Unjuk Rasa Baitul Maqdis, Brimob, Terorisme dan Letusan Merapi

Jumat, 11 Mei 2018 | 19:10 WIB
0
566
Unjuk Rasa Baitul Maqdis, Brimob, Terorisme dan Letusan Merapi

Seminggu ini berita didominasi oleh geger terbunuhnya 5 Polisi Brimob, pengawalan ketat tahanan terorisme untuk dipindahkan ke Nusa Kambangan. Dan Jumat ini anak-anak sekolah di seputar ring satu, Monas dan sekitarnya diliburkan karena disinyalir ada demo besar-besaran menentang kebijakan Israel yang merebut bangunan Baitul Maqdis (bangunan suci) di Yerusalem. Ribuan pendemo putih-putih sudah bergerak dari daerah menuju pusat kota.

Saya menulis di PepNews ini boleh dikatakan mingguan. Satu artikel satu minggu, ternyata sudah banyak cerita berderet. Kalau boleh dikatakan up to date mungkin artikel saya hanya seperti gong saja masuk di sela–sela nada dan akan menjadi penanda akhir sebuah irama mau selesai atau mau sambung. Seminggu ini penulis hanya ingin menyambung nyambung cerita. Kadang memang memaksa sih tapi setiap peristiwa pasti ada benang merahnya ada garis sambungnya.

Penulis mulai dari Peristiwa Terbunuhnya anggota Brimob. Salah satu pemicunya karena tahanan teroris itu memprotes terhadap kebijakan rutan yang tidak membolehkan keluarganya membawa makanan masuk. Mereka tidak terima dan memprovokasi tahanan lain untuk menyerang petugas. Mereka menjebol tembok, merampas senjata dan menyandera polusi dan petugas rumah tahanan. Enam korban tewas dalam bentrok tersebut

Mereka adalah Bripda Wahyu Catur Pamungkas, Bripda Syukron Fadhli, Ipda Rospuji, Bripka Denny Setiadi, dan Briptu Fandi Setyo Nugroho dan satu tahanan tewas yaitu Benny Syamsu Tresna. Penulis terbayang suasana Mako Brimob, karena pernah nge- kost di sekitar Jihandak Cimanggis Depok.

Ketika kerusuhan terjadi suasana mencekam. Benar-benar sunyi karena masyarakat takut keluar. Terbayang masyarakat di sana takut keluar karena mendengar rusuh Mako karena perselisihan dengan Tahanan Teroris. Mendengar kata” teroris “ saja bulu kuduk sudah merinding. Barangkali penulis sudah membayangkan mereka para teroris itu sudah putus urat takutnya. Mereka tentu sudah di cuci otaknya sehingga tidak pernah merasa takut karena merasa mereka berjuang atas nama agama dan tuhan.

Barangkali pembaca ingat peristiwa terorisme di Bali, pentolan Teroris Nusdin M Top,  Imam Samudra dan para terorisme lain yang membuat bergidik masyarakat. ISIS dan banyak gerakan terorisme di dunia membuat masyarkat tidak nyaman, serba was–was dan takut takut jika muncul terorisme di sekitarnya. Kalau telor itu bergizi dan mengenyangkan maka teror membuat jiwa panik dan mengesalkan.

Penulis jadi ingat cerita tentang Kurawa. Boleh dikatakan mereka mengintimidasi Pandawa dengan mencoba menelanjangi Drupadi.

Drupadi adalah istri dari Pandawa. Dalam pewayangan Jawa ia adalah istrinya Yudistira. Tapi versi India Drupadi adalah Istri Pandawa. Drupadi adalah simbol perempuan kuat tapi harus rela berkorban menjadi taruhan judi para Pandawa.

Perjudian Kurawa adalah hal biasa tapi tidak bagi Pandawa. Pandawa tidak terbiasa hidup dalam suasana hura-hura, bertindak licik, menghalalkan segala cara untuk menang. Maka Pertaruhan harta benda termasuk istri bagi Pandawa adalah keterpaksaan.

“Saya terpaksa ikut berjudi karena situasi yang memaksa, Yayi… " demikian kata Yudistira kepada adik-adiknya.

“Mengapa harus mengikuti kemauan Kurawa Kangmas, bukankah bisa dengan jalan lain?”

“Mungkin sudah takdir harus mengikuti suasana seperti itu, Yayi…”

“Apakah takdir membuat kita akan mengalami kesengsaraan panjang?”

“Sabar, Yayi, percayalah kejujuran, kebenaran, keadilan pada akhirnya nanti akan menang. Namun kita  harus melewati ujian demi ujian untuk bisa merengkuh kebahagiaan.”

“Tapi sekarang ini situasinya beda, Kangmas, yang culas, yang sering bohong dan yang tidak jujur selalu mendapat panggung dan kemenangan. Yang sering melakukan teror tidak pernah terungkap siapa dalangnya. Yang Selalu mengatasnamakan Tuhan tapi sesungguhnya bersekutu dengan setan tetap saja lolos dan mampu membuat masyarakat terbelah.”

“Untuk menjadi orang baik itu harus kuat menahan gempuran teror, Yayi, Sabar tulus dan fokus pada kerja itulah yang terbaik. Masalah kita selalu menderita itu adalah resiko orang jujur dan tulus dalam bekerja.”

“Lalu bagaimana dengan Drupadi. Tentu ia sakit hati karena menjadi pertaruhan judi dan Kurawa bersorak melihat Tubuh Drupadi istri kita.”

“Selalu ada resiko dalam sebuah peperangan. Yakinlah pengorbanan sekarang ini akan kita petik kemudian dalam peperangan besar bernama Bharatayuda. Prabu Kresna telah meperhitungkan matang-matang.”

“Lalu bagaimana menghadapi teror Kurawa, Kakangmas?”

“Baiklah kalian sebaiknya bisa menahan diri tidak mudah emosi, tenang akrena itulah jalan satu satunya meredam jebakan-jebakan yang memang diinginkan musuh. Jika kita terpancing akan mudah mereka menjebak dalam scenario yang telah mereka perhitungkan. Kita harus mgnikuti alur mereka tetapi mesti bisa memperhitungkan agar kita mampu melwati rintangan itu.”

“Apakah ada tanda-tanda alam misalnya dengan meletusnya gunung Merapi menandakan aka nada peristiwa besar di masa depan?”

“Jangan percaya dulu pada cerita mistis yang belum tentu benar. Peristiwa gunung Merapi itu hanyalah peristiwa alam, tidak usah dihubung-hubungkan dengan tanda-tanda alam, tanda- tanda sebuah negara dalam keadaan genting.”

Itu sekelumit dialog Pandawa yang sabar menerima cobaan demi cobaan untuk mencapai kesuksesan saat menghadapi perang besar bernama Mahabaratha. Lau apa sih hubunganannya dengan terorisme, dan meltusnya gunung Merapi?

Jika penulis mengutak atik peristiwa minggu ini,  peristiwa yang beruntun itu menandakan bahwa bagaimanapun pemerintah masyarakat, politikus harus  lebih dewasa dalam memandang sebuah peristiwa. Untuk mencapai kekuasaan tentu tidak hanya mengandalkan pemaksaan kehendak, menyebarkan isu-isu yang belum tentu benar.

Kerja keras, ketulusan lebih penting daripada hanya sekedar bermain-main dalam politik gincu, pemolesan pencitraan sesaat demi memperoleh kekuasaan. Dengan menghalalkan segala cara, menerapkan taktik pengerahan masa untuk membentuk opini publik ujung-ujungnya hanya mempermalukan diri.

Seorang politikus ingin dikenal dan dihargai karena prestasinya akan lebih berharga daripada hanya mengandalkan politik muka dua, politik memecah belah yang tidak elok.

Soal apakah ada hubungan antara demo, terorisme dan meletusnya gunung Merapi itu tentu karena terbentuk oleh masyarakat yang panik terhadap permasalahan bangsa yang tidak pernah kunjung selesai.

Kepada politikus berilah pelajaran berharga masyarakat bahwa politisi itu harus selalu rasional. Baik dikatakan baik salah dikatakan salah. Jangan direkayasa yang baik dikatakan salah dan yang salah dikatakan baik. Sekelas Profesor apalagi ahli politik tentunya tidak hanya mencampur adukkan kepentingan agama dan politik dan membuat pembedaan menggiring opini Partai Setan dan partai Allah.

Bagi penulis terjun dalam politik itu seperti masuk dalam dunia setan, penuh intrik dan penuh kelicikan. Itu yang lahir dari kesimpulan masyarakat. Jika politikus ingin mendapat apresiasi baik ubahlah persepsi tentang politikus dengan bekerja dan berprestasi bisa?

Itu cuma sumbang saran masyarakat bodoh seperti saya.

Salam Damai.

***