Seekor Harimau Mengaum, Seribu Kambing Tetaplah Mengembik

Rabu, 4 April 2018 | 06:47 WIB
0
1534
Seekor Harimau Mengaum, Seribu Kambing Tetaplah Mengembik

Harimau sudah turun gunung, sudah mengeluarkan "auman" dan membuat gentar siapapun dalam dunia politik.

Dengan "jargon" yang sangat mengena di hati pendukungnya, "Seribu kambing kalau dipimpin oleh seekor harimau, maka kambing-kambing itu akan ikut mengaum, tetapi seribu harimau kalau dipimpin oleh seekor kambing maka harimau itu akan ikut mengembek".

Faktanya, kambing-kambing itu akan dimakan satu-persatu sampai habis atau tidak tersisa.

Jagat politik hari-hari ini memulai memanas seperti cuaca yang saat ini memang begitu panas menyengat. Suhu memanas di musim dingin itu bikin enak, tetapi suhu bertambah panas saat sudah panas jelas bikin sumuk. Tetapi, itulah realitas perpolitikan yang dihadapi Indonesia mutakhir akhir-akhir ini.

Ketua umum partai Gerindra Prabowo Subianto dalam kampanyenya di Depok mengeluarkan pernyataan yang sangat membuat gerah pihak lawan politiknya, dalam hal ini pemerintah karena sebagai pembuat kebijakan.

"Terutama elite, kita terus terang saja minta ampun deh. Gue sudah kapok sama elite Indonesia," kata Prabowo dalam kampaye di Depok, Minggu 1 April 2018.

Bahkan Prabowo juga menyebut semakin dekat dengan Jakarta banyak penjabat atau elite yang bermental "maling". Prabowo juga merasa menyesal kenapa dulu tidak melakukan "kudeta" sekalipun diucapkan dalam nada bercanda.

Tentu pernyataan-pernyataan Probowo yang diucapkan dengan penuh semangat itu hal biasa bagi seorang ketua umum partai yang juga sebagai partai yang di luar pemerintah. Kalau dikatakan itu sebagai kritik, sebenarnya masih jauh untuk dikatakan sebagai kritik, tapi karena ia tokoh partai, yaa sah-sah saja.

Sengatan atau auman Probowo ini sebenarnya termasuk "lagu lama", maksudnya apa yang diucapkan oleh Probowo itu bukan barang atau pernyataan baru.

Sudah pernah diucapkan jauh-jauh hari seperti,pernyataan: saya nyesel dulu tidak melakukan kudeta. Pernyataan ini pernah di ucapkan di Jogjakatya dalam rangka Peringatan Hari Pahlawan pada 13 November 2017 lalu.

Artinya pernyataan Prabowo ini "lagu lama" yang didaur ulang ,sayangnya tidak di-"aransemen" dengan aransemen baru yang menarik dan enak di dengar. Akhirnya malah menjadi seperti "kaset kusut" karena sering diulang-ulang. Meski kaset-kusut, tetap saja menarik dan layak untuk disimak.

Tetapi bagi pendukungnya, pernyataan Prabowo ini tak ubahnya genderang perang yang "ditabuh" untuk menyatukan atau membangkitkan kekuatan di depan simpatisan atau kader-kadernya.

Menuduh pemerintah saat ini tidak berpihak kepada rakyat dan sistem ekonomi liberal atau neolib adalah senjata kampanyenya. Prabowo juga berjanji akan merebutnya dan akan mengembalikan kepada rakyat, kelak apabila terpilih menjadi presiden.

Dan ini juga sinyal atau tanda bahwa Prabowo siap untuk menjadi calon presiden dari partai Gerindra yang secara bulat mendukung Prabowo Subianto sebagai calon presiden 2019, sekalipun belum ada deklarasi secara resmi.

Bahkan untuk memoles nama Prabowo supaya terkesan tegas dan berwibawa( sekalipun sudah nampak tua dan lelah), kader partainya, yaitu Fadli Zon mengibaratkan Prabowo adalah tipe pemimpin yang mirip Presiden Rusia, Vladimir Putin.

Jadi, menurut Fadli Zon, presiden Putin mempunyai kesamaan dengan Prabowo Subianto yang sangat dibutuhkan untuk menjadi presiden Indonesia menggantikan presiden Joko Widodo.

Memang ada kesamaan antara presiden Vladimir Putin dengan Prabowo Subianto sebagai calon presiden. Keduanya sama-sama laki-laki. Dalam percintaan, sama-sama sendiri alias jomblo. Kesamaan lainnya, Presiden Putin menjadi presiden berkali-kali atau empat kali, sedangkan Prabowo Subianto menjadi calon presiden berkali-kali juga.

Tetapi, mudah-mudahan saja tahun 2019 ini Prabowo bisa menjadi presiden yang sudah lama diidam-idamkan atau diimpikannya. Ibaratnya kemanangan adalah kegagalan yang tertunda, sebagaimana apologi bagi  siapapun pecundang.

Atas penyataannya soal "elite" yang dimaksud, Fadli Zon memberi sedikit penjelasan, yaitu yang membuat kebijakan, dalam hal ini pemerintah.

Bahkan ketua umum MUI yang juga Rais Am NU, Kyai Ma'ruf Amin juga ikut memberi komentar. Katanya, sebut saja elite yang dimaksud, jangan membuat gaduh.

Tentu ini juga merupakan pernyataan yang sangat lugas dan jelas dari ketua MUI. Antara lugas atau gemes, mana tahu perbedaannya setipis kulit ari.

Mudah-mudahan Probowo Subianto bisa mengejar dan merealisasikan mimpinya untuk menjadi presiden, mengaumlah karena aumanmu menjadi tanda kekuatanmu masih ada, mengaulah karena pendukungmu akan tetap setia.

Dengan cara demikian, tatkala Prabowo sudah benar-benar menunjukkan taringnya sebagai harimau, mungkin pendukungnya akan tenang, nyaman dan damai....

Embeeeeeekkkkk.....

***