"Mati Urip Melu Jokowi" Sekaligus Cermin Kelemahan Jokowers

Kamis, 21 Juni 2018 | 16:45 WIB
0
495
"Mati Urip Melu Jokowi" Sekaligus Cermin Kelemahan Jokowers

Pada zaman Bung Karno dulu ada masyarakat kalangan bawah yang mempunyai ungkapan "mati-urip melu Bung Karno".

Ungkapan masyarakat bawah ini bukan tanpa sebab, yaitu menganggap Bung Karno yang orator ulung dan kharismatik mempunyai kelebihan yang dianggap sebagai penyambung lidah rakyat.

Tetapi di era sekarang ada sebagian pendukung Jokowi atau Jokower yang punya ungkapan kurang lebih sama, yaitu "mati urip melu Jokowi", bedanya pendukung Jokowi ini dari kalangan mapan dan terdidik secara pendidikan formal.

Pendukung Jokowi ini kalau dikatakan atau dilabeli "mati urip melu Jokowi" pasti tidak terima atau marah, karena mempunyai tafsir yang negatif atau pendukung yang membabi buta.

Ini terkait SP3 Habib Rizieq. Gara-gara SP3 para pendukung Jokowi ribut sendiri karena ada yang menganggap terbitnya SP3 untuk Habib Rizieq bukti kelemahan atau politik kompromi Jokowi.

Tetapi ada juga yang menganggap SP3 itu bukti Jokowi pintar dan cerdas untuk meredakan suhu politik tanah air.

Dan pendapat ini berasal dari pendukung Jokowi (mati urip melu Jokowi). Bagi mereka, apa yang diucapkan atau kebijakan Jokowi akan tetap didukung dan tidak boleh dikritik. Mengkritik Jokowi dianggap sebagai "bani micin". Padahal sebutan "bani micin" itu untuk kelompok sebelah. Sebelah pendukung Jokowi, maksudnya.

Sejak SP3 yang pertama, para pendukung Jokowi banyak yang galau karena SP3 itu. Bahkan ada seleb medsos yang awalnya mau golput kalau pemerintah mengeluarkan SP3 untuk Habib Rizieq, tetapi pernyataan itu dibantah dan dicabut kembali.

Dan mereka menghibur diri bahwa kasus chating asusila tidak akan di SP3. Ternyata kasus chat asusila juga di SP3.

Ini yang bikin kecewa sebagian pendukung Jokowi dan mereka akan golput. Bagi pendukung "mati urip melu Jokowi" mau ada SP3 satu sampai dengan SP3 sepuluh tidak akan mengubah pilihan mereka.

[irp posts="14807" name="Karakter Cebong" dan "Kampret" dalam Konstelasi Politik Indonesia"]

Mereka menganggap kalau golput sama saja memberi peluang kemenangan pihak lawan.

Pendukung "mati urip melu Jokowi" ini melakukan serangan atau nyinyir kepada temannya sendiri yang kecewa atas terbitnya SP3. Bahkan mereka saling serang di medsos.

Memang pendukung Jokowi ada kelemahannya, mereka tidak kompak atau satu suara seperti pendukung Prabowo yang saling menguatkan kalau di antara mereka terkena masalah hukum gara-gara medsos. Sekalipun pendukung Prabowo ini suka menyebarkan berita hoax juga.

Pendukung Jokowi rata-rata dulunya orang yang apatis terhadap politik dan dulunya mereka golput. Karena ingin mengubah keadaan mereka akhirnya menggunakan hak pilihnya dan memilih Jokowi yang dianggap bisa membawa perubahan.

Sebenernya para pendukung Jokowi itu sangat militan dan mandiri. Mereka sangat militan di medsos, hanya kadang kalau menguliti pihak lawan politik seperti ikan piranha yang lapar, tinggal tulang belulang.

Ini pernah kejadian pada pilgub DKI  Jakarta yang lalu. Waktu itu para pendukung Ahok ini menyerang Agus Harimukti dan istrinya. Setiap gerak gerik mereka berdua bisa menjadi bahan untuk nyinyir atau mencela.

Nah, pada pilgub DKI putaran pertama Agus Harimukti mendapat suara 17% sekian. Tetapi pada putaran kedua suara Agus Harimukti 100% memilih pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Tidak ada satu suarapun yang memilih Ahok. Satu suara saja tidak dapat, malah suara Ahok pada putaran kedua berkurang. Ini aneh dan hanya terjadi di pilkada DKI.

Penyebabnya diduga: pemilih Agus Harimukti tidak suka dengan para pendukung Ahok atau Jokowi kalau di medsos.

Boleh mendukung Jokowi tetapi kalau ada sebagian pendukung Jokowi memberi kritik jangan marah atau nyinyir sesama pendukung Jokowi.

Pilih mana; mati urip melu Jokowi apa mati urip melu moro tuo?

***