Defisit Capres, Surplus Cawapres, Pilpres menjadi Pilwapres

Minggu, 13 Mei 2018 | 19:19 WIB
0
461
Defisit Capres, Surplus Cawapres, Pilpres menjadi Pilwapres

Minggu-minggu belakangan ini Indonesia bakal kebanjiran capres dan cawapres. Ada 9 dari PKS, 1 Gerindra (emang yang lain berani), 1 PAN, serta lawakan Cak Imin yang tak membuat senyuman. Sementara Demokrat seperti biasa sudah bersuara poros ke-3.

Partai politikus dan selalu mau menjadi penentu itu terus menjual aset barunya yang dipaksa harus bisa sesuai nafsu emaknya. Dan si tua wakil tuhan tetap saja bersuara untuk didengar, malah katanya masih berharap bertemu Jokowi yang tiap hari dia maki-maki.

Kelompok perusuh yang sejak 2014 menelan kekalahan ini tidak pernah lelah memaki pemerintah, semua salah, bahkan Jokowi batuk saja bisa menjadi sebuah kesalahan. Membangun infrastruktur salah, apa saja salah. Kesalehan sosialnya dianggap kesalahan sosial, dan nyaris Jokowi jadi bulan-bulanan saat Dirut Pertamina membangkang kebijakan pemerintah.

Untung cepat ditindak, kalau tidak Jokowi bisa tersedak. Orang mungkin lupa Massa Manik itu lama dengan Prabowo di Kiani Kertas yang masih berutang gaji buruh berkepanjangan. Kelompok pembenci Jokowi ini bukan membantu kerja pemerintah, namun sebaliknya.

Kelas pengintai kekuasaan malah bicara masalah kenegaraan, tak pernah punya rasa malu, dengan akhlak pas-pasan mereka tampil menjual diri, berani bicara menjadi presiden, 9 orang pula, mereka pikir ini pemilihan kepala desa.

Sibuk seperti geluduk, bermanuver seperti peri, kelasnya malu-maluin. Petahana saja masih mesam mesem tidak menjual diri karena Jokowi itu kelas pemimpin berakhlak budi, bukan pemalak negeri yang selalu iri kepada prestasi hasil kerja oposisi. Kalau mereka waras mestinya pikirannya tidak terbatas, mengomentari aktivitas Jokowi dengan tidak cerdas, yang ada malah menjadi pembenci "cadas".

Lihat saja begitu menggebunya mereka berebut cawapres mendampingi Prabowo. PAN dan PKS sama-sama ngences. Apa ini bukan malak jabatan, geragas dan kesetanan, begitu kok mau disebut negarawan. Kesiangan lu, Ndro.

Dagelan politik murah ini kayak buka lapak jualan bonus ongkir. Rakyat dipaksa beli jarak jauh, begitu datang barangnya rapuh, sebelum dipakai sudah luluh. Kelas dan kualitas yang pas-pasanan dipaksakan, seolah rakyat dipaksa menerima manusia kelas tak jelas.

Partai oposisi ini selalu pedas tak cerdas, dengan tagar #2019GantiPresiden seolah mereka kuasa menentukan keberlanjutan sebuah bangsa yang sejatinya mereka coba menghancurkannya, karena mereka adalah pendukung HTI yang anti Pancasila dan bermimpi mendirikan khilafah.

Bagaimana kita bisa percaya manusia yang ada didalamnya, dan mereka adalah pendukung Prabowo yang notabene oposan pemerintah. Lihat saja gayanya, baju dan lagak seperti Soekarno, menjelma menjadi obor nasionalis, ternyata kampanyenya yang lalu pakai Obor Rakyat.

Kita jangan amnesia, lihat bagaimana mereka merusak Jakarta, mereka tidak perduli agama, warga, yang penting berkuasa, apa mungkin mereka menjaga Indonesia, kita mimpi di siang hari dan buta kalau tetap percaya dengan mereka.

Jaga Indonesia, kita jaga bersama anak muda dalam masa transisi yang butuh energi, dan harus Jokowi lagi.

***