Catatan LH (3): Limbah Abu Aluminium Ancam 20 Desa di Jombang

Minggu, 1 April 2018 | 17:29 WIB
0
1405
Catatan LH (3): Limbah Abu Aluminium Ancam 20 Desa di Jombang

Slag alumunium atau abu alumunium dari proses peleburan alumunium sekunder ditimbun di 20 desa di dua kecamatan di Jombang: Sumobito dan Kesamben Jombang. Abu alumunium ini jika lama ditimbun akan mengeras.

“Abu alumunium ini dimanfaatkan warga untuk penguat tanggul, menghindari luberan sungai Avur Watudakon, anak sungai Brantas,” ungkap Direktur Eksekutif Ecoton Prigi Arisandi kepada PepNews.com.

Sejak awal 1990-an aktivitas penimbunan ini jika dihitung sudah menimbun lahan sepanjang ribuan meter. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menghitung, untuk clean up 40 m lahan terkontaminasi membutuhkan biaya Rp 29 miliar.

Industri besar seperti PT Maspion, industri velg di Bekasi, Jakarta, Tangerang, Bandung, dan Gresik, bahkan ada informasi yang harus dikonfirmasi menyebutkan PT Inalum, menyuplai dross alumunium berupa bongkahan yang masih memiliki rendeman alumunium hingga 40% dari volume dross alumunium.

[caption id="attachment_9600" align="alignleft" width="471"] Prigi Arisandi (Foto: Bothends.org)[/caption]

Terdapat 136 industri skala kecil, sedang, dan besar beroperasi sejak 1988. Dross alumunium sebagai limbah peleburan alumunium dan slag alumunium sisa pembakaran sekunder masuk dalam kategori limbah B3 (kode B313-2 daftar limbah B3 dari sumber spesifik dari proses produksi primer dan sekunder) PP 101 Tahun 2018 tentang pengolahan Limbah B3.

Dampaknya dalam uji faal paru yang dilakukan Kemenkes Tahun 2016 menunjukkan, 90% pekerja alami restriksi paru dan adanya gangguan fungsi paru dengan kadar ringan hingga berat.

Pengukuran jumlah partikel pada udara ambien dengan hight volume air sampler selama 24 jam menunjukkan, volume partikel udara ambien sebesar 0,7778 mg/m3 hingga 1,7084 mg/m3. Padahal dalam Pergub Jatim 10 Tahun 2009 tidak boleh melebihi 0,26 mg/m3.

Gangguan kesehatan lainnya dirasakan warga di Desa Budugsidorejo, Kecamatan Sumobito, Jombang, karena setiap tahun pada musim hujan daerah RW 1 selalu tergenang air kiriman dari kawasan Wonosalam.

Akhirnya pada akhir 2017 warga membuat tanggul menggunakan slag alumunium. Meski terhindar banjir, warga harus mengungsi karena slag alumunium yang dijadikan tanggul bereaksi saat tersiram air hujan.

“Gas amoniak yang menyengat dan perih di mata harus dirasakan warga selama berminggu-minggu dampaknya,” ujar Prigi. Supiah, 56 tahun, dan beberapa warga harus mengungsi ke rumah saudara di kabupaten lainnya.

Bahkan, beberapa warga harus mengalami rawat jalan karena gangguan pernafasan. “Kami tahu abu alumunium ini berbahaya, tapi kami juga harus melindungi rumah dari banjir kiriman dari Wonosalam,” ungkap Muhamad Saroni, 41 tahun.

“Sehingga dengan terpaksa kami gunakan abu alumunium untuk bikin tanggul supaya tidak banjir,” ujar warga RW 1 Budugsidorejo itu. Pengusaha sepatu ini menyesalkan tidak adanya upaya penanggulangan banjir secara permanen oleh pemerintah desa hingga kabupaten.

Dan seolah membiarkan penggunaan abu alumunium untuk penguat tanggul. Penggunaan abu alumunium untuk penguat tanggul bisa ditemukan di Kecamatan Sumobito, Kesamben, dan Peterongan. Temuan tim DETOX menunjukkan abu alumunium (asalum) digunakan warga.

Pertama, penguat sarana pengairan/irigasi. Selain untuk penguat saluran primer, sekunder, dan tersier, asalum juga dimanfaatkan untuk pematang sawah. Kedua, pondasi rumah dan material urugan.

Bagi rumah yang kerap tergenang air asalum digunakan untuk mempertinggi lahan sehingga terhindar dari banjir. Ketiga, penguat/pengeras/peninggi jalan. Beberapa lokasi jalan desa, jalan kampung, dan gang kecil menggunakan asalum sebagai pondasi atau pelapisan agar jalan menjadi lebih tinggi dan keras kemudian di-paving atau diaspal.

Keempat, jalan kebun tebu. Tumpukan asalum digunakan untuk pengeras dan penguat jalan truk pengangkut tebu sehingga truk bisa mudah masuk ke dalam kebun tebu. Kelima, tanggul sungai dan jalan inspeksi bantaran sungai.

Slag alumunium mengandung kadar garam tinggi dan bahan berbahaya meliputi F, Co, Zn, Be dan Cr, bila bereaksi dengan air menimbulkan ledakan beracun dan menimbulkan gas bau yang menyengat perih di mata.

“Bau gas ini dihasilkan oleh logam alumunium yang melepaskan hidrogen, karbit yang menghasilkan metan, nitrit membentuk amoniak,” ungkap Prigi. Fosfor menghasilkan gas fosfin yang sangat toxic.

Asalum juga mengandung sedikit polychlorinat dibenzo-p-dioxin (PCDD) dan polychlorinat dibenzofuran (PCDF). Asalum yang tidak diolah akan mencemari air, tanah, udara melalui emisi, zat cair maupun bahan berbahaya.

[caption id="attachment_13620" align="alignright" width="513"]

Timbunan limbah B3 (Foto: Prigi Arisandi)[/caption]

Detox Jatim mendesak KLHK mengindentifikasi sumber bahan baku asalum dan melakukan penegakan hukum berupa sanksi administratif kepada industri-industri yang menyuplai dross alumunium kepada industri peleburan home industri.

KLHK harus membuat roadmap pemulihan kawasan terkontaminasi limbah B3 di Jombang,  atau clean up kawasan di 20 desa tersebut. Memberikan sanksi administrasi dan penertiban industri penyuplai slag alumunium seperti Maspion dan lain-lain agar ikut bertanggungjawab atas pemulihan lahan terkontaminasi.

Intervensi teknologi pengolahan slag alumunium, sehingga mengurangi dampak pencemaran lingkungan dan kesehatan masyarakat. Otonomisasi kewenangan perizinan tata kelola limbah B3. “Selama ini menjadi dominasi KLHK,” ujar Prigi.

“Namun fakta di lapangan amburadulnya tata kelola seharusnya bisa dilimpahkan kepada provinsi. Ada beberapa industri pemanfaat skala kecil tidak harus izin ke KLHK. Kajian dampak lingkungan juga perlu dilakukan,” tegas Prigi.

Terkait pemberitaan di berbagai media, polisi akhirnya menyelidiki adanya dugaan kesengajaan penggunaan limbah aluminium yang diketahui B3 untuk penambal jalan di Desa/Kecamatan Sumobito, Jombang, beberapa waktu lalu. Awal penyelidikan ini dilontarkan Kasat Reskrim Polres Jombang AKP Wahyu Norman Hidayat, Selasa 6 Juni 2017.

Menurutnya, setelah mendapatkan informasi itu, pihaknya akan segera melakukan pengumpulan bahan dan keterangan (Pulbaket) tentang kasus tersebut. “Secepatnya, kasus itu pasti kita lidik,” tegasnya saat dihubungi KabarJombang.com.

Limbah B3 Lakardowo

PT Putra Restu Ibu Abadi (PRIA) adalah perusahaan pengelola dan pemanfaat limbah B3 yang beraktivitas sejak 2010. Prigi menilai, KLHK lambat dalam penyelesaian kasus PT PRIA tanpa mempertimbangkan semakin meluasnya dampak lingkungan dan kesehatan yang dirasakan warga Lakardowo.

Untuk itu, Green Woman Lakardowo meminta pada Pemerintah Pusat untuk menuntaskan kasus pencemaran PT PRIA dengan melakukan pembuktian melalui pengeboran sedalam 10 m di dalam area PT PRIA.

Selain itu juga harus melakukan pemulihan kerusakan lingkungan di sekitar areal PT PRIA yang telah terkontaminasi limbah B3. Tuntutan ini disampaikan saat mereka menggelar aksi di depan Istana Negara, Kamis (1/2/2018). Mereka berharap diterima Presiden Joko Widodo.

“Kami berharap tidak ada lagi perluasan PT PRIA, karena sudah meresahkan dan tidak ada itikad baik untuk menyelesaikan permasalahan limbah B3 di sana. Kami juga mendorong pembangunan sarana pengolah limbah B3 di kawasan Lakardowo,” tegas Prigi.

Rencana perluasan kawasan industri di Jatim yang dicanangkan Gubernur Jatim Soekarwo itu ibaratnya membangun hotel berbintang, namun tidak disertai membangun toilet. Dampaknya tamu hotel buang air besar sembarangan.

Di Jatim setiap tahun ada 170 juta ton limbah B3 yang sebagian besar belum diolah karena tak punya sarana pengolah limbah yang baik. Mahalnya biaya pengelolaan limbah membuat sektor swasta atau pihak ketiga membuang limbah B3 di sembarang tempat. (Habis).

***

Tulisan sebelumnya:

http://pepnews.com/2018/03/31/catatan-lh-2-jatim-sudah-jadi-zona-bebas-nimbun-limbah-b3/