Racun Kalajengking: Mendahulukan Sensasi Dibanding Substansi

Sabtu, 5 Mei 2018 | 09:14 WIB
0
891
Racun Kalajengking: Mendahulukan Sensasi Dibanding Substansi

“Ada fakta yang menarik, komoditas yang paling mahal di dunia sekarang ini adalah racun dari kalajengking, harganya 10,5 juta Dollar AS per liter atau 145 Milyar Rupiah per liter..!!!” begitu salah satu cuplikan pidato Presiden Jokowi pada acara Musrenbangnas RKP 2019 di Jakarta, Senin, 30 April 2018.

Tak lama kemudian, seorang penceramah kondang dalam akun medsosnya dengan semangatnya membahas bisnis racun kalajengking, lengkap dengan perbandingan harganya. Bahkan lucunya, beliau tidak bisa membedakan antara racun kalajengking dan minyak kalajengking dengan menyebutkan bahwa racun kalajengking dijual di toko online.

Sudah barang tentu, status itu ditulis dalam nuansa satire dan spirit memberikan ejakulasi kepada pembacanya yang anti Jokowi.

Yuk, kita simak transkrip pidato yang agak lengkapnya.

Setelah mengucapkan salam dan ucapan terima kasih kepada yang hadir, Jokowi memulai pidatonya dengan prolog sebagai berikut:

“Sekarang saya mau bertanya…. Apa komoditas yang paling mahal di dunia? Pasti banyak yang menjawab Emas, bukan Mas. Ada fakta yang menarik yang saya dapat dari informasi yang saya baca… komoditas yang paling mahal di dunia sekarang ini adalah racun dari scorpion, racun dari kalajengking. Harganya 10,5 juta Dollar AS perliter, artinya berapa? 145 Milyar Rupiah per liter..!!! Jadi Pak Gubernur, Pak Bupati, Pak Walikota, kalau mau kaya…. cari racun kalajengking!”

Prolog itu sontak mendapat gelak tawa hadirin. Siapa pun maklum, apa yang disampaikan Jokowi adalah guyonan khas orang Jawa yang melihat sesuatu selalu diselipi humor. Setelah hadirin reda tertawanya, Jokowi pun melanjutkan pidatonya.

“Yang kedua… komoditas yang supermahal, yang lebih mahal lagi, yang super mahal, yang namanya Californio 252. Ini zat kimia yang dipakai untuk eksplorasi minyak dan gas. Harganya mau tahu? 27 juta Dollar AS per gram. Itu kurang lebih jika dimilyarkan… 375 Milyar Rupiah per gram. Saya juga gak ngerti barangnya.”

Lagi-lagi, kalimat terakhir Jokowi itu mengundang gelak tawa hadirin. Setelah jeda beberapa saat, Jokowi pun meneruskan pidatonya.

“Tapi Bapak/Ibu sekalian… meskipun ada komoditas-komoditas yang paling mahal di dunia yang seperti sudah saya sampaikan, tapi yang paling mahal adalah WAKTU. Ini yang perlu digarisbawahi: WAKTU.

Coba kita lihat, 10 tahun, lewatnya cepat atau tidak? Menurut saya, 10 tahun terasa lewatnya sangat cepat sekali. Kita ingat, coba kita ingat… 30 tahun yang lalu, berarti kurang lebih tahun 1988. Waktu itu belum ada yang namanya henpon, belum ada yang namanya HP, rasanya irama hidup ini pelan, pelan sekali dibanding sekarang. Kalau mau telpon, kita ingat saat itu, tahun 85-88 kalau masih ingat, kalau mau telpon-telponan kita nunggu sampai kantor dulu, baru bisa telpon, ya nggak? Atau kalau dalam perjalanan, kita nunggu sampai rumah, baru bisa telpon. Karena belum ada HP. Coba ingat itu.

Kemudian saat itu muncul HP, kemudian juga muncul yang namanya mesin faximile…. mesin fax. Anak-anak muda sekarang mesin fax saja sudah bingung, apa itu. Karena sudah muncul lagi yang lebih baru. Itu adalah perpaduan mesin foto kopi dan telpon. Sebuah teknologi yang waktu itu kita anggap sangat revolusioner sekali. Saat itu. Dulu, kita menunggu berminggu-minggu untuk mendapatkan sebuah surat atau dokumen lewat pos. Tapi begitu ada mesin fax, menjadi instant dan langsung keluar dari mesin fax.

Nah, kita berbicara sekarang. Kita hidup di era WA, WhatsApp. Di era Twitter. Di era Fesbuk. Di era YouTube. Di era Instagram. Irama hidup menjadi sangat cepat sekali. Sangat cepat sekali. Informasi juga sangat cepat sekali. Sekali lagi bandingkan, dulu mau nelpon nunggu sampai di kantor, mau nelpon nunggu sampai di rumah. Sekarang di mana pun kita, langsung WA, langsung bisa ngetwit, langsung bisa update status, baik di Fesbuk, Instagram, Twitter.

Waktu lewatnya semakin cepat. Dan dengan perkembangan teknologi potensi produktifitas yang bisa mengisi waktu itu akan semakin tinggi. Hati-hati dengan apa yang saya sampaikan: POTENSI PRODUKTIFITAS. Karena banyak yang tidak memanfaatkan potensi produktifias ini dan menggarapnya dengan baik.

Bapak/Ibu sekalian yang saya hormati, artinya dengan waktu yang lewatnya begitu cepat, dengan teknologi modern yang sekarang begitu banyak yang bisa kita capai setiap menit, setiap jam, setiap hari. Berarti yang namanya waktu itu benar-benar menjadi sebuah KOMODITAS YANG MAHAL SEKALI kalau kita benar-benar bisa memanfaatkan itu.

Dan kalau yang namanya waktu telah menjadi komoditas yang sangat mahal, berarti musuh nomor satu kita adalah yang namanya BUANG-BUANG WAKTU. Tolong ini garis bawahi, MUSUH NOMOR SATU KITA ADALAH YANG NAMANYA BUANG-BUANG WAKTU.”

***

Mencermati pidato Jokowi secara utuh, siapa pun akan dengan mudah memilah-milah mana yang menjadi substansi pidatonya dan mana yang menjadi pelengkap bahkan sekedar pemanis saja.

Topik racun kalajengking sudah jelas hanya ditempatkan sebagai prolog dan entry point pembanding untuk pikiran utama yang akan disampaikan. Atau bisa juga menggunakan teknik "Start a fire" dalam pidato. Namun sialnya, stasiun TV sekelas TV One pun bukannya substansi berita tentang MAHALNYA WAKTU yang mereka angkat, malah membuat lead berita MAHALNYA RACUN KALAJENGKING.

Sudah bisa ditebak, video pun hanya menampilkan saat Jokowi berbicara hanya saat tentang racun kalajengking saja yang jelas-jelas hanya prolog dan sama sekali tidak menampilkan ke substansinya tentang mahalnya waktu tadi.

Dampaknya?

Seperti biasa, para analis dan pakar dadakan tentang kalajengking pun bermunculan, lengkap dengan tabel harga dan tokonya.

Hanya di jaman Jokowi-lah banyak melahirkan para pakar dadakan, mulai dari pakar dasi, kancing, kaos kaki dan sekarang pakar kalajengking.

Gapapa, yang penting jangan jadi pakar kalah njengking.

***