Prabowo Itu Apa Adanya

Sabtu, 2 Juni 2018 | 21:47 WIB
0
793
Prabowo Itu Apa Adanya

Setelah menamatkan membaca buku "Paradoks Indonesia" karya Pak Prabowo Subianto yang berisi kegelisahan hati seorang Jenderal Nasionalis tulen tentang nasib rakyat jelata dan pemikiran tentang masa depan Indonesia, saya semakin memahami karakter mantan Danjen Kopassus kita ke delapan ini.

Saya garis bawahi sub judul buku tersebut: "Negara Kaya Tetapi Banyak Rakyat Masih Miskin".

Dari pola pikir beliau bisa saya singkat dengan dua kata, "Ksatria dan Apa-adanya".

Sebagai mantan tentara dan berasal dari kesatuan elit yang sangat dibanggakan, sifat ksatria tentu saja menjadi harga mati bagi seorang Prabowo Subianto.

Hanya saja sifat apa-adanya adalah ganjalan terbesar bagi seorang Prabowo Subianto untuk bisa meroket dan bersinar di dunia perpolitikan Indonesia.

Masyarakat kita kebanyakan adalah rakyat sinetron, yang mudah terpesona dengan pencitraan. Walaupun tahu dibohongi dan akan ditipu, tapi mereka lebih memilih hidup di dunia angan-angan dan enggan membuka mata menatap kebenaran.

Sayangnya model seorang Prabowo Subianto terlalu ksatria untuk bisa bersandiwara dan bersikap pura-pura.

Ketika lawan politiknya yang kebetulan berwajah ndeso bergerilya menjual kesederhanaan, Pak Prabowo tetap tampil apa adanya.

Karena beliau hobby naik kuda, dia tetap naik kuda dan tidak mau pura-pura naik becak.

Karena beliau biasanya naik mobil mewah, dia tetap naik mobil mewah dan tidak mau pura-pura naik mobil esemka.

Karena beliau bukan ulama, beliau tidak mau pura-pura jadi imam sholat apalagi bergaya bak malaikat.

Karena beliau memang orang kaya, beliau tetap berpenampilan dengan baju tidak bercela. Beliau tidak akan pura-pura bergaya sederhana dengan memakai baju putih polos seharga Rp100rb, celana kain hitam seharga Rp110rb, sepatu kw seharga Rp160rb dan tanpa jam tangan.

[irp posts="15164" name="Soal Elektabilitas, Tipis Kemungkinan Prabowo Pilih 1 dari 9 Capres PKS"]

Sekali lagi, sayangnya mayoritas rakyat kita adalah penggemar sinetron yang tidak malu-malu menangis dan berteriak memaki didepan Tivi gara-gara Bawang Merah dikerjai Bawang Putih dan Ibu tiri.

Bayangkan Sinetron Tukang Bubur Naik Haji The Series bisa bersambung sampai 2.185 episode.

Makanya tidak heran masyarakat kita pun termakan pencitraan ala sinetron dalam memilih pemimpin.

Banyak yang tertipu memilih pemimpin yang dianggap merakyat dan diyakini bagian dari rakyat jelata hanya gara-gara baliho penampilan sederhana.

Nah, sekarang si baju putih polos berharga Rp100ribu, celana Rp110ribu dan sepatu Rp160ribu kemarin mau beli burung bernama kitaro Rp600juta aja ngga ada masalah, lah kamu "bong" dan "pret" mau beli beras aja terpaksa model sachetan karena ngga punya uang.

Saya pernah tanya kenalan seorang tukang becak, kenapa begitu fanatik mendukung dan membela Pak Mukidi padahal dia sendiri mengakui kalau janji Pak Mukidi belum ada yang terbukti.

Dia jawab karena Pak Mukidi adalah simbol rakyat jelata seperti dia dan kemenangan Pak Mukidi adalah kemenangan rakyat jelata.

Akhirnya perwakilan orang susah seperti dia ternyata bisa jadi orang nomor satu di negeri ini. Di lain pihak dia dan kawan-kawannya menganggap Pak Prabowo adalah perwakilan kaum priyayi yang di alam bawah sadar begitu mereka benci atas nama kemiskinan di garis tangan.

Tipe orang miskin yang lebih menyalahkan nasib bunda mengandung karena bapak lupa pakai sarung...

Saya tanya, berapa paling banyak pernah pegang uang?

Dia jawab 3 juta, itupun menang lotere masa-masa Togel sebelum digulung Pak Kapolri Jenderal Sutanto.

Ketika saya sampaikan kalau Pak Mukidi total kekayaannya lebih dari Rp30 miliar sewaktu baliho pencitraan sederhana dibuat, dia tetap tidak percaya dan menganggap saya tukang fitnah.

Tapi percuma berdebat dengan orang-orang miskin yang tersesat, bukan?

Baiklah beliau memang sangat sederhana sampai anak-nya hanya bisa kuliah di Singapura sedangkan anak kalian bisa masuk pesantren di Singaparna, Tasikmalaya.

Sebelum jadi keledai bodoh, karena keledai pintar tidak akan mau terjerumus ke lobang got yang sama, apalagi kalau masih mengaku manusia, saya ajak kita semua anak bangsa menggunakan logika.

Kita butuh pemimpin apa-adanya, pemimpin yang membuka mata kita tentang tujuan berindonesia. Pemimpin kuat yang berani berkata tidak kepada kepentingan asing seperti kata Ustadz Ngabalin sebelum jadi Cebong Nyebelin.

Pemimpin yang Nasionalismenya sudah teruji sampai namanya begitu buruk di mata asing, seburuk nama Sukarno dimata Amerika karena lebih memilih bangsa sendiri dengan berani berkata "Inggris kita lingggis, Amerika kita setrika".

Kita wajib hati-hati dengan pemimpin yang dipuja-puji asing karena tidak ada makan siang gratis. Kita juga tidak akan keberatan memuji tetangga yang menguntungkan, bukan?

Selamat berumrah Jenderal, titip doa untuk perjuangan kita di depan Kabah.

Anda tidak perlu pura-pura jadi kyai apalagi memaksakan diri jadi imam sholat hanya demi pencitraan sesaat.

Ikuti dan hargai para Ulama yang mengajak pada kebaikan sekaligus sayangi dan hormati ulama-ulama yang tegas dan berani berkata tidak pada kezaliman.

Insya Allah barisan umat dan rakyat yang cinta kepada negeri ini akan solid dan rapat di belakangmu.

Saya #2019GantiPresiden maka Kita #2019PrabowoPresiden.

***

Azwar Siregar