Antara Benci dan Rindu, Setipis Kulit Ari Erdogan-Netanyahu

Kamis, 5 April 2018 | 09:49 WIB
0
719
Antara Benci dan Rindu, Setipis Kulit Ari Erdogan-Netanyahu

Presiden Turki Recep Tayyip  Erdogan adalah presiden yang sangat fenomenal di negaranya, suka mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang keras kepada beberapa negara, yaitu Amerika,Israel dan Suriah. Sebagian warga negara Indonesia di sini bahkan mengidolakannya.

Erdogan juga menumpas semua kekuatan dalam negerinya yang dianggap membahayakan kekuasaannya, bahkan banyak pegawai pemerintah, tentara, polisi dan hakim di pengadilan yang di pecat karena dianggap terlibat dalam upaya kudeta.

Itu tadi, Erdogan juga mempunyai penggemar atau fans berat di Indonesia, mereka mengeluk-elukkan dan memuji setinggi langit, seakan pemimpin yang sangat ideal, "alangkah enaknya jika Indonesia dipimpin Erdogan, bukan Jokowi". Jangan lupa, ada juga politikus kita yang mengidolakan "Erdogan". Tentu saja dia bukan politikus partai Kristen.

Negara Turki dengan Presiden Recep Tayyip Erdogan dan Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu beberapa waktu lalu terlibat perang kata-kata dan saling tuding, seakan mencari pembenaran atas tindakan masing-masing.

Erdogan mengecam tindakan tentara Israel atas unjuk rasa warga Palestina dalam peringatan Hari Bumi Palestina di jalur Gaza, Jumat 27 Maret 2018 lalu. Erdogan menuduh Benyamin Netanyahu sebagai seorang "teroris" dan "penjajah" atas tanah Palestina.

"Hai, Netanyahu! Anda seoarang penjajah. Sebagai penjajah Anda berada di tanah itu. Pada saat yang sama, Anda seorang teroris. Apa yang anda lakukan terhadap orang-orang Palestina yang tertindas akan menjadi bagian dari sejarah dan kita tidak akan pernah melupakannya. Orang-orang Israel merasa tidak nyaman dengan apa yang Anda lakukan. Kami tidak bersalah atas tindakan pendudukan," kata Presiden Erdogan dalam pidatonya yang disiarkan televisi Turki.

Atas pernyataan presiden Erdogan tersebut ,Perdana Menteri Benyamin Netanyahu balas menanggapi tak kalah galak dan penuh sindiran kepada Erdogan.

"Tentara paling bermoral di dunia tidak akan diberi kuliah tentang moralitas dari seseorang yang selama bertahun-tahun telah mengebom penduduk sipil tanpa pandang bulu," kata Netanyahu dalam tweetnya. Wuih.... makjleb juga Yuahudi satu ini!

Netanyahu merasa Erdogan tidak usah memberi kuliah kepada dirinya karena Erdogan sendiri juga melakukan penyerangan kepada warga Kurdi di Suriah. Bahkan Turki menyerang dan menguasai wilayah Afrin dan mengusir dan membunuh para tentara Kurdi. Padahal Afrin adalah wilayah Suriah. Artinya Turki tak ubahnya seperti Israel yang telah di kritiknya.

Turki mengecam keras tindakan tentara Israel yang tidak proporsional dan menggunakan senjata dalam mengatsi unjuk rasa warga palestina, sedangkan Netanyahu memuji tindakan tentaranya yang melindungi kedaulatan dan keamanan warganya.

Perang kata-kata antara Turki dan Israel sebenarnya bukan hanya terjadi kali ini saja. Tahun 2010, terjadi krisis Marmara, yaitu kapal Turki yang membawa bantuan ke Palestina diserang oleh tentara Isreal dan menewaskan beberapa penumpangnya.

Kedua negara ini menjalin hubungan diplomatik dan menempatkan duta besarnya masing-masing. Artinya sekalipun sering ribut dan saling tuding lewat pernyataan, kedua negara ini menjalin persahabatan. Di atas permukaan panas, tetapi di bawah adem ayem saja. Saling jabat tangan dan peluk-cium.

Buktinya, volume perdagangan dari kedua negara ini meningkat tajam dan sangat besar atau bergairah.

Seperti yang disampaikan oleh menteri Intelijen Israel, Yisrael Katz, "Erdogan sering menyerang kami, tapi kami tidak menggubrisnya dan meskipun ini tidak berarti kami tidak  menanggapinya, namun serangan terhadap kami tidaklah menghalangi  volume perdagangan melalui Haifa menjadi sekitar 25% perdagangan Turki dengan negara Teluk."

Bahkan dalam maskapai penerbangan Turki juga meningkat tajam, baik dari dan ke Israel. Dan dalam dunia pariwisata juga meningkat tajam dengan adanya penerbangan dari kedua negara tersebut.

Kenyataanya, Turki yang sering menyerang Israel lewat pernyataannya tidak berani memutuskan hubungan dengan menarik duta besarnya. Artinya pernyataan-pernyataan Erdogan hanya untuk memperoleh dukungan di dalam negerinya dan menaikkan popularitas.

Disatu sisi, Erdogan di dalam negeri Indonesia dipuja-puja, tetapi bersahabat dengan Israel, tetapi di negara kita dilaknat dan sumpah serapah. Turki sebagai tetangga tentu berfikir realistis, tapi masyarakat kita yang melihat dari kejauhan malah memandang dari sudut yang berbeda. Yang penting 'kan ada amunisi buat menghantam Jokowi, ga penting Erdogan salam-salaman sama Yahudi!

Bahkan negara Arab, yang menjadi kiblat dari segala penjuru dunia juga menjalin persahabatan dengan Israel dengan membuka kedutaan. Dan saling berangkulan untuk menjatuhkan presiden Suriah, Bashar al-Assad. Jangan lupa pula, di sini Arab dipuja-puja juga, sampai-sampai busana dan kebiasaannya ditiru pula.

Kalau sudah begini, terus piye ikii? Negara kita mati-matian membela Kemerdekaan Palestina, tapi di sisi lain negara-negara tetangganya malah menjalin cinta dengan negara Zionis.

Mereka emang terlalu manis. Kalau kata Neng Geulis mah, "Dipoyok, diebok"..... dicibir tapi ya ditelen juga!

***

Editor: Pepih Nugraha