Dilema Demokrat; Pilih Jokowi atau Prabowo? Bisa-bisa Ngambang Lagi!

Kamis, 7 Juni 2018 | 04:30 WIB
0
438
Dilema Demokrat; Pilih Jokowi atau Prabowo? Bisa-bisa Ngambang Lagi!

Partai Demokrat sampai saat ini belum menentukan arah dukungan, apakah mendukung atau bergabung dengan kubu petahana, yaitu Jokowi atau bergabung dan mendukung kubu Prabowo? Boleh dibilang, Demokrat sama galaunya dengan Prabowo Subianto yang belum berani menyatakan maju ke Pilpres 2019 meski Gerindra sudah mendukungnya dari segala penjuru angin.

Partai Demokrat sudah menyatakan pada pilpres 2019 tidak akan abstain atau netral alias "mengambang" seperti pada tahun 2014. Sifat "mengambang" ya tergantung ke mana arus air. Kalau air tenang, ya mengambang di tempat. Artinya, Demokrat akan menentukan pilihan. Sekali mengambang, selamanya ga dapat apa-apa.

Akan tetapi, Partai Demokrat seperti gamang dan mengalami dilema, bingung sendiri, untuk menentukan arah dukungannya karena diperkirakan pada pilpres 2019 hanya ada dua calon, yaitu Jokowi dan Prabowo. Tanding ulang ceritanya. Dalam politik, memilih satu dari dua pilihan itu ternyata pekerjaan sulit, sesulit mencari jarum pentul di tumpukan jerami kering segudang.

Mau mendukung atau bergabung dengan koalisi petahana, ada atau banyak hambatan karena partai Demokrat terhambat dengan hubungan yang kurang baik dengan PDIP yang Ketua Umumnya Megawati, yang sampai sekarang hubungannya dengan mantan presiden SBY belum cair atau masih perang dingin.

Lagi pula, SBY termasuk politikus yang dalam bahasa Sunda suka "ngarewong" alias mengganggu kebijakan pemerintahan Jokowi. Apa-apa dikritisi, seolah-olah tidak cukup puas 10 tahun berkuasa.

Mau bergabung dan mendukung Prabowo pun rasanya banyak perbedaan visi dan misi. Kalau hanya sekedar mendukung dan bergabung tetapi tidak mendapatkan apa-apa, untuk apa? Tentu bukan sesuatu yang diharapkan oleh Partai Demokrat. Apalagi Demokrat punya keinginan atau harapan supaya Agus Harimurti bisa menjadi calon presiden atau minimal menjadi calon wakil presiden.

Sampai saat ini Partai Demokrat masih berjuang atau berusaha untuk membuat poros baru di luar dua calon presiden yaitu Jokowi dan Prabowo. Demokrat masih melakukan lobi-lobi supaya ada poros baru sebagai alternatif.

Tetapi membuat poros baru juga suatu bukan perkara yang mudah atau perlu suatu keajaiban. Karena kalau pun ada poros baru, berarti Demokrat harus mengajak partai lain untuk membentuk poros baru. Salah satu partai yang punya hubungan dekat, yaitu PAN. Sedangkan PAN lewat Amien Rais sudah menyatakan akan mendukung Prabowo sebagai calon presiden. Amien Rais adalah penentu arah koalisi, sekalipun ketua Umumnya adalah Zulkifli Hasan.

Artinya Partai Demokrat kemungkinan akan gagal membentuk poros baru sebagai alternatif di luar calon presiden yang sudah ada. Mau tidak mau partai Demokrat juga kan memilih dalam memberikan dukungan kepada salah satu calon presiden.

[irp posts="7590" name="Sekilas Perjalanan SBY dengan Partai Demokrat Besutannya"]

Nah ini dilemanya partai Demokrat. Pilihan yang sulit, mau mendukung Jokowi, banyak kader-kader Demokrat yang kurang sreg atau tidak setuju. Mau mendukung Prabowo, juga banyak tentangan dari internal Demokrat. Trus, kudu piye aku son?

Di satu sisi Demokrat tetap ingin kadernya yaitu Agus Harimukti menjadi calon presiden atau wakil presiden. Menawarkan Agus Harimurti kepada kubu Jokowi untuk menjadi cawapres tentu akan banyak tentangan dari anggota partai pendukung yang jauh-jauh hari sudah menyatakan dukungan kepada Jokowi. Apalagi mereka juga ingin kader-kadernya menjadi calon presiden untuk Jokowi. Sedangkan Demokrat mendukung karena sudah kepepet atau tidak ada pilihan lagi.

Menyodorkan Agus Harimurti kepada Prabowo untuk menjadi cawapres juga akan mendapat tentangan dari partai yang dari awal sudah mendukung Prabowo, baik suka maupun duka, seperti PKS. Belum dari partai lain, misal PAN. Tentu mereka (PKS dan PAN) ingin kader-kadernya menjadi cawapres untuk mendampingi Prabowo.

Sekalipun dalam politik tidak ada yang tidak mungkin atau sesuatu yang cair dan dinamis. Elit partai bisa saja bersatu, belum tentu massanya atau akar rumput akan ikut mendukungnya.

Partai Demokrat seperti di persimpangan jalan, kemanakah ia akan memilih jalan; ke Prabowo atau ke Jokowi?

Jika telat menentukan pilihan, jangan-jangan bakal mengambang lagi, seperti yang lalu-lalu.

Apa ga cape mengambang sampai lima tahun lagi ke depan?

***