Akhirnya, Calon Walikota Madiun Maidi Masuk Daftar Tersangka KPK

Senin, 4 Juni 2018 | 07:00 WIB
0
2181
Akhirnya, Calon Walikota Madiun Maidi Masuk Daftar Tersangka KPK

Kabarnya, dari beberapa nama Calon Kepala Daerah Pilkada Serentak 2018 yang akan diumumkan KPK yang diduga terlibat Tindak Pidana Korupsi, nama Maidi termasuk salah satu diantaranya. Ia adalah salah satu Calon Walikota pada Pilkada Kota Madiun 2018.

Mantan Sekda Kota Madiun yang maju sebagai Cawali Madiun 2018-2023, diduga terlibat tindak pidana korupsi Walikota Madiun Bambang Irianto yang sudah diadili di Pengadilan Tipikor Surabaya. Bambang diduga korupsi pembangunan Pasar Besar Madiun.

Jaksa KPK mendakwa Bambang melakukan tipikor pembangunan Pasar Besar Madiun. Ia didakwa memperkaya diri sendiri dan menerima gratifikasi dengan nilai total Rp 59 miliar dari sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan pengusaha.

Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya, Bambang dijerat KPK dengan 3 dakwaan, yaitu korupsi, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang. Ia didakwa menerima keuntungan dari proyek Pasar Besar Madiun.

Modusnya, dengan memberi pinjaman kepada perusahaan pemenang tender. Perusahaan ini diduga menggunakan anak usaha milik Bambang sendiri sebagai penyalur barang-barang terkait proyek.

Nah, korupsi pembangunan Pasar Besar Madiun ini diduga tidak hanya dilakukan Bambang. Apakah Maidi yang kini maju sebagai Cawali Madiun dan yang diusung parpol (PDIP, PKB, PAN, PPP, dan Demokrat) terlibat korupsi Pembangunan Pasar Madiun?

Jika melihat dasar yang disampaikan KPK di atas, jelas tuduhannya sama dengan Bambang. “Diduga terlibat tindak pidana korupsi Walikota Madiun Bambang Irianto,” ungkap sumber Pepnews.com.

Tanda-tanda Maidi mau bakal dikaitkan dengan kasus tipikor Bambang ini sebenarnya sudah tampak saat tim KPK datang ke Balai Kota Madiun, 5 April 2018. Maidi, termasuk salah satu  diantaranya yang dimintai keterangannya.

Sebelumnya ditulis, diantara ketiga paslon Walikota – Wakil Walikota yang akan bertarung pada Pilkada Kota Madiun 2018 nanti, tampaknya yang harus berjuang ekstra keras adalah paslon Maidi – Inda Raya Ayu Miko yang diusung PDIP, PKB, PAN, PPP, dan Demokrat.

Pasalnya, Maidi sempat diperiksa penyidik KPK terkait kasus suapnya Walikota Madiun Bambang Irianto yang kasusnya sudah diadili di Pengadilan Tipikor Surabaya. Paslon ini akan bersaing dengan dua paslon lainnya.

Menurut sumber Pepnews.com, majunya Maidi itu sebenarnya skenario dari Koko Raya agar anaknya yang kini berpasangan dengan Maidi itu, bisa menjadi Walikota. “Koko sudah tahu kalau Maidi sebentar lagi jadi tersangka KPK,” katanya.

Inda Raya adalah anak mantan Walikota Madiun Jatmiko Raya Saputra atau Koko Raya (29 April 2004 – 29 April 2009). Koko Raya menjabat Walikota Madiun menggantikan Achmad Ali. Koko Raya akhirnya dicopot karena terlibat korupsi.

Ada yang menarik dari sosok Maidi ini jika disimak jejak kariernya. Ayah dua anak kelahiran Magetan, 12 Mei 1961, ini mengawali karier sebagai guru dan CPNS SMP 2 Pilangkenceng, PNS SMUN 1 Madiun 1989, dan Kepala Sekolah SMUN 2 Madiun 2002.

Setelah itu, Maidi menjabat Kepala Bagian Tata Usaha Dinas P dan K Kota Madiun 2002, Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kota Madiun 2003, Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Kota Madiun 2006, dan puncaknya sebagai Sekretaris Daerah Kota Madiun 2009.

Jabatan Sekda Kota Madiun ini dilepas pada 11 Februari 2018 menjelang ia maju sebagai Cawali pada Pilkada Kota Madiun 2018. Dan, pada 12 Februari 2018, bersama Inda Raya Ayu Miko sebagai Cawawali mendampingi Cawali Maidi.

Maidi mulai memegang jabatan strategis semasa 4 Walikota Madiun: Achmad Ali (20 Januari 1999-29 April 2009), Koko Raya (29 April 2004-29 April 2009), Bambang Irianto (29 April 2009-2016), dan Sugeng Rismiyanto (2017-petahana).

Dari sini tampak sekali betapa kuatnya posisi Maidi yang “selamat” hingga menjabat Sekda Kota Madiun. Meski Walikota Achmad Ali sudah “menghukum” dengan SK Penurunan Pangkat pada 1 April 2004, justru Achmad Ali yang terpental.

Beredarnya SK Penurunan Pangkat dari Walikota Madiun bernomor 862.3-413.010/27/2004 di kalangan netizen ternyata tidak membuat posisinya goyah. Padahal, kasus yang menimpa Maidi itu sudah jelas memenuhi unsur korupsi.

Apalagi dalam SK itu Maidi disebutkan merugikan Pemda. Sebagai Kadis Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, ia dianggap lalai dan tidak melaporkan proses tukar guling itu kepada Walikota Madiun. Padahal, keramik itu memiliki nilai sejarah yang tinggi.

Maidi kemudian diturunkan pangkatnya satu tingkat. Tidak hanya itu, kasusnya diteruskan oleh Kejaksaan Negeri Madiun dan kemudian PN Madiun menyatakan Maidi bersalah atas kasus penjualan aset negara tersebut.

Maidi kemudian banding ke PT Jatim, dan kembali dinyatakan bersalah. Berkat kepiawaian lobinya, pada peradilan tingkat yang lebih tinggi (MA), Maidi dinyatakan tidak bersalah saat mengajukan kasasi ke MA. Maidi divonis bebas.

Namun, tampaknya kali ini Maidi benar-benar bakal dijerat tipikor terkait Bambang Irianto. Pada 2014-2015 seolah menjadi mimpi buruk bagi Pemkot Madiun. Pada tahun itu, ada dua proyek prestisius berurusan dengan hukum.

Dimulai dari pembangunan Embung Pilangbango senilai Rp 18,7 miliar yang bersumber dari Bantuan Keuangan Provinsi Jatim. Proyek yang dikerjakan PT Jatisono Multi Konstruksi (JMK) itu menjadi proyek paling prestisius.

Ambrolnya dinding beton pada November 2016 menjadi awal terkuaknya dugaan adanya korupsi. Kepala Pelaksana BPBD Kota Madiun Agus Subiyanto dan konsultan perencana Maryani diganjar masing-masing 3 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Surabaya.

Setahun berselang, pembangunan gedung baru DPRD Kota Madiun kembali beperkara dengan hukum. Proyek yang dibiayai APBD 2015 sebesar Rp 29,3 miliar itu mengalami keterlambatan progres akut hingga berulang kali dilakukan Show Cause Meeting (SCM). Menariknya, pemkot tetap memberi perpanjangan waktu atas keterlambatan progres.

Hingga kasus ini dilaporkan ke Kejati Jatim oleh PT Aneka Jasa Pembangunan, rekanan yang tidak terima didenda seperseribu setiap harinya. Hingga Agus Subiyanto, Sekwan yang juga Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), dijebloskan ke penjara bersama Managemen Konstruksi (MK) Maryani.

Dari catatan-catatan itu, terungkap adanya kekurangsesuaian. Masalah pun mencuat hingga korupsi terkuak. Banyak pihak yang dirugikan dari proyek gagal itu. Tidak hanya duit yang diembat para pelakunya, tapi juga rugi waktu.

Sebab, proyek gedung baru DPRD sudah molor dua tahun dan tak kunjung selesai. Progres gedung DPRD pada Februari 2016 minus 1,27 persen, sedangkan untuk proyek Embung Pilangbango baru tercapai 87 persen.

Persoalan megaproyek Embung Pilangbango bakal menjadi pekerjaan rumah (PR) abadi bagi Walikota – Wakil Walikota Madiun mendatang. Karena, proyek yang dibiayai dari Bantuan  Keuangan (BK) Provinsi Jatim itu mustahil rampung pada 2018.

Penyebabnya, pemkot baru memproses redesign alias desain ulang untuk melanjutkan proyek yang terpaksa mandeg karena kasus korupsi itu. “Tidak mungkin redesign dan pekerjaan fisik dilakukan di tahun yang sama,” tutur Maidi, Ketua Tim Anggaran Pemkot, saat itu.

“Supaya tidak terjadi masalah lagi, kami perlu redesign,” lanjut Maidi yang saat itu masih menjabat Sekda Kota Madiun. Ia memastikan Embung Pilangbango menjadi proyek prioritas Pemkot Madiun. Hanya, pihaknya tidak mungkin menggarap pekerjaan itu pada 2018 ini.

Kolam itu difungsikan mengurangi dampak banjir di 4 kelurahan wilayah timur pada 2019. Artinya, walikota terpilih yang akan melanjutkan PR yang ditinggalkan Walikota Sugeng Rismiyanto. Karena pemkot ingin embung itu benar-benar difungsikan optimal.

Tidak sebatas mengurangi dampak banjir, tapi juga menghidupkan wisata di wilayah timur. Jadi, tidak cukup hanya melanjutkan progres pekerjaan fisik embung, tapi pemkot juga ingin melakukan kajian matang.

Maidi menyebut keseluruhan bagian bangunan akan dipelototi konsultan yang akan redesign. Saat itu Maidi juga menjadi Kepala BPBD ex-officio. Perkara dugaan korupsi dalam proyek waduk ini dikenal dengan Embung Pilangbango, “meninggalkan benang kusut”.

Kejaksaan Negeri Madiun dalam menangani kasus proyek yang didanai dari APBD Provinsi Jatim pada 2014 sebesar Rp 19 miliar itu tidak transparan dan terkesan melindungi aktor intelektualnya.

Pasalnya, Kejari Madiun hanya menyeret dua pesakitan yang dianggap paling bertanggung jawab: Agus Subiyanto, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Madiun, yang juga Pengguna Anggaran juga Kuasa Pengguna Anggaran (PA/KPA) dan Maryani, konsultan perencana dari PT Peta Konas.

Sementara itu, konsultan pelaksana, pengawas, Pejabat Pelaksana Teknik Kegiatan (PPTK) terutama pelaksana yang mengerjakan proyek selaku pemenang lelang, hingga kini belum tersentuh aparat hukum sama sekali.

Keduanya telah dijerat dengan pasal berlapis yakni pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 jo pasal 18 UU Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. JPU Kejari Madiun pun menuntutnya dengan pidana penjara badan selama 7 tahun, denda 200 juta subsidair 3 bulan kurungan.

Terdakwa juga dituntut untuk wajib mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 4,1 milliar, subsidair 3,6 tahun penjara. Padahal, dalam agenda replik (tanggapan) JPU atas Pembelaan (Pledoi) PH terdakwa, pada 11 Maret 2016, bahwa proyek Embung Pilangbango, sudah ada calon pemenangnya sebelum ada proses lelang.

Bahkan, Agus mendapat arahan langsung dari Walikota Madiun saat itu (Bambang Irianto) tentang siapa calon pemenang lelangnya. Tak hanya itu, ia juga mengatakan bahwa Andik Sulaksono, telah terlebih dahulu memberikan uang Rp 2 miliar kepada Bonnie Laksmana.

Uang itu diberikan kepada Bonnie, anak Walikota Bambang yang juga menjabat Wakil Ketua DPD Partai Demokrat Jatim, sebelum ada proses lelang. Andik sendiri, menurut Agus, adalah rekan kerja Pemkot Madiun, dalam proyek Embung.

Andik adalah orang kedua selaku pelaksana dari PT Indah Cahya Pratama, Lamongan yang membuat perjanjian dengan Direktur PT Indah Cahya Madya Pratama, Dhata Wijaya. “Dua miliar yang ngasih adalah pelaksana Andik Sulaksono ke Boni, anaknya Wali Kota,” ujarnya.

Uang itu diberikan setelah anggaran ini masuk ke Kas Daerah, sebelum proses lelang. Andik Sulaksono adalah Mitra kerja Walikota. Ia sebagai pelaksana orang kedua. Orang pertama PT Indah Cahya Madya Pratama, Lamongan.

“Itu kerja sama operasional, tapi yang mempunyai persyaratan kemampuan dasar adalah PT Indah Cahya Madya Pratama yang direkturnya, Dhata Wijaya. Ada perjanjian di Notaris,” ungkap Agus. Akankah kasus Embung Pilangbango berhenti di Agus dan Maryani?

Atau akan melibatkan Maidi yang ketika itu menjabat posisi strategis di Pemkot Madiun? Akankah KPK juga mengaitkan Maidi dalam kasus embung ini? Bagaimana nasib Maidi nanti jika bersama Inda Raya terpilih pada Pilkada Kota Madiun 2018?

Sesuai aturan, Inda Raya yang akan menggantikan posisinya sebagai Walikota Madiun periode 2018-2023. Jika ini terjadi, maka keinginan Koko Raya untuk membuat anaknya menjadi Walikota Madiun bisa tercapai dengan mudah.

***