Selamat Datang Jenderal Gatot Nurmantyo!

Senin, 2 April 2018 | 08:21 WIB
0
908
Selamat Datang Jenderal Gatot Nurmantyo!

Berperang di medan tempur sudah biasa bagi seorang prajurit. Namun, berperang di palagan politik sebagai bakal calon presiden atau calon wakil presiden seusai purnatugas, adalah sesuatu yang baru. Tidak terlalu berlebihan jika menyambutnya dengan kalimat, "Selamat datang, Jenderal Gatot Nurmantyo!"

Sinyal mantan Panglima TNI untuk maju ke palagan itu disampaikannya saat memasuki masa pensiun, Sabtu 31 Maret 2018 lalu.

Sinyal pertama, tentu saja pernyataannya, yaitu meski telah pensiun dari TNI, ia akan tetap mengabdi kepada negara di bidang yang lain. "Bidang yang lain" itu sangat luas cakupannya; bisa pulang kampung jadi petani di sana, bisa jadi sopir online yang sedang mewabah, bisa juga tetap tinggal di Jakarta di jalur politik.

Kemungkinan jadi petani dan sopir online sangat tidak mungkin bagi seorang Gatot. Yang mungkin itu kemungkinan ketiga, tetap di Jakarta untuk berjuang, mengabdi kepada bangsa dan negara di jalur politik.

Sinyal kedua, dan ini sinyal yang lebih kuat dari sekadar Telkomsel atau XL, adalah pernyataannya, "Mulai hari ini saya memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai anak bangsa, anggota masyarakat sipil dan warga negara RI lainnya, termasuk untuk memiliki hak memilih, juga hak dipilih saat pemilu mendatang.”

Ia menyampaikannya tidak langsung dalam sebuah konferensi khusus yang megah, tetapi melalui keterangan tertulis, Minggu 1 April 2018 atau sehari setelah ia pensiun dari TNI. Gatot menyampaikan pula, sikap tersebut perlu ia tunjukan sebagai contoh kepada para prajurit TNI agar tidak berpolitik praktis selama masih aktif.

“Hal tersebut saya tunjukkan juga sebagai suri teladan bagi tentara aktif untuk tidak berpolitik praktis sebelum memasuki purnatugas,” tekannya.

Sinyal ketiga sudah tidak perlu lagi. Gatot Nurmantyo adalah salah satu kandidat entah itu bakal calon wakil presiden atau calon presiden, tergantung parpol yang meminangnya nanti.

Melihat kepatutan selama ini, mengikuti tradisi Soeharto, level kolonel patutnya untuk bupati atau walikota, mayor jenderal untuk gubernur, maka rasanya bintang empat atau jenderal penuh ya untuk Presiden RI. Namun tentu saja kebiasaan ini tidak akan dilakukan oleh Soeharto sendiri, tetapi sebagai catatan Soeharto tidak pernah mengangkat seorang kopral atau mayor untuk jabatan apapun di lingkup pemerintahan.

[irp posts="5307" name="Jenderal Gatot Nurmantyo di Mata Setara Institute"]

Memang selama masih menjadi prajurit TNI alias belum pensiun, Gatot selalu menjawab normatif saat ditanya apakah dirinya akan maju ke palagan Pilpres 2019 baik selaku kandidat wapres maupun presiden. "Saya lebih cenderung tidak menjawab pertanyaan karena saya masih prajurit TNI," kata Gatot suatu waktu.

Demikian pula saat ditanya peluangnya maju sebagai calon presiden dan wakil presiden dari Gerindra seiring seringnya ia bertemu dengan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto, Gatot kembali menjawab dengan jurus diplomat bahwa ia belum bisa menjawab pertanyaan tersebut selagi masih berstatus sebagai prajurit TNI.

Namun demikian Gatot suatu saat pernah membantah dirinya disebut ragu terkait jawaban atas pertanyaan wartawan terkesan mengambang dan normatif. Gatot menjelaskan, ia baru akan menyampaikan hal tersebut setelah benar-benar pensiun pada 1 April 2018.

Gatot rupanya konsisten. Melalui keterangan tertulisnya pada tanggal yang sama, Gatot mengabarkan, persisnya memberi sinyal penting, bahwa ia siap maju ke palagan politik di Pilpres 2019 dengan kata kunci "memili hak memilih, juga HAK DIPILIH".

Mendahului Prabowo

Sinyal yang disampaikan Gatot Nurmantyo lebih cepat dari yang diperkirakan, setidak-tidaknya dibanding dengan Prabowo Subianto yang sampai saat ini belum memberikan sinyal apapun terkait Pilpres 2019; apakah akan maju lagi untuk mencoba peruntungan Pilpres untuk yang ketiga kalinya, atau menjadi "Kingmaker" saja dengan mendorong siapapun menjadi calon presiden mewakili partainya, Gerindra.

Saat ini Prabowo masih asyik dan sibuk temu kadernya di daerah-daerah, menyapa konsituen dan pendukungnya sekaligus menguji riak ombak.

Gatot sendiri dengan kejujurannya itu, dan ini layak diapresiasi, justru tinggal mencari partai politik yang akan mengusungnya menuju Pilpres 2019 setelah calon independen tidak dimungkinkan dalam pemilihan presiden langsung.

Bisa saja Gerindra mengusung Gatot Nurmantyo sebagai calon presiden dipasangkan dengan Anies Baswedan yang sebelumnya sudah ramai digadang-gadang.

"Mengawinkan" sesama militer sunguh kurang strategis, apalagi jika urutannya Prabowo capres dan Gatot Cawapres, sebab bagaimanapun pangkat Gatot yang bintang empat lebih tinggi daripada pangkat Prabowo yang bintang tiga. Eitssss... tapi tunggu dulu, dari sisi senioritas Prabowo lebih senior loh. Jadi ya mungkin saja terjadi "perkawinan sesama" militer itu, tetapi dari lingkup keterpilihan sangat tipis. Sudah pasti keluarga prajurit akan otomatis memilih pasangan sejenis ini, tetapi 'kan warga sipil jauh lebih banyak di negeri ini.

Perkawinan antara militer-polri sebagaimana ditunjukkan di Jawa Barat saat calon gubernur yang diusung PDIP TB Hasanuddin (militer) dan Anton Charliyan (polisi) dengan tagline "Amanah" saja menjadi yang terbontot dalam elektabilitas yang dilakukan sejumlah survei dalam konteks politik lokal Jawa Barat, apalagi jika mengawinkan sesama militer atau sesama polisi. Tentu sangat kurang strategis dari sisi keterpilihan.

Lahirnya Poros Alternatif

Munculnya Gator Nurmantyo jika diasumsikan Joko Widodo yang sudah jelas diusung PDIP maju sebagai kandidat presiden patahana dan Prabowo Subianto mendadak berkehendak mencalonkan diri lagi untuk ketiga kalinya di Pilpres, sudah barang tentu Gatot Nurmantyo akan menjadi poros ketiga atau "poros alternatif". Jika PKS masih tetap menjalin hubungan dengan Gerindra, maka Prabowo yang akan menjadi capresnya dan cawapresnya tentu saja dicari dari PKS sendiri.

[irp posts="5215" name="Jokowi Keder, Prabowo Jadi King Maker" Siapkan Duet Gatot dan Anies"]

Selama ini yang tak tergoyahkan adalah koalisi PDIP-Golkar-Nasdem-PPP-Hanura yang mengusung Joko Widodo dengan capres yang masih dicari. Yang masih mengambang tentu saja Partai Demokrat besutan Susilo Bambang Yudhoyono , PKB yang dipimpin Cak Imin yang sejauh ini belum menyatakan dukungan untuk Jokowi tapi mau banget kursinya cawapres, dan PAN yang dipegang Zulkifli Hasan. Jika solid, koalisi "Trio Kwek Kwek" Gerindra-PAN-PKS tetap dalam formasi yang sama menjagokan Prabowo.

Akan tetapi, jika PAN limbung dan tidak solid akibat sering diplesetkan sebagai Partai "Plin PAN", dalam arti bercerai dari "Trio Kwek Kwek", maka ia bisa membuat poros baru, yaitu poros ketiga, bersama Demokrat dan PKB. Lahirnya poros alternatif ini memang suatu keniscayaan, apalagi ketika ada seseorang dalam hal ini Gatot Nurmantyo yang secara implisit memberi sinyal untuk maju ke palagan Pilpres 2019.

Bahwa kemudian siapa akan dipasangkan dengan siapa yang akan diutak-atik di poros alternatif ini, itu pekerjaan rumah selanjutnyalah. Bisa Gatot-Zulkifli, bahkan bisa Gatot-AHY. Yang tidak mungkin itu AHY-Gatot, kecuali kalau tujuannya sekadar menciptakan lucu-lucuan saja.

Sebagai seorng mantan panglima, visi tentu saja Gatot Nurmantyo punya, lha bagaimana dengan gizi alias dana yang wajib ada untuk mengikuti seluruh proses Pilpres?

Wah, tulisan ini sudah terlalu kepanjangan..... lain kali disambung lagi, ya!

***