Aroma Korupsi di RSIA Pura Raharja Libatkan Pejabat Pemprov Jatim?

Sabtu, 2 Juni 2018 | 10:59 WIB
0
1997
Aroma Korupsi di RSIA Pura Raharja Libatkan Pejabat Pemprov Jatim?

Pada Tahun Anggaran (TA) APBD Jatim 2016, Pemprov Jatim telah menganggarkan Belanja Hibah yang dikelola Dinas Kesehatan (Dinkes) sebagai Kuasa Pejabat Pengelola Keuangan (PPKD) sebesar Rp 33,2 miliar.

Mengutip Potretkota.com (7 Februari 2018), uang sebanyak itu, sebagian besar, Rp 30 miliar, disumbangkan untuk memperbaiki gedung Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Pura Raharja milik Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) Jatim.

Realisasi dana hibah ini dituangkan dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) Nomor 912/4627/101.1/III/2016 pada 14 Maret 2016 yang ditandatangani Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dan Ketua Badan Pengelola RSIA Pura Raharja.

Dana hibah ini tak diberikan kali ini saja. Sebelumnya, pada TA 2014, Pemprov Jatim juga menggerojok uang ke Dinkes Jatim Rp 12,5 miliar untuk perluasan gedung berlantai 5 RSIA Pura Raharja di Jalan Pucang Adi, Surabaya itu.

Menariknya, pembangunan yang menghabiskan uang negara miliaran ini tak melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), melainkan melalui lelang konvensional. Tak heran jika pemenang proyek berjalan dua periode, tahun 2014 dan tahun 2016.

“Dalam dua kali realisasi dana hibah itu, si penerima proyek dikutip 15 persen sebanyak dua kali juga dari masing-masing besaran dana tersebut,” ungkap sumber Pepnews.com. Bahkan, karena perusahaan bangkrut, si penerima proyek “diperas” Rp 9 miliar.

Kontraktor pelaksana, yakni PT LP, review desain, konsultan perencana oleh PT WS, dan pengawasan pekerjaan dilaksanakan PT AKA. Pembangunan tambahan RSIA Pura Raharja kemudian dikerjakan 19 Mei 2016, dengan anggaran Rp 26.623.000.000 dengan masa kerja 210 hari, hingga 14 Desember 2016.

Namun, addendum (kontrak) selanjutnya berubah menjadi Rp 28.262.822.000 dan terjadi penambahan waktu pelaksanaan selama 16 hari kalender, sehingga pekerjaan menjadi harus selesai pada 30 Desember 2016.

Hal itu tersebut tertuang dalam Berita Acara Serah Terima Pekerjaan Nomor 248/PP-RSPR/XII/2016 pada 30 Desember 2016. Realisasi pemberian hibah Pemprov Jatim tahun 2014 dan 2016 pada RSIA Pura Raharja telah dilakukan pemeriksaan oleh Inspektorat.

Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Inspektorat Provinsi Jatim atas Pemberian Hibah pada RSIA Pura Raharja Nomor 440/432/060.3/2017 pada 8 Maret 2017 diketahui terdapat permasalahan pada pemberian hibah pada RS Pura Raharja pada 2014 dan 2016.

Diduga, ada mark-up volume pada pekerjaan harga perhitungan sendiri (owner estimate). Selain itu, terdapat pekerjaan tidak dilaksanakan sesuai dengan volume yang tercantum dalam kontrak pembayaran terakhir. Juga banyak pekerjaan melenceng dari gambar dan spesifikasi teknis yang telah ditetapkan.

Sehingga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebut Dinkes Jatim dalam merealisasikan belanja hibah untuk pembangunan RS Pura Raharja tidak sesuai kontrak dan tidak sesuai spesifikasi teknis sebesar Rp 4.571.925.096,68.

Jika melihat jejak digital, maka yang tanda tangan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) Nomor 912/4627/101.1/III/2016 pada 14 Maret 2016 itu adalah Dr. Harsono ketika masih menjabat Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jatim.

Karena, serah terima jabatan Kepala Dinas kepada Dr. Kohar Hari Santoso itu dilakukan pada 30 Juli 2016. Dan, selanjutnya, Dr. Harsono menduduki jabatan baru sebagai Kepala Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

Sebelum menjabat Kadis Kesehatan, Harsono menjabat Bupati Ngawi dua periode (1999-2010). Setelah itu, Direktur Utama RSUD Dr. Seotomo, hingga masa purna tugasnya sebagai seorang aparatur sipil negara diangkat sebagai Kepala BLUD RSUD Dr. Soetomo.

Selama ini, Harsono memang dikenal dekat dengan Gubernur Jatim Soekarwo. Padahal, jejak digital mencatat adanya “persoalan” hukum yang hingga kini belum pernah diproses penegak hukum. Ia pernah dituduh nilep uang penghasilan Kepala Desa di Ngawi.

Saat menjabat Bupati, ia dilaporkan puluhan perangkat desa yang tergabung dalam Parade Rakyat Desa Ngawi (PRDN) ke Polwil Madiun. Mereka menganggap bupati telah ingkar janji karena tidak juga mencairkan penghasilan tetap perangkat hingga akhir Desember 2008.

Salah satu perangkat desa, Supardi menjelaskan berdasarkan Peraturan Bupati No 77 Tahun 2008 tentang penjabaran perubahan APBD Kabupaten Ngawi junto Perda No 14 tahun 2008 tentang perubahan APBD bahwa total penghasilan tetap kades dan perangkat desa se-Ngawi yakni senilai Rp 17,4 M.

“Kita kesal mengapa penghasilan tetap kita belum dicairkan padahal janjinya sebelum tahun 2009, terpaksa kita nekat melaporkan ke Polwil dengan dugaan korupsi RP 17,4 M,” jelas Supardi saat berada di Polwil Madiun Jalan Kompol Sunaryo, kutip Detiksurabaya.com.

Supardi menambahkan, bahwa bupati tidak mencairkan dalam bentuk penghasilan tetap, tapi dicairkan melalui Alokasi Dana Desa (ADD) yang tidak disetujui oleh perangkat desa. Sebab hal itu melanggar Perbup ataupun Perda yang dibuat.

Dalam laporannya, sekitar 30 perangkat desa diterima oleh Kasubag Reskrim Polwil Madiun Kompol Rony Kimbal. Polisi pun meninjau laporan mereka dan jika memenuhi unsur tindak pidana korupsi akan segera memanggil Bupati Ngawi.

Namun, hingga kini kasusnya tidak berlanjut. Harsono justru mendapat promosi jabatan dari Gubernur Soekarwo menjadi Kepala Dinas Kesehatan hingga menjadi Kepala BLUD RSUD Dr. Soetomo.

Saat menjabat Kadis Kesehatan itulah muncul kasus RSIA Pura Raharja. Dus, siapakah yang dimaksud si penerima proyek total senilai sekitar Rp 45 miliar yang mengutip masing-masing 15 persen dan “memeras” Rp 9 miliar karena perusahaan bangkrut tadi.

“Yang jelas, dia sudah diperas Rp 9 miliar, karena perusahaan bangkrut. Dia mau mengakui semua, baik yang diserahkan ke duo kumis maupun dikembalikan ke BPK,” ungkap sumber Pepnews.com yang mengaku menerima keluhan si penerima proyek itu.

Sebaiknya, kasus RSIA yang telah diperiksa BPK ini segera ditangani aparat penegak hukum, sehingga akan terungkap siapa yang paling bertanggung jawab atas selisih nilai sebesar Rp 4.571.925.096,68 karena tidak sesuai kontrak dan tidak sesuai spesifikasi teknis.

RSIA Pura Raharja didirikan pada 1974. RS puraraharja memperoleh kenaikan status dari Rumah Sakit Bersalin (RSB) menjadi RSIA sejak 3 Pebruari 2012. RS milik KORPRI Jatim itu sekarang ini sedang dalam pembangunan tahan ke-3 dari 5 tahap.

Hal itu sesuai dengan master plan RS Pura Raharja bahwa pembangunan ini untuk menuju rumah sakit yang bertandar Nasional dengan standar keselamatan pasien sesuai dengan Joint Commission International.

Sejalan dengan kemajuan jaman dan teknologi, kesadaran masyarakat akan arti pentingnya kesehatan juga meningkat. Sehingga dalam era ini, keinginan masyarakat dalam kesehatan tidak hanya meliputi pengobatan, tetapi juga pencegahan.

Pelayanan Kesehatan yang dimaksud adalah pencegahan, perawatan dan pengobatan. RSIA Pura Raharja memberi Pelayanan Rawat Jalan, Rawat Inap, dan Bedah termasuk di dalamnya Medical check-up saat ini sudah cukup memasyarakat dan biasa dilakukan secara rutin.

Manfaatnya selain sebagai usaha preventif bagi individu untuk pemeliharaan kesehatan juga mempengaruhi kenyamanan dan kesehatan kerja. Untuk memaksimalkan peluang-peluang di atas dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, maka RSIA Pura Raharja mengajukan penawaran kerjasama pelayanan kesehatan berupa Perlindungan Rawat Jalan Kesehatan.

***