauh hari lewat meme, tetapi kemudian dihilangkan sendiri oleh mereka karena mengandung unsur pidana. “Rupanya takut juga mereka dipolisikan,” jelasnya sambil tersenyum.

Masih menurut Gus Hans, track record dan kebershian Khofifah – Emil dari korupsi, sudah terbukti dari laporan WTP (Wajar Tanpa Pengecualian). Bahkan pada 2016, Kementerian Keuangan memberikan penghargaan kepada kementerian/lembaga yang terbukti mengelola keuangan dengan baik di Tahun aAggaran 2016.

Untuk kategori nilai pagu anggaran di atas Rp 10 triliun, pada peringkat 5 terbaik adalah Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Keuangan, Kepolisian RI, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Sosial.

“Masa’ kita mau teriak-teriak bersih. Dari sini jelas, apa motif laporan ke KPK sekarang ini. Rakyat Jatim tidak sebodoh yang mereka bayangkan,” jelasnya. Roziki, Ketua Tim Sukses paslon Khofifah – Emil tak ambil pusing atas laporan dugaan korupsi tersebut.

Menurut Roziki, dengan adanya laporan itu malah membuat elektabilitas paslon nomor urut satu itu makin tinggi. “Biarkan saja. Justru dengan adanya laporan itu malah membuat elektabilitas Khofifah makin tinggi,” ujarnya.

Karena masyarakat tahu bahwa Khofifah tidak melakukan itu,” tegas Roziki, seperti dikutip Suara.com, Kamis (21/6/2018).

Roziki mengganggap, apa yang dituduhkan ke Khofifah adalah bagian dari kampaye hitam (black campingn). “Ini black campingn. Coba cek ke Kemensos. Tidak korupsi yang dilakukan Khofifah,” jelas Roziki. Hal serupa juga pernah digaungkan saat pertama kali Khofifah mendaftar sebagai Cagub. Tapi, “Semua dimentahkan karena memang tidak ada korupsi.”

Saat ini muncul lagi mendekati coblosan,” katanya. Ditanya apakah Timses Khofifah akan melakukan serangan balik? Roziki menegaskan tidak. “Tidak. Biarkan saja. Masyarakat sudah tahu kok kalau Khofifah tidak salah,” pungkasnya.

Jika menyimak timing laporan soal dugaan ijazah palsu Gus Ipul maupun tudingan korupsi Khofifah itu, rasanya tidak tepat. Mengapa tak dilakukan saat KPU Jatim sedang melakukan penelitian? Mengapa pula Khofifah dilaporkan baru sekarang?

***