Sedikit Catatan tenting Model Pelembagaan Pancasila

Rabu, 6 Juni 2018 | 04:20 WIB
0
582
Sedikit Catatan tenting Model Pelembagaan Pancasila

Pancasila adalah instrumen kebangsaan dan kenegaraan, bukan instrumen politik praktis. Ini adalah komitmen yang seharusnya kita pegang.

Pernah hilangnya Pancasila dari ruang publik pada masa awal Reformasi adalah efek buruk dari politisasi rezim sebelumnya, sehingga kemudian muncul persepsi yang keliru jika Pancasila adalah instrumen politik Orde Baru -sehingga kemudian harus ditinggalkan- dan bukannya dasar negara yang harus terus dipelihara.

Jadi, bisa kita lihat, cara rezim mengelola isu Pancasila sangat berpengaruh terhadap penerimaan, pendalaman, dan pengakaran Pancasila di sanubari publik warga negara.

Belajar dari pengalaman itu, wacana mengenai Pancasila sebisa mungkin harus bisa membebaskan dirinya dari kooptasi rezim yang berkuasa, agar instrumentalisasi Pancasila sebagai alat kekuasaan bisa terhindarkan. Itu sebabnya saya terus terang termasuk orang yang tidak "happy" dengan munculnya lembaga seperti UKP-PIP yang kini bermetamorfosis menjadi BPIP.

Tanpa mengurangi hormat kepada teman-teman yang telah bekerja dengan tulus di sana, model pelembagaan semacam itu telah mengurangi independensi pengembangan dan pembudayaan wacana mengenai Pancasila.

Secara kelembagaan UKP-PIP jelas merupakan bagian dari dapur Istana (Setneg), dan BPIP kini berada di wilayah koordinasi Menkopolhukam. Dengan kata lain, lembaga ini merupakan bagian kekuasaan. Pancasila kembali rawan dipersepsikan menjadi instrumen kekuasaan.

Posisi itu dikonfirmasi oleh susunan personalia yang spektrum politiknya juga terbatas, yaitu hanya berisi bekas tim sukses serta mantan pendukung saat kampanye dari rezim yang sedang berkuasa.

Hal-hal semacam ini telah dicatat oleh publik dan akan mempengaruhi cara pandang mereka terhadap wacana Pancasila yang telah dan akan diproduksi oleh lembaga tadi.

Itu sebabnya, jika kita sepakat bahwa Pancasila adalah instrumen kebangsaan dan kenegaraan, dan upaya pengembangan, pengakaran, serta pendalamannya adalah ikhtiar yang perlu dilakukan, untuk memperkokoh kebangsaan kita, maka lembaga yang harus melakukannya adalah sebuah lembaga yang harus berjarak dengan rezim berkuasa.

Lembaga semacam itu haruslah dibentuk melalui undang-undang, artinya melibatkan pembahasan bersama antara Presiden dengan DPR.

Kita tidak ingin, misalnya, antipati publik terhadap pemerintah berimplikasi pada sikap antipati yang sama terhadap Pancasila. Kondisi itu bisa dihindari jika kita mengelola dengan benar isu dan model pelembagaan Pancasila, sehingga tidak merepetisi kesalahan masa lalu.

***