Melihat dari Dekat Partai Setannya Amien Rais

Senin, 16 April 2018 | 19:15 WIB
0
571
Melihat dari Dekat Partai Setannya Amien Rais

Apa yang terjadi pada Amien Rais? Bisa jadi, orangtua ini dalam fase syndrome akut terjadinya krisis. Ia gagal memenangi dirinya, setelah berbagai kegagalan yang menyakitkan. Tapi, bisa jadi juga tak demikian. Namanya juga dugaan. Tapi fakta; sebagai orangtua, ia terlibat makin menyebalkan.

Kritik-kritik Amien Rais, semakin tendensius. Bukan hanya tak rasional, apalagi wise. Amien Rais tampak hendak mendikotomi bangsa ini menjadi kelompoknya dan bukan. Yang paling menyedihkan, yang bukan kelompoknya buruk. Dan kelompoknya, selalu baik adanya.

Kecenderungan terakhir itu menjelaskan, betapa Amien Rais dan Soeharto, penguasa Orde Baru dulu itu, sama saja. Sebuah karakter yang mesti kita perangi, jika kita menginginkan Indonesia ke depan. Bukan Indonesia ke belakang.

Perbedaan antara Rais dan Soeharto, hanya pada satu sisi. Jika Soeharto membalas kritik dengan menindas, Rais membalas kritik dengan menyetan-nyetankan liyan dan mengalah-alahkan dirinya. Mangkanya, kesimpulannya amat dangkal. PKS, PAN, Gerindra, cenderung dimasukkan dalam golongan partai allah, sementara partai-partai besar yang berkoalisi adalah partai setan.

Sebagai politikus, tentu tak akan hal itu dinyatakan secara verbal. Ia sadar hukum, atau bahasa proletarnya, pengecut. Disebut nerima duit gelap Rp600 juta saja, langsung kalap. Padahal kalau nuding orang sekenanya. Ia bermain di tataran wacana dan impresi. Dengan demikian, ia lepas tangan jika masyarakat menginterpretasikan yang menjadi kehendaknya.

Pertanyaan kita, apakah allah bermain politik, setelah sebelumnya ada yang menuding kitab-kitab suci itu fiksi? Apa itu fiksi? Beberapa orang Gerindra tiba-tiba menjadi ahli tafsir sastra, dengan mengatakan banyak kejadian nyata bermula dari karya-karya fiksi.

Jika demikian, apakah yang menurut Rocky Gerung difiksikan dalam kitab suci akan menjadi nyata, di kini dan kelak kemudian hari? Jika tidak, atau jika iya, bagaimana dengan Indonesia 2030, dengan Prabowo yang berusia 79 tahun?

Atau, pertanyaan sisipan: Apakah Al Maidah pasal sekian itu fiksi? Jika iya, bagaimana bisa masuk ke ranah hukum? Atau karena yang ngomong Ahok, maka logika dilarang dipakai?

Apakah di Indonesia 2030 masih ada manusia bernama Prabowo, juga Amien Rais? Mungkin masih ada Fadli Zon dan Fahri Hamzah, tetapi apakah manusia Indonesia masih percaya, cara-cara berpolitik yang sibuk dengan analogi-analogi generasi analog, macam mereka itu? Sedang untuk jadi tukang ojek saja, kini rakyat yang tak perlu menjadi doktor, karena belajar aplikasi online lebih relevan.

[irp posts="14215" name="Partai Tuhan Ciptaan Manusia, Agama untuk Menyerang Lawan Politik"]

Menurut sastrawan Danarto almarhum, tidak akan mudah menjaring malaikat. Amien Rais mungkin salah satu di antara yang gagal itu. Ia hanya menjadi manusia pencemburu. Pantesan, dan bisa dimengerti, ia lebih memilih gabung Prabowo dan Rizieq Shihab.

Kadang kasihan juga Zulkifli Hasan. Meski ketua umum partai dan ketua MPR, ia lebih sering harus menjelas-jelaskan dan melurus-luruskan pernyataan politik besannya. Moga tak lupa, tugas utamanya adalah membela kepentingan rakyat.

Lho, Amien Rais 'kan juga rakyat? Mongsok sih? Bukankah dia bagian partai allah?

Tapi, bukankah 14 parpol yang boleh ikut Pemilu 2019, adalah partai manusia?

***