Fadli Zon, Fahri Hamzah dan Suara Sunyi DPR

Kamis, 24 Mei 2018 | 06:45 WIB
0
631
Fadli Zon, Fahri Hamzah dan Suara Sunyi DPR

Apakah anggota DPR cuma ada dua yang selalu muncul di media? Wajah-wajah itu sebetulnya biasa saja tapi karena seringnya muncul di pemberitaan baik media cetak, daring maupun televisi jadi sepertinya tidak perlu ada yang lain selain wakil –wakil ketua itu yang sangat suka tampil.

Mereka  benar-benar setia mendengarkan Presiden Indonesia, atau jajaran mentri–mentrinya bicara. Dengan cergas berdua akan segera mengulik setiap perkataan dan implikasi dari cuitannya di media atau hanya mendengar dari media-media tentang pernyataan Presiden. Seperti tetabuhan Jika Jokowi bonangnya Fadli Zon dan Fahri Hamzah akan mengikuti sebagai bonang penerus dan kenongnya.

Sebetulnya serasi. Tetapi masalahnya suara tetabuhan yang diharapkan itu merdu malah menjadi tetabuhan yang memekakkan telinga dan membuat perang komentar di lini masa.

Fadli Zon yang tahu betul sejarah, keris, dan dunia supranatural  memang sengaja menjadi kontra nada bagi apapun pernyataan Presiden. Entah karena setting atau karena ia benar-benar ingin memainkan perang tingkat tinggi politik yang sebagian orang goblok seperti saya tidak paham apa yang sebenarnya tengah direncanakan duo vokalis DPR tersebut.

Kalau Fadli Zon masih punya kendaraan politik yang jelas Fahri Hamzah bisa dikatakan jomblo. Ia tidak punya partai tapi masih yakin didukung partai. Dan sebagai Wakil ketua DPR tanpa restu partai ia terus bermanuver menyerang, dengan aji-aji  “asal beda” apapun dikomentari bahkan glegean-nya Presiden ataupun ken**t presiden mungkin menjadi perhatiannya.

[irp posts="14468" name="Fahri Doakan Gedung DPR yang Kini Sudah Jadi Menara Pisa" Ambruk"]

Dua orang itu memang setia untuk selalu “nyinyir” kepada presiden yang selalu santai dikatai apa saja oleh para komentator. Ia tetap kerja dan terus kerja tidak peduli betapa banyak orang nyinyir misuh-misuh setiap hari dari dosen, selebriti, pegawai negeri yang kehilangan kontrol memaki dan nyinyir pada bos yang menggajinya dan memberinya bonus THR.

Sayangnya penulis termasuk orang yang susah memahami bahasa sundul langit para intelektual negeri ini yang selalu mengritik dan mengkritik apapun kebijakan presidennya. Membangun infrastruktur salah, membangun Indonesia dari luar salah, utang salah, penerapan layanan satu pintu salah, mringis salah, kurus salah, wajah ndeso salah apa- apa salah lalu apa yang harus dilakukan. Akhirnya teriak teriak ganti Presiden sementara calon presidennya saja belum jelas.

Banyak orang keminter, banyak orang merasa  seakan–akan ngurus negara itu seperti membalik telapak tangan saja. Dengan modal lambe bisa menggeraknya semua aparatur.

Sekarang ngaca, aparatur negara saja susah diatur, sudah diberi insentif lebih masih melawan bahkan misuh-misuh, itu baru satu dua orang yang kelihatan. Bayangkan aparatur di Indonesia itu ada ribuan bahkan jutaan tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Sebanyak orang yang digaji itu tetap mempunyai otak dan pikiran masing-masing.

Tidak semua setia, tidak semua manut. Ada yang berwatak culas, mungkin sedikit yang jujur selebihnya yang bajingan, diam-diam mencatut anggaran yang seharusnya dialokasikan untuk rakyat tetapi dikantongi sendiri. Coba pikirkan Memang mudah mengatur negara dengan asset trilyunan.

Saya tanya njenengan, memang tidak pernah utang? Bukankah motor anda, rumah anda, mobil anda, HP anda yang mahal itu dibeli dengan cash. Lah hampir semua ngutang saja tapi dengan entengnya misuh-misuh kepada Presiden bahwa Presiden kok bisanya hanya ngutang.

[irp posts="14406" name="4 Fakta Penting tentang Tunggakan Listrik Fadli Zon"]

Kadang kadang pola pikir penulis yang IQ nya agak jongkok ini pusing kenapa sih aparatur pemerintahan termasuk DPR tidak kompak. Bukannya kalau kompak segala permasalahan cepat terselesaikan. Ini gara-garanya adalah campur tangan politik yang membuat yang baik tidak terlihat, yang jelek segera diekspos agar  mereka bisa melihat betapa lemahnya pemerintah sekarang.

[caption id="attachment_16078" align="alignleft" width="503"] Jokowi dan Ngabalin (Foto: Bisnis.com)[/caption]

Saya sih sebenarnya bukan sedang membela pemerintah. Jika pemerintah salah saya juga pasti teriak, tapi menuduh tanpa bukti, tidak pakai data hanya berdasarkan asumsi, berita yang simpang siur, chat-chat di media sosial, viral-viral di WA. Gentle saja yang baik dikatakan baik yang jelek dikritik tapi dengan menyatakan solusi jangan asal 'nyocot' saja.

Abang Fahri dan Om Fadli Zon ini saya sampai bingung. Apakah sebenarnya ia suka dengan sosok Jokowi tetapi segan mengatakan dan mengakui. Seperti kisah percintaan dalam sinetron semakin wajahnya tampak benci, semakin kelihatan bahwa sebenarnya ia suka dan mencintai. Wah jangan–jangan, jika tiba-tiba “samber Mbledeg”  Jokowi dengan senyum mendatangi Fadli dan Fahri dan ngomong.

”Sampeyan sebenarnya suka khan dengan sepak terjang saya, bagaimana jika anda berdua saya beri tempat khusus  bersama  Mas Ngabalin menjadi penasihat khusus bidang komunikasi politik mau dan nanti pada periode kedua saya jadikan mentri atau kalau tidak mau jadi mentri ya duta besar untuk Amerika mau khan…. hehehe...”

"Sstt... politik khan cair, dari yang musuh bebuyutan bisa jadi sohib, sebab  yang diperlukan oleh politikus itu kesempatan dan kepentingan. Jika diberi kedudukan siapa yang tidak mau sih coba. Apalagi mas Fahri belum tentu nanti dapat kursi di DPR lagi lho... jika ditawari menjadi staff Ahli mau?”

Maaf, jangan tersinggung dengan tulisan ini ya… Betapa sunyinya DPR tanpa anda berdua… jika anda akhirnya menyeberang (hahaha… ini cuma khayalan penulis).

***