"Hesteg" dan Moral yang Tak Bisa Ditawar

Minggu, 29 April 2018 | 21:47 WIB
0
864
"Hesteg" dan Moral yang Tak Bisa Ditawar

Bullying, persekusi, mempermalukan atau apalah namanya sudah jadi trend jaman now. Cuma memang caranya berbeda. Kalau yang punya kekuasaan apakah level panitia atau level penguasa punya cara sendiri yang lebih elit.

Para pendukung Anies Baswedan masih merasakan gondok tertahan di tenggorokan atas peristiwa memalukan yang menimpa Anies. Pada gelaran piala presiden Anies di-bully cara elit. Penguasa DKI itu dilarang turun oleh paspampres karena namanya oleh panitia tidak masuk daftar rombongan orang-orang penting yang kebetulan berbeda kelompok politik.

Walaupun Anies cuek saja, kemarahan pendukungnya tak tertahankan. Sebaliknya para pembenci Anies membela dengan berbagai argumen, bahkan ada juga yang nambahin bonus cacian.

Kelompok masyarakat yang merasa punya wilayah beda lagi cara persekusinya. Dan Ustad Abdul Somad (UAS) merasakan langsung bagaimana para jago kandang mempresekusinya. Hotelnya tempat menginap dikepung, dan mereka melakukan persekusi pada UAS.

Tentu saja fans UAS meradang. Tapi mau mengadu kepada siapa? Para pembenci UAS diam seribu bahasa kalau toh ada yang bicara ya ngeles sekenanya.

Massa yang disatukan oleh atribut kaos berhesteg beda lagi. Pokoknya kalau di antara kerumunan massa yang berkaos seragam hesteg yang sama tiba-tiba ada satu yang menggunakan kaos dengan hesteg yang bebeda, maka timbul isengnya. Mula-mula satu dua orang yang ngeledek orang yang berbeda hesteg itu, dan selanjutnya mudah ditebak.

Hari ini ada acara jalan santai berhesteg di CFD, bukan hanya di Jakarta, tapi juga di beberapa kota lain. Ketika ujug-ujug ada orang yang menggunakan kaos berbeda nongol di kerumunan massa yang beda pilihan politik, tak bisa dihindari iseng berjamaah itu.

Dan satu peristiwa kecil itu cukup gurih buat dilahap walaupun tidak digoreng, cukup dimakan mentah dengan sedikit bumbu. Maka seolah-olah ingin dikesankan jalan santai berhesteg itu dipenuhi oleh para bajingan.

Kalau kau berada di kerumunan kelompokmu yang satu hesteg, selagi asyik berteriak tiba-tiba nongol satu orang tepat di depanmu dengan teriakan berbeda, atau memakai kaos yang berbeda. Apa yang kamu lakukan? Jangan dijawab sekarang. Sekarang kamu masih jadi dirimu, belum menjadi massa berhesteg, belum dipengaruhi oleh atmosfir kebanggan berjamaah pada hesteg.

Saya sendirian di rumah menyaksikan video persekusi seorang yang beda hesteg itu melihatnya dengan rasa kasihan dan menyesali perbuatan yang mempersekusi. Tapi nggak tahu juga kalau saya berada di sana menyatu dengan atmosfir kebanggaan satu hesteg yang sama.

Begini saja. Cari gampangnya saja. Kalau ada yang bicara soal moral sehubungan dengan persekusi itu, kalau dia memakai baju, bukalah bajunya. Kemungkinan besar dia menggunakan kaos berhesteg yang sama dengan yang dipersekusi. Kalau dia hanya memakai kaos, belah dadanya, di hatinya kemungkinan besar ada hesteg yang sama.

Namanya kemungkinan, mungkin saja memang dia membenci persekusi kepada siapapun, hesteg apa pun. Gampang kok menilainya. Kalau dia hanya sekali menulis di medsos soal persekusi itu, kemungkinan besar dia memang tidak berhesteg. Tapi kalau sampai menulis dua kali atau lebih. Kemungkinan besar, hampir pasti dia berhesteg sama dengan orang yang dipersekusi.

Ada video rekaman dari emak-emak berhesteg yang beda dengan yang di-bully itu, lagi makan di lantai atas sekitar Sarinah, sementara seorang yang berbeda hesteg (yang tentu saja satu hesteg dengan yang di-bully) di bawah , di area parkir berteriak-teriak menantang emak-emak itu. Emak-emak nyuekin saja sambil terus menikmati makan siang. Coba perlihatkan pada yang sok bicara soal moral itu, pengen tahu, apa komentarnya?

Jadi kalau ada yang bicara soal moral, coba saja tawar. Emangnya moral bisa ditawar kaya beras? Ya, coba saja…

***

29042018