Teroris Malu-malu Kucing, Adakah Parpol Pendukungnya?

Selasa, 22 Mei 2018 | 16:29 WIB
0
640
Teroris Malu-malu Kucing, Adakah Parpol Pendukungnya?

Ledakan bom di mana-mana digerakkan dengan rencana, dan luar biasanya anak-anak disertakan dalam peledakan, dengan persepsi bahwa surga pasti menerimanya.

Teror dilakukan dengan kekerasan, dan mengakibatkan kerusakan, bisa raga, bisa jiwa.

 

Sejak terpilihnya Jokowi sebagai Presiden, teror berjalan tak henti. Baik kekerasan dengan paham radikal yang dikasih ruang dan membuat mereka berkembang. Prof. Komaruddin Hidayat mengatakan bahwa berkembangnya paham radikal dan menguatnya HTI karena pemerintahan sebelumnya melakukan pembiaran bahkan mungkin memfasilitasinya.

Sekarang ada orang-orang di parlemen yang mengatakan teroris ada karena pemerintahnya lemah. Orang dungu ini tidak mengenal proses yang menghasilkan output, HTI dan sejenisnya itu berposes dari kecil menjadi besar dan niatnya makar.

Kita tidak tau berapa besar persisnya suara para radikalisme ini di Indonesia sehingga mereka masih harus dirawat oleh partai-partai yang secara kasat mata kita bisa melihat merekalah pemakai suara kaum koplak itu. Karena suara mereka dipakai untuk eksistensinya.

Lihat gelagatnya, kadang kita lucu melihatnya. Mau memimpin Indonesia tapi kawannya kaum radikal yang jelas-jelas embrionya teroris.

Dan mereka selalu terang-terangan membela golongan pemalak Pancasila yang jelas-jelas akan mengganti pancasila. Terus partai dan orang-orang ini sebenarnya siapa?

Kita terkadang malu-malu atau terlalu sopan mengatakan mereka juga menyimpan bibit teroris dalam otaknya dengan kadar tertentu dan dengan cara bagaimana mereka mengekspresikanya, mungkin dengan cara memelihara kaum radikal sebagai cikal bakal yang mengakar.

Tahun depan adalah tahun puncak pembuktian bagi pemilih apakah semakin cerdas atau malah kandas. Tahun-tahun ini adalah tahun di mana dengan terang benderang kita melihat siapa pembela teroris dan dari partai apa dia berada.

Andai kelompok itu masih terpilih dalam mewakili suara sebagian rakyat Indonesia, maka kita bisa mengukur seberapa besar bakat radikal dan teroris di tengah masyarakat kita. Minimal teror suara dan fitnah yang menggila bila kuda pacuannya kalah berlaga.

Teroris akan terus ada bila kita membiarkannya. Kini saatnya kita perangi bersama dan kita harus bisa karena Indonesia harus tetap ada dan Pancasila sebagai idiologi yang tidak tergantikan selama-lamanya.

***