Berebut “Jatim 3” (6): Wahid Memimpin Lembaga “Rawan” Korupsi

Senin, 16 April 2018 | 06:42 WIB
0
1210

Berbeda dengan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Pemprov Jatim yang dipimpin Bobby Soemiarsono, Dinas Perhubungan yang dipimpin Wahid Wahyudi sempat diwarnai dengan  kabar adanya dugaan korupsi di dalamnya.

DR. Ir. Wahid Wahyudi, MT mengawali kariernya sebagai Staf Bappeda Tingkat I Jatim, 1 Maret 1989. Kemudian dilanjutkan sebagai Kepala Seksi Perhubungan dan Pariwisata (22 Juni 1998). Kasubid Prasarana Perhubungan Bappeprov Jatim (28 Mei 2001).

Kemudian pada 8 Mei 2002, Wahid diangkat sebagai Pj. Kabid Kabid Sumber Daya Alam dan Teknologi, Pj. Kasubdin Penyusunan Program Dinas Perbuhungan Provinsi Jatim (22 Mei 2003);

Kabid Pengembangan Transportasi Dinas Perhubungan  dan LLAJ Provinsi Jatim pada 22 Desember 2008, dan Kepala Dinas Perhubungan dan LLAJ Jatim sejak 9 Agustus 2010. Di Dishub-LLAJ, jabatan sebagai Kepala diemban Wahid hampir 8 tahun.

Tak pelak lagi, karena posisinya di Dishub-LLAJ cukup lama, ia pun termasuk “orang kuat” yang sulit digoyah karena dikenal dekat dengan Gubernur Jatim Soekarwo. Meski begitu, isu miring yang menimpa lembaga yang dipimpinnya itu banyak juga.

Dishub-LLAJ Jatim pernah dilaporkan oleh Ketua DPD LSM Pemantau Kinerja Aparatur Pemerintahan Pusat dan Daerah (PKA-PPD) Jatim Lahane Aziz terkait korupsi Dana Jalan Lain Menuju Kesejahteraan Rakyat (Jalin Kesra) Jatim senilai Rp 5,8 triliun.

Dana Jalin Kesra bernilai triliunan untuk program mensejahterakan rakyat tersebut diduga jadi “bancaan” yang melibatkan orang-orang dekat Gubernur Soekarwo. Disebut, ada lima SKPD di Pemprov Jatim yang diduga terlibat penggunaan dana Jalin Kesra itu.

Dinas Pertanian dan Peternakan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Koperasi dan UMKM, Dinas Sosial, dan Dinas Perhubungan Provinsi Jatim diduga terlibat. “Dana triliunan itu diduga tidak disalurkan secara benar,” ujar Lahane Aziz (IntelijenPost.com, 14 Maret 2015).

“Tapi banyak yang dimanipulasi, dan di-KKN sejak proses tender hingga implementasi  pengerjaan proyek di lapangan,” lanjutnya. Dari Rp 5,8 triliun itu, masing-masing dinas mengelola anggaran untuk berbagai program kesejahteraan rakyat selama 2010-2013.

“Hasil investigasi dan data yang dihimpun LSM PKA-PPD, diduga dana Jalin Kesra itu jadi bancaan yang melibatkan banyak pihak, termasuk orang-orang dekat Gubernur Jatim,” kata Lahane Aziz.

Karena itu, ia mendesak, kasus dugaan korupsi yang menguras dana masyarakat triliunan rupiah ini harus dibongkar. Adapun anggaran-anggaran yang perlu dipertanyakan, program Jalin Kesra Jatim itu dimulai pada 2010 dengan anggaran setahun sekitar Rp 1,2 triliun.

Pada 2011 kembali digelontorkan Rp 1,2 triliun, 2012 anggaran membengkak menjadi Rp 2 triliun lebih dan pada 2013 sebesar Rp 1,4 triliun. Totalnya diperkirakan mencapai Rp 5,8 triliun. Ini belum termasuk pada 2014 ada dana Bansos ke Kadin senilai Rp 20 miliar.

Modus operandi penyelewengan dananya adalah melalui manipulasi data sejak proses tender hingga pelaksanaan proyek di lapangan. Banyak perusahaan yang memenangkan tender dari proyek di lima SKPD tadi ditengarai melakukan manipulasi dan menggunakan alamat fiktif serta tidak sesuai dengan persyaratan yang semestinya.

Jejak digital lain mencatat, pengamat hukum Universitas Airlangga (UA) Surabaya I Wayan Tatib Sulaksana menilai kebijakan Dishub-LLAJ Jatim yang mengalokasikan anggaran untuk pelatihan sopir bus Rp 1, 3 miliar hanya program mengada-ngada dan rawan penyalahgunaan.

Sayangnya, Kepala Dishub-LLAJ Jatim Wahid Wahyudi, memilih bungkam soal penggunaan anggaran pelatihan tersebut. Alasannya pun nyeleneh. Wahid enggan menjelaskannya kepada wartawan karena takut keterangannya dipelintir.

Menurut Wayan, fungsi pemerintah sebenarnya hanya bersifat regulasi. Makanya, ia heran dengan adanya kegiatan pelatihan sopir yang mencapai miliaran rupiah. Dishub-LLAJ Jatim harusnya cukup buat edaran.

Bahwa sopir PO Bus harus memiliki kualifikasi ini dan itu dalam berkendara. “Kalau masih mbalelo ijin trayeknya dicabut, gitu saja kan selesai,” ujar Wayan, kutip SurabayaPagi.com, 16 September 2011.

Kursus sopir, kata Wayan, cukup dilakukan oleh masing-masing perusahaan bus. Pemerintah tidak harus turut sampai hal yang menyangkut teknis seperti itu. “Saya pikir ini program yang mengada-ada, patut diduga ada unsur korupsi di sini,” terangnya.

APBD Jatim, lanjut Wayan, seharusnya digunakan untuk hal-hal yang bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat. Bukan malah untuk mendukung hal-hal yang sebenarnya merupakan tugas kalangan pengusaha.

“Ini namanya double anggaran, lebih baik itu digunakan untuk membangun fasilitas sosial,” sindir Wayan. Oleh sebab itu, ia meminta kepada aparat penegak hukum untuk secepatnya melakukan pengusutan kasus dugaan korupsi dalam kegiatan kursus sopir bus tersebut.

“Secepatnya lakukan operasi intelejen, karena korupsi adalah kejahatan luar biasa, tidak usah menunggu laporan, cukup berita koran dijadikan dasar,” tegas Wayan.

Setelah melakukan pengumpulan bahan keterangan atau Pulbaket, “Aparat penegak hukum harus menyita semua bukti pendukung untuk diserahkan kepada BPKP agar dilakukan audit investigasi. Jangan setengah-setengah, harus serius,” lanjut Wayan.

Wahid Wahyudi menolak membeberkan mengenai penggunaan anggaran pelatihan itu yang menelan Rp 1,3 miliar. “Untuk detailnya (data anggaran) silahkan tanya ke Kabid Angkutan. Data detailnya ada di sana,” kata Wahid yang menjawab melalui SMS.

Dalam SMS sebelumnya, Wahid menyatakan keenggannya untuk dikonfirmasi via telepon lantaran takut pemberitaannya diplintir. “Kalau untuk diplintir aku emo Mas, sepurone yo,” sebutnya via SMS, seperti dikutip SurabayaPagi.com.

Sikap pejabat Dinas Perhubungan itu menyusul pemberitaan, bahwa Dishub Jatim memiliki anggaran Rp 1,3 miliar untuk pelatihan pengemudi bus. Sejumlah sopir PO yang ditemui SurabayaPagi.com mengaku tak pernah dilibatkan dalam pelatihan tersebut.

Organda Jatim mengakui pelatihan bagi sopir itu hanya digelar 3 kali setahun. Jika dihitung secara matematis, anggaran Rp 1,3 miliar dengan pelatihan setahun hanya 3 kali, maka satu kali pelatihan menghabiskan dana Rp 433,3 juta. Untuk apa saja uang sebesar itu, tidak jelas.

Wahid dalam keterangan melalui pesan singkat itu juga membantah adanya tudingan hanya “omong kosong” terkait program pelatihan sopir. Tidak bisa hanya karena dua-tiga orang pengemudi yang tidak ikut pelatihan sopir, djadikan dasar programnya “omong kosong”.

“Bukan hanya (karena) tanya dua orang yang tidak ikut pelatihan. Terus dijadikan dasar untuk mengatakan omong kosong,” papar Wahid. Dishub Jatim pimpinan Wahid ini juga sempat disoroti perihal Proyek Lampu Penerangan Jalan Umum (LPJU).

Sayangnya, dua pejabat Dishub di Bidang Lalu-Lintas Jalan (Lalin Jalan) terkait pengadaan dan pemasangan LPJU yang paling berperan dalam penyelenggaraan proyek paket pekerjaan ini telah dimutasi Gubernur Soekarwo pada 22 September 2017.

Berdasarkan Keputusan Gubernur Jatim Nomor: 821.2/1666/204/2017, dua pejabat Bidang Lalin Jalan yang dimutasi itu adalah Subhan Wahyudiono dan Gatot Soebroto. Sebelumnya, Subhan Wahyudiono menjabat sebagai Kepala Bidang Lalin Jalan Dishub Jatim.

Setelah itu menjabat sebagai Staf Ahli Gubernur Jatim Bidang Kemasyarakatan dan Sumber Daya Manusia. Sedangkan Gatot, awalnya sebagai Kasi Bidang Lalin Jalan Dishub Jatim hanya pindah tugas di Bidang Perhubungan Laut yang masih di lingkungan Dishub Jatim.

Jejak digital mencatat, pada 2017 lalu Dishub Jatim menyelenggarakan kegiatan pekerjaan Pengadaan dan Pemasangan LPJU di ruas jalan provinsi. Salah satunya, ada di ruas jalan provinsi yang ada di Kabupaten Kediri berbatasan dengan Kabupaten Malang.

Sebanyak 90 tiang LPJU Solarcell (tenaga surya) yang dibangun Dishub Jatim bertebaran di sepanjang ruas jalan provinsi ini dikerjakan dengan pagu anggaran (APBD Provinsi Jatim 2017) sebesar Rp 6 miliar oleh PT Qiara Utama dengan nilai kontrak Rp 5.999.803.000.

Sayangnya, upaya Dishub Jatim sejak 2012 yang tidak henti-hentinya membangun LPJU Solarcell sebagai upaya mengembangkan sumber daya energi terbarukan dan hemat energi, harus dibayar dengan menyedot luar biasa dana rakyat.

Dengan dana anggaran sebesar itu, setelah dicermati lebih dalam ke lokasi LPJU berada, hasil pekerjaan PT Oiara Utama ini merangsang sorotan dan layak dipertanyakan. Dari sisi kualitas barang, mulai dari tiang besi dan struktur perangkat solarcell hingga kontruksi terkesan tidak sesuai dengan nilai anggarannya.

Meski ada indikasi korupsi, ternyata Dishub yang dipimpin Wahid Wahyudi ini seolah “kebal hukum”, sehingga tidak ada aparat penegak hukum yang berani “menyentuh” Dishub Jatim. Inikah yang memang menjadi “tolok ukur” untuk jabatan Sekdaprov Jatim?

(Habis)

***

http://pepnews.com/2018/04/12/berebut-jatim-3-5-bobby-penguasa-pendapatan-daerah-jatim/