Pada zaman Bung Karno dulu ada masyarakat kalangan bawah yang mempunyai ungkapan "mati-urip melu Bung Karno".
Ungkapan masyarakat bawah ini bukan tanpa sebab, yaitu menganggap Bung Karno yang orator ulung dan kharismatik mempunyai kelebihan yang dianggap sebagai penyambung lidah rakyat.
Tetapi di era sekarang ada sebagian pendukung Jokowi atau Jokower yang punya ungkapan kurang lebih sama, yaitu "mati urip melu Jokowi", bedanya pendukung Jokowi ini dari kalangan mapan dan terdidik secara pendidikan formal.
Pendukung Jokowi ini kalau dikatakan atau dilabeli "mati urip melu Jokowi" pasti tidak terima atau marah, karena mempunyai tafsir yang negatif atau pendukung yang membabi buta.
Ini terkait SP3 Habib Rizieq. Gara-gara SP3 para pendukung Jokowi ribut sendiri karena ada yang menganggap terbitnya SP3 untuk Habib Rizieq bukti kelemahan atau politik kompromi Jokowi.
Tetapi ada juga yang menganggap SP3 itu bukti Jokowi pintar dan cerdas untuk meredakan suhu politik tanah air.
Dan pendapat ini berasal dari pendukung Jokowi (mati urip melu Jokowi). Bagi mereka, apa yang diucapkan atau kebijakan Jokowi akan tetap didukung dan tidak boleh dikritik. Mengkritik Jokowi dianggap sebagai "bani micin". Padahal sebutan "bani micin" itu untuk kelompok sebelah. Sebelah pendukung Jokowi, maksudnya.
Sejak SP3 yang pertama, para pendukung Jokowi banyak yang galau karena SP3 itu. Bahkan ada seleb medsos yang awalnya mau golput kalau pemerintah mengeluarkan SP3 untuk Habib Rizieq, tetapi pernyataan itu dibantah dan dicabut kembali.
Dan mereka menghibur diri bahwa kasus chating asusila tidak akan di SP3. Ternyata kasus chat asusila juga di SP3.
Ini yang bikin kecewa sebagian pendukung Jokowi dan mereka akan golput. Bagi pendukung "mati urip melu Jokowi" mau ada SP3 satu sampai dengan SP3 sepuluh tidak akan mengubah pilihan mereka.
[irp posts="14807" name="Karakter Cebong" dan "Kampret" dalam Konstelasi Politik Indonesia"]
Mereka menganggap kalau golput sama saja memberi peluang kemenangan pihak lawan.
Pendukung "mati urip melu Jokowi" ini melakukan serangan atau nyinyir kepada temannya sendiri yang kecewa atas terbitnya SP3. Bahkan mereka saling serang di medsos.
Memang pendukung Jokowi ada kelemahannya, mereka tidak kompak atau satu suara seperti pendukung Prabowo yang saling menguatkan kalau di antara mereka terkena masalah hukum gara-gara medsos. Sekalipun pendukung Prabowo ini suka menyebarkan berita hoax juga.
Pendukung Jokowi rata-rata dulunya orang yang apatis terhadap politik dan dulunya mereka golput. Karena ingin mengubah keadaan mereka akhirnya menggunakan hak pilihnya dan memilih Jokowi yang dianggap bisa membawa perubahan.
Sebenernya para pendukung Jokowi itu sangat militan dan mandiri. Mereka sangat militan di medsos, hanya kadang kalau menguliti pihak lawan politik seperti ikan piranha yang lapar, tinggal tulang belulang.
Ini pernah kejadian pada pilgub DKI Jakarta yang lalu. Waktu itu para pendukung Ahok ini menyerang Agus Harimukti dan istrinya. Setiap gerak gerik mereka berdua bisa menjadi bahan untuk nyinyir atau mencela.
Nah, pada pilgub DKI putaran pertama Agus Harimukti mendapat suara 17% sekian. Tetapi pada putaran kedua suara Agus Harimukti 100% memilih pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Tidak ada satu suarapun yang memilih Ahok. Satu suara saja tidak dapat, malah suara Ahok pada putaran kedua berkurang. Ini aneh dan hanya terjadi di pilkada DKI.
Penyebabnya diduga: pemilih Agus Harimukti tidak suka dengan para pendukung Ahok atau Jokowi kalau di medsos.
Boleh mendukung Jokowi tetapi kalau ada sebagian pendukung Jokowi memberi kritik jangan marah atau nyinyir sesama pendukung Jokowi.
Pilih mana; mati urip melu Jokowi apa mati urip melu moro tuo?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews