Sengkuni di Perpolitikan Indonesia, Politikus Busuk tapi Tak Munafik

Kamis, 5 April 2018 | 22:12 WIB
0
1197
Sengkuni di Perpolitikan Indonesia, Politikus Busuk tapi Tak Munafik

Kesan Pertama ketika mendengar nama "Sengkuni" pastilah diidentikkan tokoh licik dan culas, yang berpolitik secara tidak beradab, juga menghalalkan segala Cara, sehingga citra negatif sangat identik dengan Sengkuni, padahal ada sisi baik yang patut diteladani pada diri Sengkuni, seperti misalnya dia bukanlah tipikal orang munafik, kejujurannya’ dalam berpolitik. Sengkuni tidak pernah tedheng aling-aling memperlihatkan wajah politiknya yang diakuinya tidak beradab.

Sebagai elite Astina pada rezim Kurawa yang kondang namanya, Sengkuni sangat menguasai peta politik, dia selalu muncul disaat-saat suksesi kekuasaan, dan dia selalu memainkan perannya demi kepentingan politiknya. Stabilitas Politik Astina yang begitu rukun dan damai menjadi keruh seketika begitu Sengkuni mulai memulai perannya, diawali ketika terjadi kesalahpahaman antara Pandu dan muridnya, Tremboko, pemimpin Negara Pringgondani.

Sengkuni berhasil mengadu domba kedua pemimpin tersebut sehingga terjadilah peperangan. Baik Pandu maupun Tremboko akhirnya gugur. Sebelumnya, ia memfitnah patih Astina, Gandamana, sehingga terjungkal dari kursinya. Jabatan orang kedua di Astina itu pun jatuh dalam genggamannya.

Cerita di atas adalah sebuah illustrasi tentang prilaku Sengkuni, prilaku seperti ini ada dalam elit politik di mana saja, bukan cuma di Astina. Diperpolitikan Indonesia pun banyak tokoh politik yang memiliki karakter dan prilaku Sengkuni, memang diakui Sengkuni sangatlah identik dengan penjahat politik, sehingga elit politik yang digelar sebagai Sengkuni mungkin tidak bisa menerimanya.

Lain halnya kalau elit yang digelar Sengkuni tersebut memahami karakter Sengkuni sesungguhnya, mungkin dia akan menikmati sebutan tersebut, dan terus memosisikan dirinya sebagai Sengkuni diperpolitikan Indonesia. Sering Kita saksikan bagaimana seorang Sengkuni memainkan perannya dalam berbagai kesempatan suksesi kekuasaan, seperti memainkan bidak catur dalam mengatur calon penguasa yang sesuai dengan keinginannya.

Politisi tipikal Sengkuni tidak pernah berpikir tentang kepentingan bangsa dan negara, yang ada dalam benaknya hanya bagaimana mendapatkan kekuasaan atau merebut kekuasaan tanpa etika dan moral politik.

Politisi tipikal ini menjadi sangat berperan dalam perpolitikan di negara ini, bahkan sangat mendominasi perpolitikan Indonesia, hanya saja mungkin Sengkuni diperpolitikan Indonesia tidaklah separah yang ada di Astina dan juga bukanlah bagian dari Rezim Kurawa.

Memang Sengkuni terkenal sebagai politisi busuk, namun dalam kebusukannya itu masih ada nilai karakternya yang bisa direnungkan. Sengkuni bukan politikus hipokrit. Ia apa adanya, tidak ada yang disembunyikan. Ia pun anggap enteng cap yang disematkan pada dirinya sebagai leletheking jagat panuksmaning jajalanat, yang artinya penjelmaan iblis yang paling jahat di jagat.

Sengkuni tidak mau menjadi pribadi palsu. Antara hati, pikiran, ucapan, dan perilakunya klop. Ibarat musang, ia tampil apa adanya sebagai musang, bukan musang yang bergaya dengan bulu domba. Aspek ‘kejujuran’ inilah yang masih sulit ditemukan pada politisi negeri ini.

Ada yang mengidolakan Sengkuni dalam berpolitik ? Semoga sisi baiknya Sengkuni saja yang diadopsi.

***

Editor: Pepih Nugraha