Jenderal dan Mayor di Pilpres 2019, Bersekutu atau Berseteru?

Selasa, 3 April 2018 | 20:23 WIB
0
558
Jenderal dan Mayor di Pilpres 2019, Bersekutu atau Berseteru?

Pada akhir bulan Maret 2018, Jenderal TNI Gatot Nurmantyo mengakhiri masa dinasnya di dunia militer dengan jabatan terakhir Panglima TNI. Ia diberhentikan oleh Presiden Joko Widodo tiga bulan sebelum pensiun.

Sewaktu masih aktif sebagai panglima TNI, Gatot Nurmantyo sudah menunjukkan gelagat ingin terjun dalam dunia politik, hanya ia selalu mengelak atau menjawab normatif karena ia masih aktif sebagai tentara atau panglima TNI.

Lewat pernyataannya, ia memerintahkan jajaran TNI untuk memutar atau menonton film G-30 PKI, padahal dari tahun ke tahun film itu sudah tidak pernah diputar atau di tonton oleh jajaran TNI. Seakan ingin membangkitkan emosi tentang kekejaman peristiwa G-30 PKI dan berniat ingin mencari modal pangung politik kelak kalau sudah pensiun.

Bukan itu saja, bahkan soal agresifnya Cina juga pernah di ungkapkan dalam acara seminar di depan para mahasiswa. Soal pembelian senjata oleh kepolisian juga pernah menjadi ribut-ribut, bahkan mantan panglima ini mau menyerang kalau benar-benar institusi kepolisian ingin membeli senjata yang dirasa membahayakan.

Bahkan dengan Kementerian Pertahanan, Ryamizard Ryacudu, yang tak lain seniornya, juga kurang harmonis. seakan malah menentang kebijakannya dan mantan panglima ini hanya tunduk dan patuh pada atasannya langsung, yaitu Presiden Joko Widodo.

Setelah memasuki masa pensiun, Gatot Nurmantyo langsung tancap gas dan memproklamirkan diri kalau ia siap menjadi presiden, kalau rakyak menghendaki. Tentu ini jawaban yang normatif.

Untuk menjadi calon presiden atau wakil presiden, minimal harus mempunyai kendaraan yang bisa mengantarkan cita-cita politiknya. Tidak hanya dengan jawaban "siap". Sedangkan Gatot Nurmantyo belum mempunyai kendaraan atau belum menjadi anggota partai politik manapun saat ini.

Bahkan, banyak partai yang sudah membuka pintu untuk Gatot Nurmantyo menjadi kader partai kalau ingin menjadi calon presiden atau wakil presiden. Seperti Gerindra, sebelum pensiun Gatot Nurmantyo sudah bertemu dengan ketua umunya, yaitu Prabowo Subianto, tentu ini dalam rangka pertemuan politik atau safari politik.

Tetapi untuk menjadi calon presiden dari Gerindra, sepertinya berat atau tidak mungkin karena dari 34 DPD dan DPC sudah sepakat dan dengan suara bulat mengusung Prabowo Subianto sebagai calon presiden. Artinya Gatot Nurmantyo masih ada harapan menjadi calon wakil presiden berpasangan dengan Prabowo Subianto, itupun harus bersaing dengan calon-calon wakil presiden lainnya seperti Anies Baswedan, Ahmad Heryaman, dan lainnya.

Partai Nasdem juga merasa sangat dekat dengan mantan panglima ini dan kalau Gatot Nurmantyo menjadi kader Nasdem, maka partai ini siap mencalonkan Gatot Nurmantyo sebagai calon wakil presiden untuk mendampingi Joko Widodo sebagai calon wakil presiden. Sedangkan Presiden Joko Widodo sepertinya menunjukkan gelagat kurang "sreg" dengan mantan panglima ini.

Partai PKS juga membuka pintu untuk Gatot Nurmantyo, kalau ingin mendapat dukungan.

Tentu mantan panglima ini harus berjuang keras dengan safari politik ke partai-partai kalau ingin mendapat dukungan menjadi calon presiden dan wakil presiden. Karena belum atau tidak punya kendaraan sendiri untuk maju dalam bursa calon presiden dan wakil presiden membutuhkan logistik yang tidak sedikit. Tapi soal logistik bagi Gatot Nurmantyo bukan masalah karena sudah ada sponsor yang siap untuk membiayai.

AHY

Mayor Agus Harimurti Yudhoyono atau biasa disapa AHY juga mantan tentara yang mengajukan pensiun dini karena ingin maju dalam Pilkada DKI tahun 2017 kemarin. Secara kepangkatan antara mantan Jenderal Gatot Nurmantyo dengan Mayor Agus Harimurti Yudhoyono beda seperti antara langit dan bumi.

Akan tetapi, AHY bukan Mayor biasa. Ia anak mantan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). AHY mempunyai kendaraan politik, yaitu Partai Demokrat dan ketua umumnya adalah bapaknya sendiri, yaitu SBY.

Bahkan AHY yang lebih dulu pensiun dini dan mantan Jenderal Gatot Nurmantyo baru pensiun akhir bulan Maret kemarin, tetapi elektabilitas AHY lebih tinggi dibanding mantan Jenderal Gatot.

SBY sebagai ayah dan sebagai ketua umum Partai Demokrat pasti akan berjuang sekuat tenaga dan menerapkan strategi untuk AHY agar menjadi calon wakil presiden.

Mantan Jenderal yang masih "anget" akan bersaing dengan Mayor (putra mahkota) yang lebih dulu pensiun. Siapa yang bersinar dan beruntung?

AHY untuk menaikkan elektabilitasnya juga sudah rajin turun ke masyarakat sekedar untuk menyapa atau memperkenalkan diri.

Ataukah akan membentuk poros  baru dimana mantan Jenderal dan Mayor bersatu. Bisa juga dibalik Mayor dan Jenderal.

Segala sesuatunya masih serba mungkin karena politik adalah dinamis dan kompromi. Kalau memaksakan diri malah bisa tidak dapat apa-apa.

***

Editor: Pepih Nugraha