Otak Pelaku Bom Bunuh Diri Tak Berani Mati, Memilih Nikmati Surga Dunia

Jumat, 18 Mei 2018 | 22:26 WIB
0
787
Otak Pelaku Bom Bunuh Diri Tak Berani Mati, Memilih Nikmati Surga Dunia

Kejadian bom bunuh diri terhadap tiga gereja dan Mapolrestabes  Surabaya dan bom yang meledak di rusun Wonocolo, Sidorharjo, adalah fenomena baru kasus bom bunuh diri. Tiga keluarga ini mengajak satu keluarga, suami-istri dan anak, bersama-sama melakukan bom bunuh diri. Ini belum pernah ada sebelumnya dalam kasus-kasus terorisme.

Bahkan di dunia belum pernah ada kasus terorisme yang melibatkan satu keluarga dan baru terjadi di Indonesia, negeri kita tercinta ini. Selama ini yang terjadi di Timur Tengah adalah bom bunuh diri bukan satu keluarga, sebagai contoh bom bunuh diri seorang wanita sering terjadi di Timur Tengah sebagai pembalasan karena suami di bunuh. Atau seorang anak melakukan bom bunuh diri karena dipaksa atau didoktrin dan biasanya dikendalikan dari jarak jauh, bukan si anak itu yang meledakkan.

Nah,yang terjadi bom bunuh diri di Surabaya adalah fenomena baru. Karena biasanya dalam dunia teroris yang menjadi "pengantin" atau pelaku bom bunuh diri adalah laki-laki yang usianya relatif muda.

Ini seperti dalam dunia militer, yang maju dalam garis pertempuran adalah tentara atau prajurit yang usianya masih muda. Usia muda bisanya jiwa patriotik dan semangatnya masih menyala-nyala dan tidak takut akan kematian.

Dan dalam kasus-kasus terorisme sebelumnya pelaku bom bunuh diri juga anak-anak muda, bahkan pernah ada bom bunuh diri di hotel Jakarta, pelakunya dulu juga anak yang baru lulus SMU.

Apakah sekarang kelompok teroris merasa kesulitan merekrut anak-anak muda atau menjadi "pengantin" bom bunuh diri hingga bapak-bapak dan ibu-ibu serta anaknya sekarang menjadi pelaku bom bunuh diri?

Pelaku bom bunuh diri yang terjadi di Surabaya, kalau dilihat dari usia termasuk sudah tua dan tidak layak menjadi pelaku bom bunuh diri. Pelaku bom gereja Surabaya usianya 47 tahun dan yang di Malporestabes usianya 50 tahun, terus yang di rusun 47 tahun. Artinya usianya sudah tua.

Semakin bertambah usia biasanya orang takut akan kematian, apalagi kalau kaya dan jadi pejabat, kecuali orang yang usianya sudah tua yang sakit-sakitan biasanya pengin cepet mati karena sudah tidak tahan akan penyakitnya.

Di usia yang hampir setengah abad dengan anak-anak yang sebagian sudah masuk jenjang kuliah atau kerja, biasanya orang tua semangat dan merasa bahagia karena anak-anaknya sudah besar atau dewasa.

Tetapi yang terjadi dalam kasus bom bunuh diri satu keluarga di Surabaya ini, di luar kewajaran atau suatu anomali dalam dunia terorisme.

Para pengamat dan intelejen dibuat bingung dan susah untuk menganalisa kasus bom bunuh diri Surabaya.

Tentu yang pinter adalah otak di balik kasus bom bunuh diri Surabaya. Karena ia bisa mendoktrin atau meyakinkan kepada para tiga keluarga untuk melakukan bom bunuh diri.

Doktrin atau untuk meyakinkan supaya orang melakukan bom bunuh diri tentu bukan dilakukan dalam hitungan hari atau minggu, bisa jadi bulanan. Karena pelakunya bukan sendiri atau tunggal. Tetapi melibatkan banyak orang atau satu keluarga. Karena kalau salah satu anggota keluarga tidak mau dan membocorkan rencana bom bunuh diri, bisa berakibat fatal bagi pelakunya.

Dan otak dari pelaku bom bunuh diri Surabaya sudah ditangkap di Malang. Namanya Syamsul Arifin atau Abu Umar. Menurut Kapolri, Abu Umar adalah otak bom Surabaya.

Abu Umar ditangkap di rumah istri keduanya. Bahkan istri tuanya malah tidak tahu kalau suaminya menikah lagi. Ia baru tahu setelah Kapolsek mendatangi rumahnya dan memberi tahu bahwa suaminya terlibat kasus bom bunuh diri Surabaya dan ditangkap di istri keduanya. Mendengar cerita itu, istrinya langsung terkulai lemas atau ndeprok (Jawa).

Inilah hebatnya atau pinternya orang yang mendoktrin atau menyuruh melakukan bom bunuh diri, ia menjanjikan akan mendapat Jannah atau surga atau kehidupan yang abadi dan bisa berkumpul kelak di akherat kalau mau melakukan bom bunuh diri. Doktrin inilah yang menjadikan para pelaku dengan sukarela mau melakukannya.

Tetapi anehnya orang yang menyuruh malah tidak berani melakukannya dan malah tidur di istri keduanya, menikmati surga dunia. Yang mati malah belum tentu mendapat surga yang telah dijanjikan.

Kalau memang emas permata atau surga itu di depan matamu, kenapa engkau menyuruh orang lain untuk mengambilnya, kenapa tidak engkau sendiri yang mengambilnya? Kenapa orang lain engkau suruh melakukan bom bunuh diri,kenapa tidak engkau sendiri?

***