Tertawa di Pinggir Jurang

Kamis, 29 Maret 2018 | 21:40 WIB
0
804
Tertawa di Pinggir Jurang

Tahun 2009 saya diminta siapkan sekolah kejuruan, dan alhamdulillaah berjalan dengan siswa 3 kelas full ditahun pertama. Ditahun ketiga, ketika mereka mau ujian kelulusan, rasa sangat khawatir, apakah siswa-siswa tersebut akan lulus semua. Tanggung jawab kepada orang tua murid dan siswa-siswa tersebut, bikin susah tidur. Alhamdulillaah lulus semua.

Lalu saya mempersepsikan kekhawatiran tersebut, jika saya yang menjadi pemimpin negeri ini. Di mana bentangan wilayah dari Sabang sampai Merauke, yang panjangnya hampir sama dengan panjang negara Amerika. Apakah mampu merawat dan menjaga wilayah tersebut dari incaran negara tetangga. Sementara penduduknya sebesar 265 juta jiwa, menjadi negara populasi tersbesar ke-empat di dunia. Apakah mereka dapat makan hari ini?

 

Lalu ada seseorang yang mengatakan kekhawatiran di tahun 2030 jika situasinya seperti saat ini, Indonesia bisa bubar.

Bukannya saya memuji orang tersebut, tapi itulah cerminan rasa tanggung jawab yang amat besar. Rasa khawatir karena punya rasa tanggung jawab yang tinggi.

Di sisi lain, seorang profesor dengan tertawa malah membully, lalu menambahkan dengan bumbu mimpi 2045 Indonesia akan menjadi negara besar. Bumbu mimpi tersebut diberikan dari lembaga yang kredibilitasnya hancur, dan pernah membuat negeri ini bangkrut di tahun 1998. Apalagi ditambah statemen pemimpinnya yang lebih spektakuler, bahwa tahun 2030 Indonesia akan menjadi 7 negara besar.

Di satu sisi oposisi penuh kewaspadaan, di sisi lain, yang berkuasa malah tertawa dan loncat-loncat kegirangan. Padahal dengan utang yang sangat besar, korupsi di mana-mana, kemiskinan meningkat, sosial yang selalu panas, negeri ini sudah seperti dipinggir jurang. Kok bisa ya, sudah di pinggir jurang mereka tertawa-tawa, apa sudah pada gila?

***